Ketika Tentara Merah Mengubah Lapangan Bola Basket Jadi Kebun Ubi, Olahraga pun Jadi Profesi di RRC

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Saat terjadi Revolusi Kebudayaan, tentara Merah mengubah lapangan bola basket dengan tanaman ubi. Tapi sekarang olahraga menjadi profesi di China.

Intisari-Online.com – "Sekali lagi Feng Yi!" teriak seorang guru di Sekolah Yangtse di Nanking. Si kecil yang berusia tujuh tahun, dengan pita kuning di rambut dan pipi merah seperti apel, maju lagi. la jungkir balik dengan tangan di bawah.

Gayanya sangat profesional. Feng Yi seperti setiap murid sekolah dasar setiap hari berolahraga satu jam. Karena dia sangat berbakat, ia mendapat empat jam latihan senam tambahan. Andaikata ia maju terus, para guru akan mengirimnya ke sekolah olahraga amatir di kota.

Di seluruh negara ada 2.600 lembaga seperti itu dengan 250.000 anak didik. Kebanyakan mempunyai asrama dengan ruangan tidur yang sangat sederhana.

Pagi hari mereka mendapat pelajaran biasa dan sore hari mereka harus berolahraga. Sekolah olahraga amatir tujuannya untuk mencari bibit baru.

Baca juga:

Barang siapa bisa meraih medali banyak, bisa naik setingkat lagi. Mereka akan dikirim ke salah satu dari dua belas akademi olahraga Cina yang terbesar di seluruh negara. Di situ mereka hanya akan mendapat pelajaran olahraga, termasuk teori dan psikologi.

Makan, penginapan dan pendidikan gratis seluruhnya. Para mahasiswa mendapat uang saku. Semua olahragawan terkenal akan ke akademi.

Baca juga: Olahraga Gulat di Asian Games yang Digambarkan di Atas Perangko

"Saya juga ingin ke situ," kata si kecil Feng dari Nanking. Gurunya tertawa bangga mendengar ucapan itu. "Sekarang merupakan suatu kehormatan untuk menjadi atlet top," ia menambahkan.

Bukan hanya suatu kehormatan, tetapi juga karier yang menarik. Soalnya, bintang olahraga mendapat banyak hak istimewa.

Mereka dianggap sebagai karyawan olahraga, seperti mahasiswa prof di Moskwa atau Berlin Timur yang bisa mengabdi seluruhnya terhadap olahraga.

Hadiah uang yang diperoleh dalam pertandingan internasional harus diserahkan, tetapi hadiah barang seperti cassette recorder atau radio transistor boleh diambil oleh atlet-atlet top itu. Lagi pula mereka tidak usah memikirkan masa depannya.

"Negara sangat memperhatikan kami," kata peloncat jauh Zou. “Tokoh partai sudah mengatakan kepada saya bahwa saya sekali waktu akan mendapat pekerjaan sebagai pelatih atau guru olahraga.”

Baca juga: Dengan Total 91 Medali, Inilah Cabang Olahraga yang Paling Sering Memberi Indonesia Medali di Asian Games

Juga rumah baru bisa diperoleh lebih cepat dibandingkan orang biasa yang sering harus menunggu sampai sepuluh tahun.

Olahraga dalam sejarah Cina

Siapa yang bisa dianggap sebagai "olahragawan berhasil" yang mendapat perlakukan khusus? Itu sudah didefinisikan oleh "komisi kebudayaan jasmani" di Beijing dengan jelas. Yang mendapat hak istimewa paling tinggi ialah mereka yang mendapat "medali olahraga kehormatan nasional".

Untuk bisa memperoleh penghargaan itu perlu dipecahkan rekor dunia atau memenangkan kejuaraan dunia. "Medali olahraga nasional" ada tiga tingkatnya:

Tingkat satu untuk mereka yang bisa meraih juara satu dan dua dalam suatu kejuaraan internasional, tingkat dua untuk mereka yang menduduki tempat keempat sampai delapan, sedangkan tingkat ketiga untuk kejuaraan nasional dan juara Asian Games.

Insentif prestasi dalam olahraga cocok dengan konsep total ideologi pragmatis pemimpin partai Deng Xiaoping. Barang siapa berprestsi lebih besar, harus mendapat bagiannya. Demikian pendapat di Beijing saat ini.

Baca juga: Masih Muda dan Tidak Diunggulkan, Namun Lanny Kaligis Menjadi Ratu Gelanggang Tenis Asian Games

Karena akhir-akhir ini militer juga sudah mendapat pangkat, apa salahnya kalau orang lain juga mengungguli orang lain. "Demi nusa dan bangsa" para olahragawan harus menang dan dengan demikian menaikkan rasa harga diri orang Cina.

Selain itu Cina juga ingin mewakili rekan-rekan dari dunia ketiga sebagai raksasa olahraga. Rekor dunia dan medali memang sering lebih menaikkan prestise daripada proyek pengembangan yang mahal.

