Advertorial
Intisari-Online.com – Pada hari terakhir dari tornamen tenis dalam Asian Games ke-5 di Bangkok baru-baru ini, terjadi suatu pertandingan yang mengejutkan dunia pertenisan intemasional.
Turun ke gelanggang pemain wanita yang terbaik dari Jepang, Kasuko Kuromatsu, peserta “seeded" pertama, yang berperawakan kecil mungil, tetapi sudah banyak pengalaman dalam-pertandingan tenis internasional.
Sebagai lawannya, tampil seorang gadis remaja dari Indonesia. Tubuhnya agak jangkung untuk seorang wanita Asia, dan manis senyum yang berkembang di bibirnya. Itulah Lanny Kaligis, seorang peserta yang tak di “seeded" dan tak disangka-sangka berhasil masuk ke babak final
Kebanyakan para penonton bersimpati pada gadia jelita dari Indonesia itu berkat suksesnya dalam pertandingan yang lampau dengan hasil dua medali emas dan sebuah medali perunggu.
Tetapi mereka toh masih cenderung untuk memastikan pihak puteri Jepang sebagai pemenang.
Bagi publik Indonesia, masuknya Lanny ke babak final, memang merupakan surprise, justru karena Lita Lim yang dijagokan untuk merenggut medali emas, secara tak terduga tersisihkan dalam babak semi final.
Sudah terbayang satu medali baru bagi kontingen Indonesia, meskipun medali emas belum terpikirkan.
Duel di Asian Games V
Kubu Jepang belum begitu yakin. Dipihak mereka Kasuko Kuromatu adalah pemain wanita terbaik disamping Yoko Obata. Sedang Lanny Kaligis justru bukan merupakan pemain single yang ditampilkan oleh regunya sendiri, lagi pula masih hijau baik dalam usia maupun dalam pengalaman internasional.
Namun, dibabak seperempat final gadis muda dari Indonesia itu telah menghancurluluhkan Yoko Obata, 6-0, 6-3.
Perintang di babak semi final ialah juara Muangthai, Phanow Sudsawasdi, yang pernah mengalahkan Lanny belum lama berselang dalam kejuaraan Malaysia, dan kini seeded ke 3, dilampaui juga., sekalipun dalam tiga set, 6—1, 2—6, 6—3.
Lanny sendiri tak bimbang sedikitpun. Memang adalah pembawaan baginya untuk tetap tabah dan tenang menghadapi keadaan yang menentukan baginya.
Kemenangan baginya dianggap tetap mungkin, siapapun lawan yang dihadapi. Diantara para penonton terdapat pula seorang yang yakin akan kemampuan Lanny.
Baca juga: Inilah Senjata yang Telah Mencetak Para Pahlawan Dunia dan Atlet Kelas Internasional di Asian Games
Orang itu ialah Harry Hopman, bekas pemain internasional terkemuka dan kini coach dan pemimpin regu Davis Cup Australia.
Pertandingan final Asian Games di Bangkok itu berlangsung sesuai dengan harapan para supporters Indonesia, keyakinan Lanny sendiri dan Harry Hopman.
Praktis hanya sekali Kasuko diberi kesempatan ambil inisiatip dan pegang pimpinan dalam perlombaan, yakni ketika ia menang toss dan memilih bola, yang berarti servise dahulu. Game pertama ia menangkan. Tetapi, kemudian Lannylah yang selanjutnya mengendalikan jalannya pertandingan.
Kasuko telah mencoba segala kemampuannya, melancarkan drivenya yang keras dan terarah, maju ke depan untuk melancarkan serangan-serangan volleynya. Tetapi, drive-drivenya dikembalikan secara teratur oleh Lanny, dan volley-volleynya dibuat tak berdaya.
Baca juga: Dulu Dianggap Hanya Buat Pesolek, Kini Sepeda Dibalapkan dalam Asian Games 2018
Bahkan hampir setiap kali Kasuko mendesak kedepan, Lanny berhasil melewatinya dengan drivenya yang dalam dan berkelibat melalui garis panjang. Drive forehand sepanjang garis itulah yang merupakan senjata ampuh dari Lanny.
