Find Us On Social Media :

24 Tahun Dalam Genggaman Indonesia, 250 Ribu Nyawa Rakyatnya Terenggut, 21 Tahun Setelah Merdeka Timor Leste Masih Saja 'Jalan di Tempat'

By Khaerunisa, Minggu, 30 Agustus 2020 | 15:30 WIB

Ribuan warga Kota Dili antre dalam pelaksanaan penentuan pendapat di Timor Timur, 30 Agustus 1999.

Intisari-Online.com - Pernah menjadi bagian dari Indonesia, kini Timor Leste telah melepaskan diri dan membentuk negara sendiri.

Peristiwa itu dikenal sebagai Referendum Timor Timur.

Saat itu, negara yang kini bernama Timor Leste ini mendapat pilihan untuk melepaskan diri atau tetap bersama Indonesia.

Hari ini, 21 tahun lalu, tepatnya 30 Agustus 1999, merupakan hari terjadinya referendum atau jejak pendapat tersebut.

Baca Juga: 'Tangkap, Hidup atau Mati!', Begini Operasi Tempur TNI di Timor Timur saat Memburu Presiden 'Krebo Hutan' Fretilin, Sosok yang Juga Menjadi Panutan Xanana Gusmao

Timor Timur sebelumnya bagian dari Indonesia sebagai provinsi ke-27.

Pada 30 Agustus 1999 dilakukan pemungutan suara bagi warga Timor Timur untuk memilih apakah akan tetap bersama Indonesia atau menjadi negara sendiri.

Referendum yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu mengakhiri konflik yang terjadi sebelumnya, serta memberi jalan bagi mereka meraih lepas dari Indonesia.

Timor Leste baru resmi diakui sebagai negara secara internasional 3 tahun setelah pemungutan suara, yaitu pada 2002.

Bagaimana kisah lepasnya Timor Timur (Timtim) dari Indonesia?

Baca Juga: Ternyata Sering Menggunakan Kata yang Sama Termasuk Tanda Hubungan Sehat, Lihat Apakah Anda dan Pasangan Punya Tanda-tanda Ini!

Referendum

Dilansir AFP via Kompas.com, (30/8/2019), selama 24 tahun, rakyat Timor Timur hidup dalam konflik, kelaparan, hingga penyakit.

Lebih dari 250.000 korban meninggal dampak dari kondisi tersebut.

Penyelesaian masalah di Timor Timur mendekati akhir saat diadakannya jajak pendapat pada 30 Agustus 1999.

Dilansir Harian Kompas, Selasa, 31 Agustus 1999, penentuan pendapat untuk menentukan masa depan Timor Timur hari Senin (30/8) berlangsung lancar dan sukses.

Pada saat itu pemilih yang berpartisipasi mencapai 90 persen, sehingga penentuan pendapat tidak perlu diperpanjang.

Baca Juga: Membuat Dokter 'Terkejut Setengah Mati', Wanita Ini Miliki Tumor Ovarium Raksasa Terbesar di Dunia, Begini Kisah Diangkatnya Tumor Seberat 49Kg Itu

Pemungutan suara kala itu diwarnai insiden di beberapa tempat. Salah satunya adanya seorang guru SD yang dianiaya sekelompok orang.

Dia berteriak mengatakan jajak pendapat itu tidak jujur karena yang dipekerjakan di Unamet adalah orang-orang CNRT.

Setelah itu punggungnya ditikam hingga tewas.

Meski begitu hasil jajak pendapat tetap dilangsungkan dan akhirnya hasilnya dibawa ke PBB.

Baca Juga: Ketika Keegoisan Negara-negara Superkaya 'Membunuh' Mimpi Besar nan Mulia WHO Soal Vaksin Covid-19, Negara Miskin akan Semakin Merana

Hasil jajak pendapat

Dilansir Harian Kompas, Minggu (5/9/1999), akhirnya PBB mengumumkan hasil penentuan pendapat (jajak pendapat).

Sekjen PBB Kofi Annan di New York mengumumkannya pada Sabtu (4/9) pukul 08.00 WIB.

Hasilnya dari sekitar 450.000 pemilih, 78,5 persen (344.580) warga Timor Timur memilih untuk menolak otonomi, dan sekitar 21 persen (94.388) memilih otonomi, sedangkan 7.985 suara (1,8 persen) dinyatakan tidak sah.

Menurut Kofi Annan, hasil itu menunjukkan bahwa penduduk Timtim menginginkan kemerdekaan.

Baca Juga: Ketika Keegoisan Negara-negara Superkaya 'Membunuh' Mimpi Besar nan Mulia WHO Soal Vaksin Covid-19, Negara Miskin akan Semakin Merana

Pada saat bersamaan, pengumuman itu juga dibacakan Ketua Unamet Ian Martin, di Dili, yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia, Portugal, dan Tetum.

