Find Us On Social Media :

Nekat Keluar dari RS Meski Terluka, Kapten A Rivai Turun ke Medan Perang 5 Hari 5 Malam, Dengan Gagah Berani Bombardir Pasukan Belanda

By Tatik Ariyani, Rabu, 12 Agustus 2020 | 10:35 WIB

“Nama sebuah tempat ada tiga faktor, yakni berdasarkan kondisi tempat, legenda atau mitos sebuah tempat dan peristiwa atau kejadian bersejarah dari sebuah tempat. Hal ini berdasarkan toponim ilmu antropologi,” ujar Yudhy.

Namun hingga kini nama Kapten A Rivai memang tidak tercatat dalam sejarah Pahlawan Nasional, sebab berkaitan dengan sejarah Perang 5 Hari 5 Malam, yang perlu dipertanyakan apakah masuk dalam sejarah nasional atau tidak. Sebab, banyak pahlawan asal Palembang yang menjadi pahlawan perintis kemerdekaan. Salah satunya yakni AS Macik yang merupakan sosok pahlawan perintis kemerdekaan dalam melawan penjajah.

Sebab hingga kini, pahlawan Palembang yang menyandang sebagai pahlawan nasional hanya ada dua.

“Perlu diketahui, pahlawan asal Palembang yang menyandang sebagai pahlawan nasional cuma ada dua, pertama Sultan Mahmud BAdaruddin II dan AK Gani,” ujarnya.

Baca Juga: Sudah Kerahkan Pesawat dan Kapal Perang di Laut China Selatan, China Justru Minta Pasukannya untuk Tidak Melakukan Tembakan Pertama Saat Berhadapan dengan AS, Mengapa?

Putra Pangeran dari OKU Timur

Meski masih samar siapa sebenarnya Kapten A Rivai dalam sejarah Perang 5 Hari 5 Malam itu, namun beberapa nara sumber sedikit menguak siapa sebenarnya sang Kapten.

Dikutip dari Sripo cetak edisi 24 Agustus 2012 yang menghubungi langsung pelaku sejarah yakni, Drs Suhaimi Sai selaku pewawancara eks pejuang di Desa Campang Tiga dalam buku ‘Suntingan Perjuangan Rakyat Semendawai OKU Mei 1986’ mengungkapkan bahwa, Kapten A Rivai merupakan putera Pangeran Harun, asal Desa Cempaka OKU Timur.

Juga tidak diragukan lagi, Kapten A Rivai adalah pahlawan dalam Perang 5 Hari Lima Malam Palembang 1-5 Januari 1947 tersebut.(Suntingan Perjuangan Rakyat Semendawai OKU Mei 1986’)

Kembali kepada sosok Kapten A Rivai, berdasarkan hasil wawancara Suhaimi, bahwa dikatakan pada 28 Desember 1946 pukul 21.30, tentara Belanda yang dalam kondisi mabuk berat melanggar garis damarkasi yang telah ditentukan.