Tetapi, kalau dengannya Kasuko berhasil didesak kesudut backhandnya, maka Lanny pandai juga berdrive silang memencarkan posisi lawannya.
Ketenangan dan keuletan Lanny bermain membuat Kasuko kehilangan keseimbangannya. Banyak kesalahan-kesalahan dibuatny, yang sebetulnya tidak perlu dibuat.
Tidak jarang volley Kasuko bersarang didalam jaring, drive-drivenya jatuh diluar garis. Lanny akirnya menang dengari 6-2, 6-3. Dan bertambahlah sebuah medali emas untuknya. Dua emas dimenangkan sudah.
Baca juga: Yuk Coba 9 Cara Meningkatkan Stamina Tubuh Ala Atlet Asian Games
Yang pertama bersama Lita Liem dan Mien Suhadi ketika regu Indonesia menangkan kejuaraan beregu; yang lain untuk kejuaraan ganda perorangan berpasangan dengan Lita Liem. Sebuah medali perunggu memperkaya koleksinya, karena berhasilnya mencapai babak semi final bersama dengan Go Soen Houw.
Keluarga penggemar tenis
Matulanda atau dalam panggilannya sehari-hari Lanny dilahirkah di Geser, ibu kota Ceram Timur di Maluku, pada tanggal 22 April 1949. Ia merupakan anak yang kedua dan puteri yang pertama dari Dr. dan Ibu Kaligis, yang sejak tahun 1953 sudah bertempat tinggal di Bandung.
Dalam keluarga Dr. Kaligis, yang memang benar-benar olahraga “minded", tidak mengherankan, bahwa Lannypun sejak kecil gemar berolahraga. Dimasa sekolah dasar ia menonjol diantara kawan-kawannya dalam segala macam permainan, dalam kasti, misalnya.
Pernah ia tertarik sekali oilh olahraga bulutangkis karena ayahnya telah membuatkan untuk anak-anaknya lapangan di halaman rumah. Tetapi, karena keluarga Kaligis memang merupakan keluarga tenis, maka Lannypun tidak dapat terhindar dari daya tariknya yang kuat.
Dr Kaligis sendiri dimasa mudanya pernah bermain sepakbola dan merupakan pemain yang terhitung dalam masyarakatnya. Kini ia adalah seorang pemain tenis, yang mahir juga dan sedikitnya mampu memberikan bimbingan yang dibutuhkan oleh anak-anaknya.
Adapun merupakaa suatu kebiasaan bagi keluarga Dr. Kaligis untuk pada setiap hari Minggu sehabis beribadat di Gerejanya, beramai-ramai pergi ke Bumi Sangkuriang menghabiskan libur akhir pekan.
Dan ditempat hiburan perkumpulannya itu mereka semuanya bermain tenis – ayah, ibu, Rini, putera suulung, Benny, Vonny, kecuali puteri bungsu yang masih kecil, Wully.
Ketika Lanny mulai terpikat pada tenis dan berlatih secara sungguh-sungguh pada umur 13 tahun, kiranya Vonnypun masih terlampau kecil. Kini, ia sudah berusia 13 tahun, dan permainannya menarik perhatian orang banyak.
Baca juga: Gerakan 'Ayo Olahraga', Bentuk Dukungan untuk Asian Games 2018
Benny merupakan seorang sparing partner yang sepadan bagi Lanny. Rini, kakaknya, pada tahun 1965 pernah merenggut gelar juara dalam kejuaraan tertutup Jabar dalam ganda putera junior bersama Sie Hong Bing, adik juara Indonesia, Sie Nie Sie.
Lanny beruntung sekali mempunyai ayah penggemar sport dan seorang pemain tenis, yang mempunyai cukup kemahiran dan pengamatan mendalam untuk melatih anaknya sendiri.
Namun pernah ayahnya hendak menyerahkan Lanny untuk digembleng oleh ayah Sie Nie Sie yaitu Sie Jong Djioe SH, ketika yang tersebut belakangan ini menawarkan diri untuk melatih Lanny.
