Advertorial
Intisari-Online.com - Pasca-ledakan dahsyat yang menghantam Beirut, Lebanon, pada Selasa (4/8/2020), banyak negara yang berbondong-bondong segera menyatakan siap mengirimkan bantuan ke sana.
Tidak terkecuali Israel, musuh bebuyutannya. Pada Rabu (5/8/2020), sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan telah menginstruksikan Dewan Keamanan Nasional Israel untuk mengontak utusan PBB Timur Tengah, Nickolay Mladenov.
Isi pesan tersebut adalah untuk menjelaskan bagaimana Israel dapat membantu Lebanon atas insiden ledakan di Beirut.
Saat ini setidaknya telah menewaskan 135 orang dan 5.000 orang luka-luka.
Israel menawarkan bantuan kepada Lebanon, "mendekati otoritas Lebanon melalui sejumlah jalur", untuk memberikan bantuan medis dan kemanusiaan sebagai upaya membantu mengatasi bencana ledakan dahsyat di Beirut.
Presiden Israel Reuven Rivlin juga menyampaikan belasungkawa kepada rakyat Lebanon, sedangkan kepala beberapa rumah sakit Israel mengatakan bahwa mereka akan bersedia menerima pasien dari Beirut dan merawat mereka di pusat-pusat kesehatan di seluruh negeri.
Melansir Sputnik News pada Rabu (5/8/2020), mengingat sejarah permusuhan kedua negara, seorang analis politik mengatakan, Lebanon "tidak mungkin" menerima tawaran bantuan Israel.
Kerja sama yang tidak mungkin
Seorang analis politik yang berbasis dia Beirut, Lebanon, Mohammed Kleit, mengatakan sebagaimana buruknya kondisi Lebanon sekarang ini akibat ledakan dahsyat yang memorak-porandakan ibu kota Lebanon, akan "sangat tidak masukan akal" untuk membayangkan bahwa negaranya akan bersedia menerima bantuan dari Israel.
Sementara, secara resmi pemerintah Lebanon belum mengeluarkan pernyataan sama sekali terkait tawaran bantuan dari pemerintahan lawan perangnya itu.
Namun, tertuang dalam UU Lebanon 1955 yang menyebutkan, melarang warga negara memiliki hubungan bisnsis atau komersial apa pun dengan Israel.
Kemudian, ada pasal 278 KUHP yang menetapkan bahwa menjaga kontak dengan negara Yahudi itu ilegal dan melarang interaksi dnegan orang Israel.
Dengan landasan hukum tertulis itu juga, Kleit berpendapat bahwa menerima bantuan dari "negara musuh" tidak mungkin dilakukan, terutama mengingat fakta bahwa negara-negara lain, termasuk Iran, Turki, dan sejumlah negara Barat, telah menyatakan niat mereka untuk membantu.
"Pada dasarnya tidak mungkin untuk menjembatani apa pun antara kedua negara, mengingat ada partai politik yang berpengaruh di pemerintahan dan parlemen (negara) yang menentang segala jenis hubungan dengan Israel, bahkan pada saat krisis (seperti yang kita lihat sekarang," ujar Kleit.
Lebih lanjut, Kleit menjelaskan "para pemain berpengaruh di Lebanon, di antaranya Hezbollah, milisi Syiah yang didukung oleh Iran untuk memasuki arena politik Lebanon pada 1990, dan telah menjadi bagian dari parlemen negara sejak 2005.
Bersama dengan partai-partai agama lainnya, Hezbollah sekarang membentuk blok terbesar di parlemen Lebanon dan "mengambil keputusan" untuk urusan dalam negeri dan luar negeri.
Itu berarti bahwa pemulihan hubungan dengan Israel tidak mungkin terjadi, terutama karena sejarah berdarah yang menyelimuti keduanya.
Pada 1982, Hezbollah telah memimpin perjuangan militer di tanah Lebanon, saat Israel melancarkan perang melawan Lebanon dalam upaya untuk meminimalkan pengaruh Suriah di daerah Lebanon, dan menjaga para pejuang Palestina yang mengungsi di tanah Lebanon karena disudutkan negara Yahudi.
Perjuangan pasukan militan Hezbollah akhirnya mendorong pasukan pertahanan Israel (IDF) keluar dari Lebanon, negara yang dilanda perang pada Mei 2000.
Namun, ketegangan tidak berakhir di sana.
Baca Juga: Manfaat Minyak Ketumbar; Atasi Kondisi Emosional, Tetap Perhatikan Ini
Setelah Israel menarik mundur pasukan, Hezbollah mengumpulkan persenjataan yang mengesankan, menjadikannya salah satu milisi terkuat di wilayah tersebut, dan telah menggunakan amunisi itu untuk menantang negara Yahudi.
Pada 2006, setelah penyergapan terhadap dua kendaraan patroli IDF, pasukan Hezbollah menewaskan tiga tentara Israel.
Mayat dua orang lainnya diculik, memicu Perang Lebanon Kedua, konflik yang meninggalkan luka yang dalam bagi masyarakat Israel dan Lebanon.
Berbagai sejarah kelam antara Israel, Lebanon, dan pasukan Hezbollah, Kleit menyimpulkan tidak ada kepercayaan antara Lebanon dan Israel, ditambah mengingat Israel tidak pernah menghormati perjanjian atau resolusi PBB apa pun untuk menyelesaikan ketegangan dan tindakan militer di kawasan.
"Tidak hanya dengan Lebanon, tetapi juga dengan pemain tetangga lainnya, seperti Suriah dan Gaza," kata Kleit, menekankan bahwa tawaran bantuan tidak memiliki kesempatan untuk meredakan permusuhan selama beberapa dekade yang telah terjadi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lebanon Diyakini Tidak akan Terima Bantuan dari Israel, Ini Sebabnya"