Find Us On Social Media :

Kasus Gojek PHK 430 Karyawannya: Catat! Ini Perbedaan Hak Pesangon Bagi Pekerja yang Resign dan di-PHK

By Mentari DP, Rabu, 24 Juni 2020 | 15:35 WIB

Kasus Gojek PHK 430 karyawannya.

Intisari-Online.com - Salah satu perusahaan Startup ride-hailing di Indonesia, Gojek, mengumukan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dilansir dari kompas.com pada Rabu (24/6/2020), ada sekitar 430 karyawan atau 9 persen dari total karyawan yang di PHK.

Hal ini diumumkan oleh Andre Soelistyo dan Kevin Aluwi, Co-CEO Gojek, melalui e-mail pada Selasa (23/6/2020).

Dilaporkan sebagian besar karyawan Gojek yang terdampak PHK berasal dari divisi terkait layanan GoLife dan GoFood Festival.

Baca Juga: Suka dua-duanya, Seorang Pria Asal Lombok Nikahi Pacar dan Sepupu Pacarnya Sekaligus, 'Mereka Ikhlas Dimadu dan Ingin Bangun Rumah Tangga Bertiga'

Sebab, kedua layanan itu akan dihentikan pada 27 Juli 2020, setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan sejak awal pandemi Covid-19.

 

Sementara untuk mitra driver ojek online (ojol) Gojek tidak terdampak secara langsung akibat keputusan ini.

Sebab, Gojek masih akan fokus pada tiga bisnis inti, yakni transportasi (GoRide), layanan pesan antar makanan (GoFood), dan uang elektronik (GoPay). 

Untuk karyawan Gojek yang di-PHK, Gojek menyiapkan beberapa benefit, mulai dari pesangon yang disebut di atas standar yang ditetapkan pemerintah dan perpanjangan asuransi kesehatan hingga 31 Desember 2020.

Karyawan juga diperkenankan memiliki laptop yang diberikan perusahaan saat masuk bekerja untuk mencari peluang baru.

Baca Juga: Beda dari Provinsi Lain, 80% Pasien Covid-19 di Provinsi Bangka Belitung Sembuh dan Hanya Miliki 2 Kasus Kematian Selama 3 Bulan, Hebat!

 

Kasus PHK sering terjadi di banyak perusahaan.

Namun jika bicara soal PHK, maka pasti kita bicara soal pesangon.

Sebenarnya, apa perbedaan hak pesangon bagi karyawan yang di-PHK dan mengundurkan diri?

Berikut ini ulasan lengkapnya yang berawal dari pertanyaan seorang pembaca INTISARI.

Salam hormat,

Saya Darmawan, seorang karyawan swasta di salah satu perusahaan di Jakarta.

Telah bekerja di tempat tersebut selama 5 tahun, dan jabatan saya sekarang sebagai asisten manajer bidang pemasaran.

Bulan depan saya akan dipindahtugaskan ke cabang perusahaan di Kalimantan untuk jangka waktu 3 tahun.

Hal itu tentu memberatkan saya karena cabang perusahaan tersebut terletak di salah satu wilayah terpencil di Kalimantan. Terlebih lagi tahun depan saya berencana menikah.

Saya melihat tanda-tanda bahwa mutasi itu hanya topeng bagi perusahaan agar saya resign dari perusahaan itu dan agar saya tidak dapat pesangon.

Kemudian kesalahan saya dicari-cari hingga keluar surat peringatan yang membuat saya semakin tidak betah.

Jadi wajar bila saya menjadi curiga atas rencana mutasi terhadap saya itu.

Yang ingin saya tanyakan, apakah perusahaan diperbolehkan untuk memindahtugaskan sesuka hatinya tanpa memperhatikan keinginan pekerjanya?

Baca Juga: Bolak-balik Masuk Penjara, Ternyata John Kei Miliki Kekayaan Miliaran Rupiah hingga Punya 600 Anak Buah, 'Jika Saya Suruh Pergi ke Neraka, Mereka Pergi ke Neraka'

 

 

Apabila saya memutuskan untuk resign, apakah besaran pesangon yang saya terima sesuai dengan pekerja yang berstatus dipecat?

