Find Us On Social Media :

Kudatuli 27 Juli 1996: 'Simpatisannya Rela Bertaruh Nyawa, Megawati Malah Seolah Lupa Ketika Sudah Berkuasa'

By Muflika Nur Fuaddah, Senin, 27 Juli 2020 | 12:48 WIB

Megawati Soekarnoputri

Ini ditambah sikap politik baru polisi terhadap militer pasca-pemisahan TNI-Polri.

Penyelidikan Peristiwa 27 Juli yang mengarah ke sejumlah petinggi militer secara tak langsung akan memperlancar proses pemisahan.

Gus Dur memperhatikan betul penyelesaian 27 Juli. Begitu pula isyarat kuat dari Megawati kala itu. Namun, penyelidikan tidak berjalan lancar. Para penyidik diteror untuk tidak melanjutkan.

Masalah teknis pembuktian yang rumit membuat penyelidikan 27 Juli 1996 sangat lambat.

Soerjadi dan sejumlah orang lainnya sempat dijadikan tersangka dan ditahan, tetapi kasusnya menggantung tak kunjung dilempar ke kejaksaan. Setelah menjadi presiden pada 2001, Megawati tetap memilih diam.

Disinyalir ada pertentangan kepentingan yang dihadapi Mega menyangkut insiden 27 Juli 1996.

Baca Juga: 67 Tahun Gencatan Senjata Perang Korea, Singkat Namun Penuh Lautan Mayat, Baru Berhenti Setelah Presiden AS Ancam Lakukan Ini

Menurut Peter Kasenda dalam Peristiwa 27 Juli 1996: Titik Balik Perlawanan Rakyat (2018) Megawati dihadapkan pada kebutuhan untuk memelihara demokrasi dan stabilitas pemerintahan yang sedang dibangunnya.

Dukungan PDI-P di DPR tidak mayoritas dan kekuasaannya belum sepenuhnya terkonsolidasi. Megawati membutuhkan dukungan dari militer.

Di sisi lain, ia dituntut korban dan keluarga korban peristiwa Kudatuli untuk mengusut peristiwa yang terjadi.

Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang menjadi pengacara korban beberapa kali menanyakan komitmen Megawati dalam mengungkap kasus 27 Juli 1996.

Dalam pertemuan dengan TPDI, Megawati menyadari bahwa dirinya mempunyai tanggung jawab moral terhadap korban.

Namun, ia masih membutuhkan waktu untuk mengetahui tingkat resistensi militer.

Baca Juga: Berbondong-bondong Menuju Kubah Batu Yerusalem, Hizbullah Lancarkan Aksi Ancaman Balas Dendam Akan Perbuatan Israel Ini, Buntutnya Panjang

Ia juga mengatakan kepada TPDI bahwa penyelesaian Kudatuli tidak perlu melibatkan semua tentara. Cukup satu orang yang diadili, yakni Pangab Jenderal (Purn) Feisal Tanjung.

Namun, pihak TNI keberatan atas permintaan Megawati.

Pasalnya, jika Feisal yang diminta pertanggungjawaban, itu sama saja dengan menggugat kebijakan TNI secara keseluruhan. Resistensi ini akhirnya membuat Megawati diam dan memilih "menjaga" hubungan baik dengan militer.

Bahkan, Sutiyoso yang saat itu menjabat Pangdam Jaya didukung Presiden Megawati menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Pengadilan koneksitas yang digelar pada era Megawati hanya mampu membuktikan seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang terbukti mengerahkan massa dan melempar batu ke kantor PDI.

Ia dihukum dua bulan 10 hari. Sementara dua perwira militer yang disidang, yaitu Kol CZI Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan Satu (Inf) Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya), divonis bebas.

(*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996, Saat Megawati Melawan tetapi Berakhir Diam..."

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari