Advertorial

Ngerinya Kisah Lockdown di Kota Ini, Warga Dikurung, Dipaksa Minum Obat Tradisional, hingga Telanjang Agar Bisa Disemprot Disinfektan, 'Tangan Saya Rusak, Kulit Saya Mengelupas'

Mentari DP

Editor

Intisari-Online.com - China merupakan negara pertama yang menemukan virus corona (Covid-19).

China juga merupakan negara pertama yang menerapkan lockdown demi mengurangi penyebaran virus corona.

Namun nyatanya lockdown membuat warga China kesusahan. Khususnya warga yang tinggal di Xinjiang.

Di mana warga Xinjiangdikabarkan mengalami perlakuan tidak menyenangkan akibat lockdown untuk menanggulangi Covid-19 di China.

Baca Juga: Bukannya Marah Karena Anaknya Pecahkan Guci Kesayangannya, Istri Ini Malah Kegirangan, Ternyata Dia Temukan Uang Simpanan Suaminya Selama 13 Tahun

Dikutip dariDaily Mail pada Selasa (1/9/2020), muncul laporan bahwa orang-orang di Xinjiang ditahan hingga dipaksa minum obat tradisional China.

Pemeritah setempat diduga menggunakan tindakan keras untuk mengurangi penyebaranvirus corona.

Bahkan beberapa warga mengaku dipaksa mengonsumsi obat tradisional China.

Baca Juga: Hati-hati, Jika China dan AS Berperang di Laut China Selatan, Indonesia Bisa Jadi Negara yang Paling Terdampak,Mantan Kepala Intelijen TNI Ini Jelaskan Alasannya

Padahal pemaksaan seperti itu dinilai ahli sebagai pelanggaran etika medis.

Seorang wanita Uighur mengatakan dia dijebloskan ke dalam sel bersama puluhan wanita ketika puncak-puncaknya wabah.

Dia mengklaim penjaga memaksanya minum obat yang berefek mual dan lemas.

Dia juga mengaku diminta telanjang sekali dalam seminggu dan menutupi wajah saat disemprot disinfektan.

"Itu mendidih," ujar wanita ini dengan syarat anonim karena takut dengan otoritas.

"Tangan saya rusak, kulit saya mengelupas," tambahnya.

Wanita Uighur ini dibebaskan dan dikunci di dalam rumahnya setelah sebulan ditahan, meskipun tes rutin menunjukkan dia bebas dari Covid-19.

Dia mengklaim bahwa para penjaga memaksanya untuk minum obat tradisional dalam botol putih tanpa tanda sekali sehari.

Mereka mengancam akan menahannya bila tidak patuh.

Otoritas lokal mengatakan langkah-langkah tersebut dilakukan demi kesejahteraan penduduk.

Lockdown di Xinjiang diperbaharui setelah total kasus Covid-19 di sana mencapai 826, terhitung sejak Juli.

Meskipun jumlah kasus di Xinjiangmenjadi beban kasus terbesar di China, langkah ketat dan keras sudah berlaku sejak nol infeksi di sana.

Baca Juga: Siap Dijual di Indonesia, Mobil Terbang Ini Akan Buat Jalanan Indonesia Bebas Macet, 'Bisa Dipakai Jadi Transportasi Antar Pulau Juga!'

China tepatnya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei merupakan pusat penyebaran Covid-19 pertama kali.

Akibatnya kota itu dikunci hingga berbulan-bulan lamanya.

Meskipun Wuhan bergulat dengan lebih dari 50.000 kasus, jauh lebih banyak dari Xinjiang, penduduk tidak dipaksa sebagaimana dilakukan di Xinjiang.

Walaupun lockdown di Wuhan terbilang ketat, tapi warga diizinkan keluar dan tidak dipaksa minum obat tradisional.

Bahkan reaksi pemerintah pada 300 kasus di Beijing pada Juni lalu lebih santai lagi.

Otoritas hanya menutup beberapa lokasi yang dinilai berbahaya dalam beberapa minggu.

Sebaliknya, sekitar setengah dari 25 juta warga Xinjiangdi pelosok menjalani lockdown padahal lokasinya jauh dari pusat wabah di Ibukota Urumqi, sebagaimana diberitakan media pemerintah.

Lockdown di Xinjiangdiawasi aparat yang nampaknya telah mengubah wilayah tersebut menjadi negara polisi.

Selama tiga tahun terakhir, otoritas menyapu satu juta atau lebih orang Uighur, Kazakh, dan etnis minoritas lainnya ke dalam berbagai bentuk penahanan.

Mereka dimasukkan ke dalam kamp dan dilatih dengan kekerasan.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

(Artikel ini telah tayang diTribunnews.comdengan judul "Cerita Lockdown di Xinjiang: Warga Dikurung, Dipaksa Minum Obat Tradisional China, dan Didesinfeksi")

Baca Juga: Dianggap Jadi Ancaman Bagi Kim Jong-Un, Sang Adik Kim Yo Jong Tiba-tiba Menghilang, 'Walau Keluarga, Mereka Tetap Akan Disingkirkan'

Artikel Terkait