Beredar Foto NASA Tentang Penambangan di Papua yang Disebut Berdampak pada Bumi, Begini Tanggapan Freeport

K. Tatik Wardayati

Penulis

Mau tahu apa yang terjadi pada tambang Freeport? Ini hasil jepretan NASA dari angkasa luar, menyeramkan!

Intisari-Online.com – Ribut-ribut soal Freeport pernah menghiasi banyak media di Indonesia.

Siapa tak kenal dengan Papua yang dulu dikenal dengan nama Irian Jaya, yang dikenal sebagai pulau di Indonesia penyimpan harta karun terbesar.

Sumber daya alam yang dihasilkan oleh pulau paling Timur di Indonesia ini yang menarik perhatian.

Ya, tambang emas yang terpendam di pulau inilah yang sempat menjadi ‘rebutan’.

Baca Juga: Pernah Habisi 'Tambang Emasnya' Sendiri dengan 32 Tusukan, Inilah Sosok John Kei, 'Mafia Jakarta' yang Ditangkap Lagi Setelah 1 Tahun Dibebaskan

Komplek Tambang Grasberg yang terletak di Pegunungan Sudirman atau dikenal sebagai Tambang Freeport adalah salah satu operasi penambangan emas dan tembaga terbesar di dunia.

Pegunungan Sudirman membentuk bagian barat Rentang Maoke yang membentang melintasi Irian Jaya dari barat ke timur-tenggara.

Rentang ini dibentuk oleh tabrakan lempeng tektonik Pasifik yang bergerak ke utara dan Pasifik yang bergerak ke utara.

Intrusi magma panas ke lapisan batuan sedimen selama pengangkatan pegunungan menghasilkan pembentukan bijih yang mengandung tembaga dan emas.

Baca Juga: Kuatnya Kekuatan Cinta, Meski Tahu Pria China Ini Miskin dan Hanya Pekerja Tambang, Mahasiswa Cantik Rusia Ini Mau Membangun Keluarga Bersama

Bijih tembaga yang kaya ditemukan di daerah itu pada 1936, dan bijih yang mengandung emas Grasberg ditemukan tahun 1988.

Melansir Forbes, pada 2017 tambang Freeport ini menghasilkan 756 juta dollar AS Rp10 triliun dari penambangan emas dan tembaga.

Tapi ada dampak memprihatinkan dari tambang emas dan tembaga di Tanah Papua tersebut.

Melansir earthobservatory.nasa.gov, sebuah foto bisa mengilustrasikan dampak mengerikan dari tanah yang terus dikeruk.

Menurut NASA, foto ini mengilustrasikan bagian lubang terbuka selebar sekitar 4 kilometer dari kompleks tambang; ada juga pekerjaan tambang bawah tanah yang ekstensif.

Jalan akses untuk truk yang mengangkut bijih dan batuan sisa terlihat di sepanjang sisi lubang.

Baca Juga: Dulu Punya Tambang di Papua dan Berharta Rp4,6 Triliun, Setelah Bangkrut Pria Ini Menjual Asetnya Untuk Tinggal di Gubuk Reot Seorang Diri Di Pulau Terpencil

Tambang ini terletak di dekat gletser gunung ekuatorial langka yang berfungsi sebagai indikator perubahan iklim di wilayah tersebut.

Hilangnya vegetasi, penambangan lereng yang terkait dengan kegiatan penambangan, gempa bumi, dan curah hujan yang tinggi sering mengakibatkan tanah longsor yang mematikan dalam pekerjaan tambang.

Sementara proyek reklamasi lanskap telah dimulai di tambang, kelompok-kelompok lingkungan dan warga setempat prihatin dengan potensi kontaminasi tembaga dan drainase batuan asam ke dalam sistem sungai, permukaan tanah, dan air tanah di sekitarnya.

Artinya, masyarakat di sekitar area tambang menjadi rentan karena akses air terkontaminasi.

Foto Astronaut ISS011-E-9620 tersebut diambil pada 25 Juni 2005, disediakan Observasi Bumi Kru ISS dan Grup Science & Analysis Image, Johnson Space Center. (Nieko Octavi Septiana)

Baca Juga: Dicoret dari Daftar Negara Berkembang, Faktanya Indonesia Punya Sumber Kekayaan yang Membuatnya Nyaris Setara dengan AS dan China, Tapi Mengapa Tak Kunjung Kaya?

Secara terpisah, PT Freeport Indonesia memberikan tanggapan resminya kepada Intisari Online atas foto dan berita tersebut.