Demikian yang saya tanyakan, mohon tanggapan dari LBH Mawar Saron, terimakasih.

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan saudara.

Atas pertanyaan saudara, kami akan mengkajinya berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK), serta peraturan terkait lainnya.

Hal pertama yang perlu diketahui bersama adalah bahwa antara pengusaha dan pekerja memiliki suatu hubungan kerja, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 15 UUK, yang isinya:

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”

Hubungan kerja tersebut terjadi ketika kedua belah pihak bersepakat membuat perjanjian kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UUK.

Pasal 50 UUK:

“Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.”

Lebih lanjut, pengertian perjanjian kerja dituangkan dalam Pasal 1 angka 14 UUK, yaitu:

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”

Baca Juga: Kalahkan Jack Ma, Anak Muda Ini Berhasil Jadi Orang Terkaya Kedua di China, Kekayaannya Capai Rp635,6 Triliun!

 

 

Selain itu, secara hukum suatu perjanjian memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang bersepakat membuatnya.

Bahkan perjanjian dianggap sebagai suatu undang-undang (hukum) yang harus dipatuhi oleh para pihak dan apabila ada pihak yang menyimpang dari isi perjanjian, maka akan membawa konsekuensi secara hukum baginya.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 paragraf 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yang berbunyi:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”

Dengan demikian, apabila perjanjian kerja yang saudara buat dengan pengusaha telah memenuhi syarat sah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPer, maka kedua belah pihak harus memenuhinya sebagaimana mestinya.

Syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPer, antara lain:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Para pihak telah cakap secara hukum untuk membuat perjanjian

3. Isi perjanjian adalah suatu hal tertentu

4. Yang menjadi isi perjajian berasal dari suatu sebab yang halal”

Terkait kasus saudara, perlu dilihat terlebih dahulu apakah di dalam perjanjian kerja saudara dengan perusahaan terdapat ketentuan yang mengatur secara langsung maupun tidak langsung mengenai kewajiban saudara untuk dimutasi selama berlangsungnya perjanjian kerja.

Baca Juga: Akan Bertemu China untuk Pertama Kalinya Pasca Bentrokan, India Malah Beli Puluhan Jet Tempur dan Senjata dari Rusia, Siap Perang?

Jika memang ada, maka sudah seharusnya saudara mematuhi dan melaksanakannya, karena di dalam suatu hubungan kerja yang dituangkan dalam perjanjian kerja memiliki unsur perintah dari pengusaha kepada pekerja.

Perintah tersebut haruslah dipatuhi oleh pekerja sejauh telah diperjanjikan dalam perjanjian kerja dan perintah tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. (Pasal 1337 KUHPer)

Apabila terdapat skenario dari perusahaan untuk memutasikan saudara agar saudara mengundurkan diri sehingga perusahaan terbebas dari kewajiban pembayaran uang  pesangon, maka saudara harus membuktikannya terlebih dahulu, apakah hal tersebut memang skenario perusahaan atau memang kebutuhan dari perusahaan untuk melakukan mutasi terhadap saudara.

Apabila memang hanya skenario perusahaan dan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka yang terjadi adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan.

Atas PHK tersebut saudara memiliki hak yang diatur dalam Pasal 156 ayat (1) UUK yaitu:

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”

Mengenai kesalahan yang dicari-cari oleh pihak perusahan sehingga keluar surat peringatan yang mempengaruhi kisaran penerimanan besaran uang pesangon, apabila memang terbukti pekerja/buruh melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, pengusaha dapat melakukan PHK dengan terlebih dahulu memberikan Surat Peringatan. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 161 ayat (1) UUK:

“Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.”

Lebih lanjut Pasal 161 ayat (2) UUK menjelaskan:

“Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.”

Dengan demikian, pengusaha tidak serta merta dapat langsung melakukan PHK terhadap pekerja, tetapi harus ada surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut dengan masing berlaku 6 (enam) bulan sesuai dengan ketentuan.

(Wahyunanda Kusuma Pertiwi)

(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gojek PHK 430 Karyawan, Bagaimana Nasib Driver Ojol?")

Baca Juga: Hati-hati, Jangan Pernah Mencuci Telur Sebelum Dimasak, Bahayanya Tidak Main-main!