Penulis
Intisari-online.com -China kian aktif menyerang negara tetangganya, Jepang.
Mengutip National Interest, China dilaporkan mengirimkan kapal-kapal mereka ke pulau Senkaku/Diaoyu sejak 14 April sampai 3 Agustus lalu.
Total 111 hari Beijing menekan Tokyo dengan mengirim kapal-kapal tersebut.
Tekanan tersebut hanya berhenti karena adanya angin topan Hagupit yang mendekat ke wilayah tersebut.
Pulau Senkaku di Laut China Timur diklaim oleh China dan Taiwan bahkan walaupun Beijing terus-terusan menantang Washington di Laut China Selatan, Taipei di Selat Taiwan dan New Delhi di Lembah Galwan.
Jika dilihat secara garis besar, aksi China keseluruhan ini persis seperti yang dilakukan Jepang dalam Restorasi Meiji (1868 - 1912) di bawah komando Kaisar Hirohito.
Di abad ke-19, Jepang dan China sama-sama lemah secara politik dan memiliki ekonomi terbelakang sehingga tidak bisa mengharap investasi dari Barat.
China tidak berubah sampai pertengahan abad ke-20, tapi Jepang langsung membuka tirai negara mereka dan melakukan modernisasi sebelum tahun 1900.
Mereka membangun "industri ekonomi" dan melestarikan "kerajaan" mereka, menurut William Beasly dalam bukunya Japanese Imperialism, 1894 - 1945.
Dale Copeland juga jelaskan dalam Economic Interdependence and War jika pejabat elit Jepang memberi nasihat 'pilar kembar' untuk 'negara kaya, militer yang kuat' dan 'promosi produksi'.
Hal tersebut gunanya untuk mengejar ketertinggalan mereka dari Inggris, Perancis, dan Jerman.
Sehingga, Jepang mulai kembangkan tujuan nasional untuk mengindustrialisasi negara dan membangun ekonomi yang stabil.
Baca Juga: Viral Penampakan Awan Melengkung Menyeramkan di Langit Wonosobo, Berbahayakah? Ini Penjelasan BMKG
Doktrin Monroe Jepang
Masuk ke era abad 20, ide Doktrin Monroe Jepang mulai muncul.
Pada dasarnya ide tersebut dilaporkan oleh CIA menjelaskan bahwa Jepang mulai yakin jika Eropa dan AS mulai kurangi status semi-kolonial di negara Asia saat itu.
Mereka mengartikan jika semua pengaruh politik Barat harus difokuskan ke Asia Timur, dan "seluruh wilayah itu harus dikendalikan di bawah politik Jepang".
Bahkan, slogan untuk Doktrin Monroe Jepang adalah "Asia untuk Asiatik".
Menerapkan Doktrin Monroe Jepang dalam Hubungan Luar Negeri, George Blakeslee menulis bahwa secara tersirat kebijakan ini tumbuhkan 'hak kepemimpinan Jepang di Timur Jauh'.
Delapan Sudut Dunia Di Bawah Satu Atap
Agenda ekspansi Jepang dilanjutkan dengan gugurnya Perancis dan Belanda tahun 1940, memberi Tokyo kesempatan memperbesar ekspansinya ke negara-negara yang sebelumnya dikuasai Eropa.
Baca Juga: Trik Hemat Listrik dengan Letakkan Selembar Kertas pada Pintu Kulkas, Begini Cara dan Penjelasannya
Setelah itu Jepang mulai terapkan ideologi kerja sama Greater East Asia (GEA) sebagai aplikasi lebih luas dari Doktrin Monroe Jepang.
Ide tersebut juga diaplikasikan di mana saja, termasuk dalam kerja sama ekonomi dan struktur pemerintahan.
Kemudian Tokyo mendefinisikan kebijakan tersebut sebagai "aturan internasional berdasarkan kepentingan setara".
Menggunakan simbolisme tradisional Jepang berupa Hakko ichiu atau 'delapan sudut dunia di bawah satu atap', Jepang mulai terapkan kebijakan ekspansi bersenjata.
Gerald Haines menjelaskan dalam "American Myopia and the Japanese Monroe Doctrine, 1931-1941" jika motivasi utama GEA adalah "mengamankan Asia Timur untuk kemajuan ekonomi Jepang".
Ethel Dietrich juga jelaskan dalam "Closing Doors Against Japan" jika ekspor Jepang mulai ditekan dengan batasan perdagangan Barat.
Untuk memastikan jika Tokyo mengamankan suplai bahan mentah dan juga perdagangan produk hilir, Jepang berharap menciptakan jalur perdagangan ekonomi dan komersial yang akan tahan terhadap tekanan ekonomi dari luar.
Mereka meniru Inggris dan AS yang stabil dan berkembang pesat.
Pengulangan sejarah
Doktrin tersebut rupanya sedang diulang kembali, seperti Jepang, Chhina sekarang menjadi contoh kekuatan dari kekayaan yang berasal dari perdagangan.
Selama lebih dari satu abad, China menderita dipermalukan oleh Barat.
Memang, China juga mengalami nasib memalukan di bawah agresi Jepang sembari hadapi perang sipil mereka sendiri.
Hingga akhirnya pada 1978 Deng Xiaoping membuka China kepada dunia dan mulai mengadopsi reformasi berfokus pada pasar dan memperbolehkan usaha swasta berkembang.
Perusahaan-perusahaan ini menjadi mesin yang menggenjot ekonomi China dan memberi kontribusi signifikan kepada pertumbuhan ekonomi China dan ekspornya sendiri.
Bagaikan orang kaya baru, China juga mengalami Doktrin Monroe versi mereka sendiri di Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Beijing mulai mengklaim kepulauan Spratly dan Paracel dan membangun pangkalan militer di tempat tersebut, memberikan China kontrol taktis dan operasional di Laut China Selatan, tapi juga secara signifikan mengontrol ekonomi negara-negara Laut China Selatan dan Laut China Timur dengan mengirim kapal-kapal dari Singapura ke Jepang.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini