Penulis
Intisari-Online.com - Jumlah kasus virus corona atau Covid-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan.
Bahkan penyebarannyabelum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat.
Tak heran, jumlah korban jiwa terus bertambah banyak.
Hingga Selasa (1/9/2020), tercatat ada sebanyak 177.571 orang yang terinfeksi virus corona.
Dari jumlah itu, 128.057 orang sembuh, namun 7.505 lainnya meninggal dunia.
Sehingga pasien Covid-19 yang masih menjalani perawatan ada lebih dari 42 orang di seluruh Indonesia.
Tak hanya itu, ratusan dokter juga dilaporkan telah meninggal dunia.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, dampak meninggalnya seratusan dokter tersebut akan bertambah berat dengan pasien Covid-19 yang semakin hari semakin bertambah.
Hal ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi sebagian besar wilayah di Indonesia mengalami hal yang sama dan mengakibatkan berkurangnya jumlah kamar perawatan.
"Apalagi pada posisi sekarang ini jumlah pasiennya makin meningkat."
"Kejadian pagi ini ada kolega saya yang mau cari kamar, tapi katanya penuh semua," kata Zubairi saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (1/9/2020).
"Ini di Jakarta, rumah sakit penuh, cari bed susah."
"Jadi makin penuh rumah sakit, makin tinggi juga penularan terhadap tenaga kesehatan," terang Zubairi.
Cakupan tes yang belum masif
Menurut dia, sulitnya mencari ruang perawatan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya yang kini jumlah kasusnya mengalami peningkatan.
"Bukan hanya ruang perawatan, ruang ICU juga penuh. Ini confirm," jelas dia.
Lebih lanjut, Zubairi juga menyoroti soal cakupan tes yang belum masif.
Ia pun menyarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan lagi jumlah tes yang dilakukan setiap harinya.
"Saya juga menyoroti soal cakupan tes yang sedikit. Tesnya kok dikit amat. Padahal kalau tesnya bayak akan kelihatan lagi kasusnya," imbuh dia.
Oleh karenanya, IDI memiliki beberapa saran dan masukan kepada pemerintah selaku penanggung jawab keselamatan para dokter.
Berikut di antaranya:
1. Pemerintah bertanggung jawab menjaga keselamatan dengan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap dan pencegahan infekai yang ketat di fasilitas kesehatan.
2. Bagi rumah sakit yang tidak layak atau terstandar pelayanan Covid-19, tidak perlu menjadi rumah sakit Covid-19. Pemerintah harus mengatur rumah sakit Covid-19 dan non Covid-19.
3. Dokter harus memperlakukan semua pasien adalah Covid, jangan lengah, patuhi standar APD.
Selalu pakai APD level 3 di rawat jalan atau rawat pasien biasa.
Lebih baik mencegah daripada sakit dan jangan lalai sedikit pun dari hal-hal yang dapat membuat dokter terpapar.
4. Dokter untuk sementara, sebaiknya tidak kontak langsung dengan keluarga, sejawat lain atau teman-teman.
Lebih baik menggunakan WhatsApp atau video call untuk sosialisasi atau silaturahminya.
5. Keluarga inti yang tinggal bersama dokter untuk tidak bergaul bebas dengan orang lain karena anak atau istri bisa menjadi penular.
6. Dokter berusaha cukup istirahat, olahraga dan makan makanan yang bergizi. Karena itu, batasi jumlah tempat praktik, lama praktik, dan jumlah pasien.
7. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan harus mengatur jam maksimal seorang dokter yang memberikan pelayanan Covid-19.
Harus ada istirahat minimal sehari setelah bekerja selama sehari penuh.
8. Kemenkes dan asosiasi rumah sakit harus memantau rumah sakit yang paksakan dokter untuk kerja seperti biasa karena untuk kejar pendapatan rumah sakit.
Dokter dapat menyampaikan kepada IDI jika ada rumah sakit seperti ini.
(Dandy Bayu Bramasta)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Saran IDI dan Sulitnya Mencari Kamar Perawatan Covid-19...")