Untunglah, kemudian Sie Jong Djioe tidak muncul-muncul hingga Dr. Kaligis sendirilah yang akhirnya membimbing anaknya.
Baca juga: Meski Didera Konflik Bersenjata, Suriah Siap Meriahkan Asian Games 2018 di Indonesia
Selain membimbing Lanny dalam permainannya, Dr. Kaligis menuntunnya dalam pembentukan mental olahraga. Karena ayahnya seorang dokter, maka dalam hal makanan Lanny dapat terjaga.
Kiranya hal makanan inilah yang membawa Lanny dalam keadaan fisik yang memberinya kemampuan untuk selama sembilan hari di Bangkok bertanding tiga kali sampai pada babak terakhir dan sekali sampai pada babak semi final, dan mencapai sukses yang diinginkan.
Mendaki tangga kejuaraan
Enam bulan setelah ia mulai bermain tenis secara sungguh-sungguh Lanny sudah terjun di lapangan pertandingan. Pertama-tama ia kalah dengan angka yang cukup mengesankan, 0-6, 0-6. Tetapi ia kalah dari anak Tegal, yang kemudian baru kalah di babak semi final.
Tornoi yang pertama itu ialah kejuaraan yunior se-Jabar di Bandung. Lanny waktu itu berlomba dalam kelas remaja. Pengalaman pertama yang cukup pahit itu sedikitpun tidak mengecilkan hatinya.
Pada hari Paskah tahun 1964, Lanny turut serta dalam kejuaraan junior Maesa seluruh Indonesia di Jakarta. Karena tidak cukup peserta yunior perempuan, maka tornoi tersebut terbuka untuk pemain-pemain dari kedua kelamin.
Setelah tornoi yunior di Bandung itu ternyata Lanny mencapai kemajuan yang pesat. Dalam tornoi Paskah Maesa itu ia berhasil maju terus sampai babak final, di mana ia dipaksa akan menyerah kalah oleh pemain junior lelaki dari Makasar, Dolf Kawilarang.
Sampai sekarang ini sebenarnya Lanny, yang kini baru duduk di kelas dua SMAK Bandung, belum memiliki riwayat tenis yang luar biasa. Karier gadis dengan senyumnya yang manis itu sedianya masih terlampau pendek. Yang penting kini kiranya adalah masa depannya.
Selama masa setahun lebih, selama masa penggemblengannya sebagai pemain yunior, Lanny berhasil menggondol lima hadiah, semuanya hampir dalam permainan berganda dan sebagai yang kedua saja.
Memang Lanny merupakan seorang pemain ganda yang baik dan dapat menyesuaikan permianannya pada partnernya. Pada Desember ’64 dalam kejuaraan yunior di Malang ia menjadi runner-up dalam dobel campuran dengan Sie Hong Bing.
Pada bulan Februari 1965 dalam kejuaraan tertutup se-Jabar ia berpasangan dengan Sonny Ong dan memperoleh hadiah kedua lagi. Di Semarang pun dalam tornoi Paskah 1965 bersama dengan Otty Oey ia dikalahkan di babak final.
Tetapi dalam kejuaraan yunior di Bandung pada pertengahan 1965 dalam kelas teruna Lanny merenggut hadiah pertama dalam singles, suatu pertanda akan kemampuannya dalam permainan tunggal.
Dalam bulan Juni tahun itu juga Lanny diikutsertakan dalam turnamen invitasi Pelti di Jakarta. Kembali ia berpasangan dengan rekan sekotanya, Sonny Ong, dan kembali ia sampai pada tempat kedua.
Tahun 1966 merupakan tahun pertanda bagi Lanny akan masa depannya dalam pertenisan internasional. Pada bulan Februari dalam tornoi Pelti dalam rangka perayaan ulangtahunnya, Lanny memenangkan kejuaraan-kejuaraan kedua dalam singles dan double.