Olahraga dan politik sejak zaman kuno berjalan bahu-membahu. "Dengarlah ayam berkokok dan raihlah pedang," demikian bunyi suatu pepatah zaman dinasti Tsin pada abad ketiga, lalu mereka melakukan olahraga bela diri.

Para penguasa mendorong olahraga, karena mereka yakin dengan demikian akan memperkuat "perasaan tanggung jawab patriotik", lalu pertahanan negara juga akan diperkuat.

Biarawan Shaolin dengan tubuhnya yang ditempa karena latihan kung-fu telah menyelamatkan kaisarnya dari gangguan musuh pada abad ketujuh. Penguasaan Cina oleh kaum Manchu pada abad ketujuh belas mengakibatkan pengikut kaisar Ming yang dikalahkan bergabung.

Baca juga: Evolusi Kayak, Salah Satu Cabang Olahraga Asian Games yang Seru!

Karena tidak ada senjata lain mereka melatih kekuatan fisiknya sendiri. Dari perkumpulan bawah tanah itu kemudian direkrut pejuang yang kemudian mencetuskan Revolusi Boxer yang terkenal pada, tahun 1900. Mereka menentang kekuasaan kolonial yang bertindak semena-mena.

Lapangan bola basket menjadi ladang ubi

Pentingnya kesegaran jasmani telah diinsafi Mao Zedong ketika ia mengadakan long march. Lebih dari 12.000 km ditempuh dari Oktober 1934 sampai Oktober 1935 melintasi Cina. Apa yang dimulai sebagai pelarian terhadap kaum nasionalis berakhir dengan pengukuhan partai komunis di seluruh negara.

Ribuan yang meninggal dalam perjalanan melintasi gunung-gunung yang tertutup es dan rawa-rawa yang tercemar malaria. Hanya satu dari tiga pengikutnya yang tetap hidup, yakni mereka yang paling kuat fisiknya.

Tidak heran kalau Mao setelah berhasil menang tahun 1949 tetap memprogandakan "tubuh baja". Untuk membuktikan kesportifannya ia berenang di Sungai Yangtse pada usia 73 tahun. Menurut pers waktu itu dalam waktu rekor. Itu berkat arus yang kuat menurut orang dekat sekarang.

Baca juga: Lanny Gumulya Peloncat Indah Asian Games 1962 yang Serba Bisa dan Berhasil dalam Olahraga maupun Kehidupan Rumah Tangga

Untuk menaikkan prestasi kerja rakyat kita harus menjadi rakyat atlet pernah dikatakan oleh Ketua Mao. Namun Beijing tak lama kemudian mengisolir olahragawannya.

Karena International Olympic Committee masih mengundang "bandit-bandit dari. Taiwan (sebutan mereka). Orang RRC sejak tahun 1956 absen dari Olimpiade. Tahun 1958 mereka bahkan keluar dari IOC.

Tahun 1966 dimulai Revolusi Kebudayaan, revolusi melawan kebudayaan Cina tradisional dan melawan setiap pengaruh asing. Latihan kung-fu dilarang, sekolah olahraga bela diri diratakan dengan tanah. Tempat latihan bola basket nasional di Puning ditanami ubi.

Tentara Merah memasuki lapangan sepakbola. Bukan untuk menendang bola, tetapi untuk merusak gawang dengan kapak. Juara dunia tenis meja Chuang harus mengucapkan kritik pribadi: Saya tidak boleh menerima arloji dari setan asing, saya malu atas perbuatan saya.

Pemain tenis bikin gara-gara

Tindakan politik olahraga mengakhiri masa gelap itu. Tahun 1971 Beijing mengundang pemain tenis meja Amerika untuk melakukan suatu pertandingan persahabatan. Diplomasi tenis meja delapan tahun kemudian berakhir dengan pemulihan kembali hubungan diplomatik dengan Amerika.

Baca juga: Inilah Senjata yang Telah Mencetak Para Pahlawan Dunia dan Atlet Kelas Internasional di Asian Games

Tahun 1979 RRC kembali ke keluarga olahraga Olimpiade. Juga orang Cina Taiwan tetap di IOC, namun sekarang sebagai Komite Taipeh dan mereka tidak boleh mewakili seluruh negara.

Hubungan sudah demikian lunak, sehingga orang Cina dari RRC boleh bertanding dengan wakil Taiwan selama suatu pertandingan softball. (Selama Grand Prix Pro Kennek di Jakarta tanggal 14-18 Desember yang lalu, pemain-pemain bulutangkis RRC bahkan tidak merasa kikuk main dalam pertandingan yang disponsori perusahaan alat olahraga Taiwan).

Namun hubungan bebas dengan luar negeri itu juga tidak berjalan tanpa kekecewaan. Tahun 1982 petenis RRC paling terkenal, Hu Na, telah membelot ke AS dan minta suaka politik.