Menurut mereka, galian bekas tambang yang terlihat pada foto satelit adalah bekas tambang terbuka Grasberg, di mana pada area dibawah tambang terbuka, saat ini sedang dilakukan sistem penambangan bawah tanah.

Area yang di tambang masih berada di dalam area Ijin Usaha Pertambangan Khusus yang diberikan pemerintah Republik Indonesia kepada PT Freeport Indonesia.

PT Freeport Indonesia secara berkala melakukan pemantauan dampak lingkungan yang salah satunya dilakukan melalui citra satelit yang dilaporkan secara rutin ke lembaga terkait,bseperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Daerah Tingkat Provinsi dan Kabupaten, dan lain-lain.

"Mengenai perubahan iklim, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh BMKG bersama dengan Ohio State University dengan publikasi terakhir tahun 2019 oleh Donaldi et al dengan judul 'Disappearance of the last tropical glaciers in theWestern Pacific Warm Pool (Papua, Indonesia)' pencairan salju abadi di Puncak Jaya, Papua disebabkan oleh El Nino yang mengakibatkan pemanasan atmosfir dan air laut. Pencairan glacier di Puncak Jayajuga konsisten dengan pencairan glacier di seluaruh dunia akibat pemanasan global," terang Riza Pratama, Juru Bicara PT Freeport Indonesia.

Sehubungan dengan tanah longsor, kata Riza, Freeport terus melakukan pengelolaan dan pemantauan kestabilan lereng.

Batuan penutup ditempatkan pada lokasi yang telah ditetapkan untuk kemudian dilandaikan sesuai dengan praktek lingkungan terbaik sesuai standar nasional dan internasional.

Batuan penutup juga ditudungi degan batuankapur setebal 5 meter untuk mencegah terjadinya air asam tambang. Setelah proses penudungan selesai, dilakukan kegiatan revegetasi (reklamasi) sesuai dengan Rencana Reklamasi 5 Tahun yang disetujui olehKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral(ESDM), untuk kemudian dilakukan evaluasi setiap tahun, baik dari aspek keberhasilan reklamasi maupun pencegahan pembentukan air asam tambang.

Secara rutin PTFI juga melakukan pemantauan sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat, baik air permukaan maupun air bawahtanah.

Hasil pemantauan dilaporkan di dalam laporan pelaksanaan RKL/RPL yang dikirimkan kepada lembaga terkait baik di pusat maupun daerah. Hasil pemantauan menunjukkan tidak adanya kontaminasi terhadap sumber air bersih masyarakat.

Freeport juga mengklaim bahwa pihaknya terus berusaha menjaga keseimbangan alam di area penambangan.

Semua dampak lingkungan telah diidentifikasi dan diperkirakan dalam AMDAL 300K yang disetujui Pemerintah Indonesia pada tahun 1997.

"PTFI juga telah menyusun program pemantauan jangka panjang yang komprehensif meliputi kualitas air, biologi, hidrologi, tanah, sedimen, iklim, dan kualitas udara guna mengetahui kecenderungan perubahan yang terjadi terhadap komponen lingkungan tersebut akibat kegiatan operasi PTFI," ujar Riza Pratama.

Hasil pemantauan yang diperoleh kemudian dievaluasi dan digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki upayaupaya pengelolaan lingkungan Freeport.

Program utama pengelolaan lingkungan PT Freeport Indonesia, meliputi: pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan batuan penutup dan pasir sisa tambang (tailing), pengelolaan limbah, reklamasi batuan penutup dan tailing, pelestarian keanekaragaman hayati, penerapan sistem manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14001, pelaksanaan audit lingkungan, dan diseminasi informasi lingkungan hidup.

Dalam program reklamasi pasir sisa tambang, PTFI memanfaatkan lahan pasir sisa tambang sebagai lahan pertanian yang produktif atau dapat mengakomodasi banyak kegunaan lain pada akhir masa tambang.

PTFI menggunakan sistem pengelolaan pasir sisa tambang yang direncanakan untuk mengendalikan endapan pasir sisa tambang di dataran rendah.

Kegiatan pemantauan dan manajemen lingkungan hidup PTFI selalu dilaporkan secara berkala kepada Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Kami menyadari akan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan. Dalam melakukan kegiatan operasinya, PTFI menjalankan prinsip Praktik Terbaik Pertambangan (Good Mining Practice) yang merujuk pada prinsip-prinsip berkelanjutan International Council on Mining & Metals (ICMM), sebuah lembaga internasional untuk logam dan pertambangan," tegas Riza Pratama.

Artikel Terkait