Pemilik Resmi Amonium Nitrat yang Luluh Lantahkan Beirut Lebanon Terkuak, Pengirimnya Ungkap Sosok Ini, Ternyata Pernah Beri Peringatan Serius Ini ke Lebanon

Afif Khoirul M

Penulis

pejabat Beirut yang memeriksa penyimpanan itu memperingatkan bahwa jika bahan kimia itu tidak segera dikeluarkan bisa meledakkan seluruh kota.

Intisari-online.com -Pemilik Resmi Amonium Nitrat yang Luluh Lantahkan Beirut Lebanon Terkuak, Pengirimnya Ungkap Sosok Ini, Ternyata Pernah Beri Peringatan Serius ke Lebanon.

Ledakan yang menghancurkan Beirut Lebanon pada Selasa (4/8) masih menyisakan tanda tanya.

Namun, perlahan misteri itu mulai terkuak, mulai dari 2.700 ton amonium nitrat yang dibawa oleh sebuah kapal, hingga sosok pemilik sebenarnya.

Menukil dari 24h.com.vn, pada Kamis (6/8/20), amonium nitrat itu dianggap sebagai bom mengambang.

Enam bulan lalu, pejabat Beirut yang memeriksa penyimpanan itu memperingatkan bahwa jika bahan kimia itu tidak segera dikeluarkan bisa meledakan seluruh kota.

Baca Juga: Menjelma Jadi 'Mesin Pembunuh dan Penghancur', Beirut dan Chernobyl jadi Wajah Paripurna dari Bejatnya Sistem Pemerintahan yang Merenggut Nyawa Rakyatnya Sendiri

Ternyata benar, hanya selang sebentar, sudah ada 135 orang tewas dan 5.000 terluka dalam ledakan tersebut, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.

Ratusan orang diyakini masih terjebak di reruntuhan, menurut informasi yang dikumpulkan.

Semetara itu, pangkal bencana itu berawal dari berlabuhnya kapal MV Rhosus di pelabuhan Beirut tahun 2014 yang ditinggalkan di pelabuhan itu.

Pada 2014, Vlaimir Prokoshev kapten kapal MV Rhosus melakukan wawancara dengan surat kabar Rusia.

Baca Juga: Kisah Kapal Rusia Berbendera Moldova, Kapal Terkutuk Pembawa 2.750 Ton Amonium Nitrat, Sudah Penuh Kesialan Sejak di Perjalanan Hingga Akhirnya Terdampar di Beirut

Dia mengungkapkan pemilik sebenarnya dari kapal Rhosus adalah seorang pengusaha asal Rusia bernama Igor Grechushkin,

Igor Grechushkin meninggalkan awak kapal ketika mereka disandera oleh pemerintah Lebanon.

"Dia meninggalkan kami di kapal yang berisi amonium nitrat, ini adalah bahan peledak yang berpotensi fatal, kami ditinggalkan dan hidup selama lebih dari 10 bulan di floating bomb," kata kapten kapal Rhosus.

Awak kapal Rhosus sebagian besar adalah orang Ukraina, mereka ditahan oleh Pemerintah Lebanon selama hampir setahun sebelum dibebaskan.

Amonium nitrat itu kemudian disita dan dimuat ke dalam penyimpanan di pelabuhan.

Pada tanggal (5/8/20), dalam sebuah wawancara dengan radio Free Europe, Vladimir Prokoshev mengatakan kapal iti memiliki masalah teknis.

Baca Juga: Jadi Sumber Malapetaka di Beirut Lebanon, Siapa Sangka 1.500 Amonium Nitrat Pernah Diselundupkan ke Indonesia dari Malaysia, Benda Ini Kerap Jadi Bahan Peledak Teroris

MV Rhosus ditahan di Beirut karena utang 100.000 dollar AS dalam pelabuhan tersebut.

Federasi Pekerja Transportasi Internasional (ITF) turun tangan dengan Lebanon, untuk membantu awak kapal menerima sebagian dari gaji mereka untuk kembali ke tanah airnya.

Pada saat itu Vladimir Prokoshev pernah memberi peringatan pada Lebanon untuk tidak menyimpan amonium nitrat itu, karena terlalu berbahaya.

Sebelumnya dikisahkan kapal itumembawa amonium nitrat itu sejak 2013 dari Georgia menuju Mozambik.

Kapal itu diwakili sebuah perusahaan bernama Teto Shipping, yang dipimpin Igor Greschushkin, pebisnis Rusia yang berdomisili di Siprus.

MV Rhosus membawa 2.750 ton amonium nitrat sebagai pupuk dan bahan baku peledak.

Baca Juga: Meski Terseok-seok Pasca-ledakan Dasyat di Beirut, Uluran Tangan Israel Ditolak Mentah-mentah oleh Lebanon, Dendam Kesumat ini yang Jadi Pemicunya

Kapal itu juga sempat berhenti di Yunani untuk mengisi bahan bakar, dan memberi tahu mereka kehabisan uang hingga akhirnya berlabuhlah di Beirut.

Di Beirut kapal itu ditahan oleh pemerintah Lebanon karena tidak mampu membayar biasa pelabuhan.

Awak kapal itu mengaku telah tinggal di kapal selama 11 bulan dengan sedikit makanan.

"Akhirnya kami harus menjual bahan bakar untuk mendapatkan uang, pemilik kapal bahkan tidak memberi kami makanan dan minuman, " kata Prokoshev.

Artikel Terkait