Pers komunis menuduh agen Taiwan yang "menculik" gadis berusia dua puluh tahun itu. Deng Xiaoping pribadi yang minta kepada Presiden Reagan untuk mengirim kembali gadis itu, tetapi yang terakhir ini malahan menganggap Hu Na sebagai pelarian politik.

Setelah itu pertukaran olahraga dan kebudayaan dengan Amerika dihentikan.

Hu Na sekarang pemain prof dan berhasil masuk dalam kelompok 50 terbaik. Setiap tahun ia mendapat sekitar 80.000 mark (sekitar 29, 1 juta rupiah) dibandingkan bayaran terakhir 1.500 mark (sekitar 546.000 rupiah) di RRC. Bagaimana nanti di Los Angeles?

Apakah pejabat Cina tidak takut kalau para olahragawan nanti berbondong-bondong melarikan diri?

Baca juga: Mengundurkan Diri sebagai Tuan Rumah Asian Games 2018, Ini 5 Fakta Menarik tentang Hanoi, Vietnam!

Kepala pelatih team atletik ringan Yu Zhangyan sambil tertawa riang mengatakan, "Ah, apa boleh buat. Saya lebih merisaukan kalau anak didik saya merokok dan kondisinya menurun daripada kesulitan politik. Nanti tidak bakal ada larangan bepergian bagi olahragawan Cina di Los Angeles dan mereka boleh berhubungan dengan rekan-rekan dan pejabat dari Taiwan. Pokoknya, keberhasilan kami akan menunjukkan bahwa sistem sosialis kami memang hebat," katanya.

Pelatih RRC juga mengalami kesulitan disiplin. Terutama pelatinggi Ludouya, "kuncup kedelai" tinggi Ludouya, "kuncup kedalai" seperti ia menyebut anak didiknya dengan penuh cinta kasih. Soalnya, dia seorang anak muda yang tahu apa yang dikehendaki. Bukan saja karena ia suka walkman dan Wiener Waltz.

Bulan Juli 1981 Zhu cedera dan harus menangguhkan berlatih selama empat bulan. Tiba-tiba ia enggan berolahraga, terus makan yang manis-manis dan ia menjadi gendut. Suatu komisi olahraga Shanghai terpaksa ikut campur dan mereka minta nasihat dari seorang psikiater.

Tidak lama kemudian berkat nasihat halus Zhu merasa bahwa ia harus melompat lebih tinggi lagi. "Saya merasa bahwa semua sudah beres ketika saya melihat dia berlatih dengan muka kesakitan pada suatu pagi," kata pelatih Hu.

"Kaus kakinya berlumuran darah, karena kakinya kena pecahan sesuatu, tetapi ia tidak mau berhenti berlatih."

Baca juga: Dulu Dianggap Hanya Buat Pesolek, Kini Sepeda Dibalapkan dalam Asian Games 2018

Petunjuk penting dalam majalah olahraga

Olahraga Cina "Baru" juga tidak bisa terhindar dari pertanda zaman "kapitalis", seperti penonton yang bikin onar dan cetusan chauvinisme. Beberapa waktu yang lalu setelah team bola volley wanita memenangkan kejuaraan dunia berpuluh ribu orang berbondong-bondong ke Lapangan Tien An Men, sehingga lalu lintas macet.

Mereka membakar kantung kertas. "Cina nomor satu," teriak anak-anak muda mabuk. Orang asing yang lewat diludahi.

"Aksi tidak berbudaya yang menurunkan harkat bangsa,'' tulis majalah olahraga Xin Tiyu (Kebudayaan olahraga baru) tentang peristiwa ini. Para pejabat partai malahan mengancam akan bertindak keras, andaikatan hal seperti itu terulang lagi.

Xin Tiyu merupakan satu dari lima mingguan RRC yang isinya khusus olahraga. Oplahnya total hampir enam juta eksemplar. Pemimpin redaksinya Hao Keqing, yang pada zaman Revolusi Kebudayaan harus menggembalakan babi.

Kini ia mencoba untuk sesedikit mungkin menyinggung aspek politik. "Segi politik toh tidak menarik siapa pun juga," katanya secara diplomatis.

Namun Hao mengakui bahwa kadang-kadang ada instruksi dari atas. Ketika di gambar kulit terus muncul olahragawati cantik ia diminta untuk mengganti dengan olahragawan. Soalnya, seks tidak boleh ikut "main".

Dalam salah satu nomornya terakhir ada artikel yang menunjukkan cara untuk menghilangkan gairah dengan sukses. Judul karangan itu: "Dengan gosokan air dingin melawan flu dan rangsangan tidak baik". •

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 1984)

Baca juga: Yuk Coba 9 Cara Meningkatkan Stamina Tubuh Ala Atlet Asian Games

Artikel Terkait