Dalam pidatonya Annan meminta semua pihak menghentikan segala tindakan kekerasan yang selama 24 tahun mengakibatkan penderitaan di Timtim.

Meski secara keseluruhan suasana di Timtim mencekam, di beberapa tempat, sebagian kecil penduduk sempat melontarkan kegembiraannya dengan berlarian ke jalan dan bersorak sorai. Mereka saling berpelukan dan bertangisan.

Selain itu, meski saat itu artinya Timor Timur lepas dari Indonesia, namun mereka masih melalui proses yang panjang hingga diakui dunia dan mengubah namanya menjadi Timor Leste.

Lalu bagaimana keadaan Timor Leste (Timor Timur) sekarang?

Baca Juga: Jangan Buang Ampas Kopi Lagi, Ternyata Manfaatnya Luar Biasa, Hilangkan Bau di Tangan hingga Merawat Rambut

Perekonomian Timor Leste

Dilansir laman Heritage, skor kebebasan ekonomi Timor-Leste adalah 45,9.

Hal itu menjadikan Timor Leste menduduki peringkat ke-171 negara di dunia dalam indeks 2020.

Di kawasan Asia-Pasifik, Timor Leste berada di peringkat ke-40 diantara 42 negara dan skor keseluruhannya jauh di bawah rata-rata kawasan maupun dunia.

Perekonomian Timor Leste mencatat sedikit tanda-tanda kebebasan ekonomi sejak dimasukkan dalam Indeks pada tahun 2009.

Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)-nya lemah.

Baca Juga: Bukan Karena Peluru Nyasar, Misteri Kematian Ibu Tien Soeharto Akhirnya Terungkap, Begini Kesaksian Ajudan Soeharto

Perekonomian negara itu bergantung pada pengeluaran pemerintah yang didanai oleh penarikan dari Dana Perminyakan.

Seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (5/7/2020), laporan resmi Bank Dunia tahun 2020, menyebutkan pertumbuhan ekonomi Timor Leste masih lambat dibandingkan negara-negara Asia Tenggara.

Negara dengan nama resmi Republica Democratica de Timor Leste ini masih jadi salah satu negara paling miskin di dunia.

Baca Juga: Hanya Karena Alasan 'Bosan dengan Hidup', Pria Ini Bunuh 3 Orang dan Lukai Puluhan Orang Lainnya, Ada yang Dia Ditembak hingga Dirampok

Pendapatan per kapita

Mengutip laporan United Nations Development Programme (UNDP), Timor Leste berada di peringkat 152 negara sebagai negara termiskin di dunia dari 162 negara.

Angka PDB per kapita Timor Leste diperkirakan akan mencapai 2.356 dollar AS atau sekitar Rp 34,23 juta (kurs Rp 14.532) pada Desember 2020.

Capaian itu masih di bawah pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2019 lalu sebesar 4.174,9 dollar AS atau sekitar Rp 60 juta.

Sejumlah sektor ekonomi Timor Leste sebenarnya masih sangat bergantung pada Australia dan Indonesia, terutama barang-barang impor.

Baca Juga: Kanker Usus Jadi Penyebab Meninggalnya Chadwick Boseman Black Panther, Ini Beda Penyakit Tersebut dengan Sindrom Iritasi Usus, Gejalanya Mirip!

Timor Leste sendiri masih mengandalkan pemasukan dari hasil minyak.

Pada tahun 2019 lalu, produksi minyak Timor Leste mencapai 38 juta barel setara minyak (BOE) yang banyak dikerjasamakan dengan Australia.

Sementara itu, mengutip data Timor Leste Economic Report yang dirilis Bank Dunia pada April 2020, ekonomi Timor Leste bakal semakin terpuruk di 2020 karena pandemi virus corona (Covid-19) dan kondisi politik yang belum stabil.

Baca Juga: Ternyata Talenan Bisa Menjadi 'Rumah' Bakteri! Ambil Sejumput Baking Soda dan Garam Lalu Taburkan ke Atasnya, Hal Ini Bisa Terjadi Seketika

Pemerintah Timor Leste sudah mencairkan dana sebesar 250 juta dari Petroleum Fund di mana 60 persennya digunakan untuk penanganan Covid-19.

Hambatan lain untuk kebebasan ekonominya adalah korupsi yang merajalela dan tidak efektifnya peradilan, sehingga melemahkan integritas pemerintah.

Di sisi lain, Komisi Antikorupsi independen tidak memiliki kewenangan untuk menangkap atau menuntut.

Sebagian besar proses pengadaan publik masih buram.

Baca Juga: Kisah Gus Dur Presiden Indonesia yang Pernah Bikin Israel Sampai Keheranan, Media Israel Sampai Gambarkan Kehebatannya dengan Ungkapan Begini

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Bagaimana Kondisi Timor Leste Setelah 21 Tahun Memilih Lepas dari Indonesia?

(*)

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari