Penulis
Intisari-Online.com - Hari ini, 'Sobat Ambyar', julukan untuk fans Didi Kempot merasakan patah hati yang mendalam.
Sang idola, Didi Kempot, meninggal dunia pada Selasa (5/5/2020) pagi di Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, Jawa Tengah.
Menurut Kakak Kandung Didi Kempot, Lilik, akhir-akhir ini sang adik kelelahan karena banyak kegiatan.
Sementara itu santer terdengar kabar yang menyebutkan jika Sang Legenda Campursari diduga meninggal karena serangan jantung.
Kabar meninggalnya Didi Kempot memberikan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia.
Terlebih sosok yang satu ini belakangan kembali berada di atas popularitas.
Lagu-lagunya kembali banyak didendangkan, terutama oleh kawula muda.
Julukan 'sobat ambyar' untuk para fansnya pun tak lepas dari ciri khas lagu-lagu Didi Kempot yang menceritakan tentang patah hati.
Sebut saja lagu 'Cidro', 'Sewu Kutho', 'Suket Teki', hingga 'Ninggali Tatu'.
Berbagai lagu bertema patah hati yang dibawakan sosok yang dijuluki pula sebagai 'The Godfather of Broken Heart' ini begitu dekat dengan masyarakat.
Hal itu pula yang diakui Didi Kempot menjadi alasannya memilih untuk menulis lagiubertema patah hati.
"Kayaknya di seluruh dunia lagu dengan genre semacam ini selalu tahan lama. Itu saja alasannya," ujar Didi Kempot saat ditemui dalam jumpa pers "Konangan Concert" di Jakarta, Jumat (20/9/2019), seperti dikutip dari Antara.
Benarkah patah hati bisa menyebabkan kerusakan jantung?
Patah hati memang pengalaman yang banyak dilalui oleh orang-orang.
Berbicara tentang patah hati, benarkah patah hati bisa menyebabkan kerusakan jantung?
Menurut peneliti dari Inggris, tekanan emosi yang berat (patah hati) dapat merusak jantung seperti halnya sebuah serangan jantung.
Di Inggris sedikitnya ada 3.000 orang dewasa menderita ‘sindrom patah hati’ setiap tahunnya.
Namun, sindrom yang dikenal juga dengan nama ‘takotsubo’ ini jumlah sesungguhnya mungkin lebih banyak lagi.
Patah hati biasanya dipicu sebuah kehilangan dan terjadi ketika stres akan sesuatu menyebabkan otot jantung menjadi terdiam dan melemah.
Namun, sampai saat ini dokter mengira kerusakannya hanya sementara dan akan sembuh dengan berjalannya waktu.
Tetapi ternyata, peneliti dari University of Aberdeen menemukan bahwa kondisi jantung melemah secara permanen, setara dengan sebuah serangan jantung.
Sejauh ini, penelitian yang berlangsung panjang, itu diikuti oleh 37 pasien dengan takotsubo rata-rata selama 2 tahun.
Mereka menjalani pemeriksaan gelombang suara tinggi dan MRI pada jantung mereka.
Ternyata, ditemukan kerusakan yang terlihat sudah berlangsung lama setelah peristiwa terjadi yang memicu kali pertama kondisi ini.
Banyak pasien sangat mudah menjadi lemah dan tidak dapat berolahraga meskipun dokter menduga mereka telah sembuh.
Peneliti mengatakan, pasien seharusnya ditawarkan obat yang sama dengan mereka yang jantungnya rusak akibat sebuah serangan jantung.
Dilansir dari situs Mail Online, Senin (13/11), peneliti mempresentasikan penelitian mereka pada ajang American Heart Association Scientific Sessions di Anaheim, California, Amerika Serikat.
Takotsubo menjadi meningkat dari yang diduga sebelumnya. Begitu menurut ketua penelitian di University of Aberdeen, Dr. Dana Dawson.
“Ini adalah penelitian lanjutan yang lama akan efek jangka panjang dari takotsubo. Dan penelitian ini memperlihatkan secara jelas efek rasa sakitnya permanen pada jantung peneritanya,” kata Dr. Dana Dawson.
Pasien patah hati ini tidak mempu melakukan olahraga secara fisikal dan lebih gampang lelah.
Peneliti memperlihatkan bahwa takotsubo membutuhkan perawatan yang sama mendesaknya dengan orang yang mengalami masalah jantung.
Selain itu, pasiennya butuh perawatan terus menerus untuk efek jangka panjangnya.
Disebutkan pula bahwa wanita lebih umum terpengaruh kondisi ini dibandingkan pria.
Diperkirakan kasusnya lebih banyak dibandingkan yang diketahui.
“Takotsubo adalah sebuah penyakit yang menghancurkan yang dapat merusak kesehatan seseorang secara tiba-tiba,” kata Prof. Jeremy Pearson, Direktur Asosiasi Medis di Yayasan Jantung Inggris.
Ia menambahkan, sebelumnya para dokter mengira efek penyakit yang mengganggu kehidupan ini hanya sementara saja.
Namun kini, para dokter dapat melihat takostubo dapat berlanjut memengaruhi penderitanya di sisa hidup mereka.
Baca Juga: Minum Es Atau Minum Air Hangat Saat Buka Puasa, Mana yang Lebih Baik?
“Pengobatannya tidak dalam jangka waktu singkat bagi mereka yang menderita takotsubo, karena kami salah menduga pasien telah sembuh sepenuhnya,” lanjut Prof. Jeremy Pearson.
Penelitian terbaru ini memperlihatkan ada efek jangka panjang pada kesehatan jantung.
Karena itu, pasiennya harus dirawat dengan cara yang sama seperti mereka yang beresiko gangguan jantung.
Kondisi ini terjadi ketika stres yang berat menyebabkan jantung menjadi terdiam, pada bilik jantung sebelah kiri, dan berubah bentuknya.
Takotsubo kali pertama diidentifikasi di Jepang pada 1990-an.
Istilah takotsubo berarti mangkuk octopus, yang menggambarkan kecacatan bentuk dari jantung.
Ilmuwan masih mencoba memahami bagaimana tepatnya hal itu terjadi dan mengapa hanya beberapa orang yang mengalami, sementara yang lainnya tidak.
Pada tahun lalu, penelitian di Swiss menemukan kondisi ini umumnya dipicu oleh peristiwa yang menggembirakan maupun yang menyedihkan.