Find Us On Social Media :

Seperti Trump, Pemerintah Brasil Disebut Juga Meremehkan Virus Corona dan Klaim Itu 'Hanya Flu Biasa', Dampaknya Ada 800.000 Kasus Covid-19 di Brasil

By Mentari DP, Sabtu, 13 Juni 2020 | 08:50 WIB

Presiden Brasil Jair Bolsonaro.

Intisari-Online.com - Setelah hampir 6 bulan pandemi virus corona (Covid-19) menyebar di seluruh dunia, beberapa negara perlahan mulai melonggarkan peraturan jarak sosial.

Alasannya karena adanya penurunan kasus.

Bahkan ada beberapa negara yang sudah melaporkan bebas dari pandemi virus corona.

Hanya saja itu tidak berlaku bagi Brasil.

Baca Juga: Bukan Lagi Melalui Bersin atau Batuk, di Bekasi Ada Tren Penularan Covid-19 dari Rumah ke Rumah, Berawal Ada 1 Keluarga hingga ke  Pedagang Pasar

Sebab, secara mengejutkan kini negara ini menjadi titik episentrum baru virus corona.

Kini, Negeri Samba memiliki kasus infeksi tertinggi kedua setelah Amerika Serikat dengan 802.828 kasus, berdasarkan data Johns Hopkins University.

Selain itu, angka kematian akibat Covid-19 di negara itu juga terbilang tinggi.

Tercatat, ada 40.919 orang meninggal dunia di Brazail. Angka ini di bawah AS dan Inggris.

Mengapa Brasil bisa begitu terpukul oleh virus corona?

Baca Juga: Bebas Noda! Begini Cara Membersihkan Kerak pada Kompor, Langsung Terlihat Kinclong Seperti Baru Beli!

Pemerintah yang meremehkan

Presiden Brasil Jair Bolsonaro menghadapi sejumlah kecaman ketika ia menganggap remeh virus corona dengan menyebutnya sebagai "sedikit flu" yang mudah diatasi oleh Brasil.

Dia bahkan mendapat julukan Trump of the Tropics karena semangat populisnya dan pendekatan anti-sains terhadap pemerintah.

Bolsonaro bahkan meminta semua orang untuk menghadiri protes anti-lockdown dan bersikeras tak ada yang lebih penting daripada ekonomi.

Melansir Aljazeera pada 9 Mei 2020, jurnal medis ternama dunia The Lancet menggambarkan Bolsonaro sebagai ancaman besar bagi kesehatan masyarakat Brasil.

Pada April 2020, ketika jumlah korban melampaui 5.000, dia mengatakan kepada pers, "Jadi apa? Aku berkabung, tapi apa yang kamu ingin aku lakukan untuk itu?".

Politisasi Covid-19

 

Melansir dari ABC News pada 24 Mei 2020, Kepala Penasihat Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Julio Croda mengungkapkan skenario terburuk yang dihadapi Brasil pada Februari 2020.

Croda menjelaskan kebijakan secara terperinci, termasuk jaga jarak sosial. Namun, hal itu ditolak oleh Bolsonaro.

Baca Juga: Masih Ingat Saat Warga Penuhi Pasar Sebelum Lebaran? Kini, Ada 51 Pedagang di 6 Pasar di Jakarta yang Positif Covid-19!

Croda pun terpaksa mengundurkan diri.

"Selama waktu ini, ada perseteruan antara Menteri Kesehatan Mandetta dan Presiden Bolsonaro tentang rekomendasi ini."

"Untuk alasan ini, saya memutuskan untuk meninggalkan pemerintah."

"Sangat sulit karena saya ingin membantu, saya ingin mendukung kesehatan masyarakat," kata Croda.

Tiga minggu kemudian, Menteri Kesehatan Luiz Henrique Mandetta pun dipecat.

Mandetta digantikan oleh Nelson Teich yang kemudian mengundurkan diri sebulan setelah itu.

"Pandemi ini telah menjadi masalah politik. Ini masalahnya," jelas Croda.

Sistem kesehatan kurang memadai

Dalam editorialnya, The Lancet menguraikan tantangan yang dihadapi oleh Brasil.

Sekitar 13 juta orang Brasil tinggal di kota-kota kumuh, sebuah wilayah yang nyaris mustahil untuk menerapkan rekomendasi kebersihan dan jarak fisik.

Di Paradise City, daerah terbesar kedua di Sao Paulo, 100.000 penduduknya tak pernah memiliki akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan sanitasi yang layak.

Baca Juga: Mengerikan, Satu Keluarga Ditemukan Tewas, Ayah Gantung Diri dan Anak Bungsu Tenggelam di Drum Air, 'Suami Istri Cekcok, Lalu Ada Suara Ledakan'

Meski Brasil memiliki pengalaman dalam mengatasi virus Zika dan HIV, tetapi kasus virus corona bisa menjadi badai bagi negara itu.

Croda menyebut kurangnya kapasitas pengujian dan 80 kota tak memiliki tempat perawatan intensif merupakan alasan badai virus corona benar-benar menghantam Brasil.

"Ketika Anda tidak memiliki tempat tidur ICU, kematian yang terkait dengan penyakit juga meningkat," jelas dia.

Bahkan, di wilayah yang didiami oleh kelompok adat, banyak rumah sakit yang kekurangan staf.

Beberapa pasien Covid-19 yang kritis harus dievakuasi menggunakan pesawat.

Wali Kota Manaus menyebut apa yang terjadi pada rakyatnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Saya takut genosida dan saya ingin mengutuk hal ini ke seluruh dunia."

"Kami memiliki pemerintahan di sini yang tidak peduli dengan kehidupan orang," kata dia.

(Ahmad Naufal Dzulfaroh)

(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jadi Episentrum Baru, Ini Alasan di Balik Tingginya Kasus Virus Corona di Brazil")

Baca Juga: 2 Tahun Peringatan Bertemunya Kim Jong Un dan Donald Trump, Korea Utara Meradang Karena AS Disebut Hanya Beri Janji-janji Manis