Find Us On Social Media :

Kasus Virus Corona di Brasil Hampir Capai 500.000, 'Jika Amerika Latin Jadi Episentrum Baru Covid-19 Maka Itu Bisa Sangat Berbahaya, Bahkan Karantina Tak Bisa Bantu Sama Sekali'

By Mentari DP, Minggu, 31 Mei 2020 | 11:10 WIB

 

Intisari-Online.com - Pandemi virus corona (Covid-19) di Brasil semakin memburuk.

Dilansir dari news.abs-cbn.com pada Minggu (31/5/2020), Brasil mencatat rekor 33.274 kasus virus corona baru pada hari Sabtu.

Menurut Kementerian Kesehatan Brasil, total kasus virus corona di Brasil menjadi 498.440 kasus.

Dengan data ini, Brasil melompat ke nomor dua sebagai negara dengan kasus virus corona terbanyak di dunia di belakang Amerika Serikat.

Baca Juga: Sadis, Agar Dapat Rp2,7 Miliar, Wanita Ini Simpan Mayat Neneknya ke Dalam Freezer Selama 16 Tahun, Terbongkar Karena Hal Ini

Tak hanya kasus positif, dilaporkan kasus kematian juga bertambah 956 kasus dalam 24 jam terakhir.

Jika begini terus, maka Brasil dan Amerika Latin dikhawatirkan akan menjadi episentrum baru Covid-19.

"Ini adalah episentrum baru," kata Dr. Marcos Espinal, direktur penyakit menular di Pan American Health Organization dilansir dari cnn.com pada Minggu (31/5/2020).

Apa yang Dr. Marcos katakan bukan tanpa alasan.

Baca Juga: Coba Kabur dari Korea Utara di Tengah Karantina Virus Corona, Sepasang Suami Istri Ditembak Mati, 'Itu Semua Perintah Kim Jong Un'

Setelah melihat jumlah kasus baru dan kasus kematian di China, Eropa, dan Amerika Serikat, maka Amerika Latin memang menuju ke arah sana.

Dan ini semakin berbahaya.

Sebab, situasi ekonomi dan kesehatan masyarakat Amerika Latin sangat buruk. Berbeda jauh dengan kondisi di China, Eropa, dan Amerika Serikat.

Tak hanya Brasil

Kekhawatiran para ahli bukan hanya melihat data kasus virus corona yang meningkat di Brasil.

Sebab, pada pertengahan Mei, Amerika Latin melaporkan peningkatan total kasus harian yang lebih tinggi daripada Amerika Serikat dan Eropa.

Tak hanya itu, kekurangan tes global dan keengganan beberapa negara untuk melakukan tes massal juga menimbulkan keraguan tentang apakah kasus dan kematian dihitung secara akurat di wilayah tersebut.

"Ada kemungkinan jumlah kasus di sana lebih besar dari angka yang dilaporkan," kata Dr. Espinal.

Respon pemerintah yang dipertanyakan

Ketika pandemi virus corona pecah di China hingga ke Eropa, hanya ada beberapa negara di Amerika Latin yang bersiaga.

Sementara yang lainnya tidak melakukan apa-apa.

Baca Juga: Disebut Baik dalam Tangani Covid-19, Korea Selatan Malah Gagal Terapkan 'New Normal', Ada Lonjakan Kasus dan Buat Sekolah serta Tempat Umum Langsung Ditutup Kembali

"Ada beberapa contoh buruk pemerintah yang tidak peduli, dan presiden memilih untuk tidak bertindak," kata Luis Guillermo Solís, mantan Presiden Kosta Rika.

Dia secara khusus menunjuk kepala dua negara terbesar di Amerika Latin, Brasil dan Meksiko, yang tidak melakukan apa-apa.

Presiden Brasil Jair Bolsonaro dan Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador disebutkan menganggap remeh virus corona.

Bahkan Presiden Bolsonaro menyebutnya "flu kecil".

Sementara López Obrador mengangkat dua jimat pada konferensi pers.

Lalu dengan tersenyum, dia mengatakan jimat tersebut akan melindunginya.

Ketika Brasil dan Meksiko kurang cepat menangani pandemi virus corona, negara lain mencoba untuk melindungi negaranya.

Peru, Chili dan Ekuador sudah menutup perbatasan mereka sejak pertengahan Maret.

Sementara mereka juga melakukan karantina dan menerapkan kebijakan lockdown nasional.

Tetapi sepertinya tak berjalan baik.

Sebab, dua bulan kemudian, Peru menjadi negara dengan kasus positif terbanyak kedua di Amerika Latinsetelah Brasil memiliki kasus.

Lalu Chili berada di urutan ketiga dan kota Guayaquil di Ekuador menjadi salah satu kota dengan tingkat kematian tertinggi di dunia.

Baca Juga: Sebuah Desa Terpencil di Himalaya Ini Masih Lakukan Tradisi Istri Punya Banyak Suami, Bahkan Sudah Berjalan Seabad Lamanya, Begini Nasib Mereka

Situasi di negara-negara itu memburuk meskipun ada upaya luas dan proaktif oleh pemerintah untuk mengendalikan virus.

Dengan fakta itu, para ahli berkata bahwa karantina tidak cukup untuk menghentikan penyebaran virus corona di Amerika Latin.

Alasan lain adalah ketidaksetaraan ekonomi dan kurangnya investasi dalam sistem kesehatan masyarakat yang di manamelemahkan kemampuan untuk merawat orang sakit.

Sudah sejak lama, Amerika Latin dikenal menjadi wilayah dengan ketimpangan ekonomi terburuk di dunia.

Akibatnya tanpa pandemi virus corona sekali pun setiap harinya kadang ada pekerja yang tidak mendapat gaji.

Sehingga mereka harus menjual beberapa barang mereka hingga menjual rumah.

Inilah yang membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khawatir jika Amerika Latin menjadi episentrum baru virus corona.

Baca Juga: Awalnya Sempat Kerepotan, Kini Malaysia Laporkan Tidak Ada Kasus Kematian Akibat Covid-19 Selama 7 Hari Berturut-turut