Ia hanya dikalahkan oleh pemain-pemain terkuat senegaranya. Dalam doubles I aberpasangan dengan Isye Sumarna.
Baca juga: 10 Negara Peraih Medali Terbanyak Sepanjang Sejarah Asian Games, Indonesia Nomor Berapa Ya?
Pada pertengahan tahun Lanny memperoleh kesempatan luar biasa dari Pelti dengan diikutsertakannya dalam regu kecil Indonesia, yang mengadakan sekadar “Tour Asia”. Mereka adalah: selain Lanny, Mien Suhadi, Sofjan Mudjirat, dan Diko Murdono.
Yang merupakan puncak kejadian bagi Lanny Kaligis dalam tur Asia itu adalah kejuaraan Malaysia di Ipoh, dari tanggal 1 sampai 5 September.
Di sini bakat Lanny nampak nyata, bahkan menarik perhatian Harry Hopman coach Australia yang telah kiga jumpai di atas. Berpasangan dengan Mien mereka merenggut juara pertama.
Kemudian Lanny maju ke babak final dalam ganda campuran “Indonesia final” antara Lanny/Diko dan Mien/Sofyan berlangsung seru serta berlarut-larut dan dimenangkan oleh pasangan yang tersebut terakhir.
Maka tidak mengherankan kalau dalam kejuaraan single kemudian Lanny memasuki babak finalnya dalam keadaan letih. Pada pagi yang sama ia sudah bermain dalam dua pertandingan final yang terakhir dalam mixed doubles yang paling meletihkan.
Lanny dikalahkan oleh Phanow Sudsawasdi juara Muangthai.
Harry Hopman, yang secara kebetulan singgah di Malaysia dalam perjalanannya kembali ke tanah airnya, hanya sejenak meyaksikan Lanny bermain, bahkan dalam keadaan yang kurang ideal baginya, yaitu di tengah hari dan dalam keadaan letik.
Namun, permainannya berkesan baik pada Hopman, y ang kemudian dari Hong Kong menulis kepada Lanny: “… sayang tidak dapat berbicara dengan kau… hari itu hari yang meletihkan bagi kau… dst.”
Hopman memberi petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, yang sangat berharga bagi Lanny. Dalam suratnya itu terbaca jelas diantara kata-katanya, yang khusus menyangkut hal permainan Lanny dalam pertandingan final di Ipoh, betapa besar harapan coach Australia yang ternama ini akan daya kemampuan gadis Indonesia itu.
Baca juga: Sejak Pertama Kali Dihelat, Hanya Ada Dua Negara yang Mampu Menjadi Juara Umum Asian Games
Ketika di Bangkok kata orang pernah Hopman berkata, bahwa baru untuk pertama kali ia bertemu dengan seorang gadis seleranya.
Harapan masa depan
Lanny, yang pada usia 17 tahun lebih memiliki tinggi badan 1.624 meter dan berat 60 kilogram, bertubuh harmonis. Ia suka nonton film, gemar musik modern, sekalipun tidak bisa bermain sendiri.
Ia pernah tertarik pada tari ballet, tetapi mengikuti pelajaran pada seorang guru ternama di Bandung hanya selama setahun. Cepat bosan.
Namun dalam olahraga tenis Lanny bercita-cita tinggi. Pada awal bulan Januari tahun ini Lanny bersama dua rekan pemain-pemain muda berbakat, Jacky Wullur dan Budiman, berangkat ke Australia atas undangan pemerintah di sana dengan perantaraan Pelti.
Pada tanggal 10 Januari mereka akan turut serta dalam kejuaraan Tasmania. Kemudian mereka akan memperoleh pelajaran dan pengalaman di negara tenis itu selama tiga bulan.
Itulah rencananya. Namun mengingat akan daya kemampuan Lanny serta usianya yang masih muda, maka kiranya akan lebih bermanfaat baginya kalau masa penggemblengan di negara-negara juara tenis itu diperpanjang.
Apalagi karena seorang ahli dan pelatih tenis yang termashur seperti Harry Hopman, menaruh perhatian yang demikian besar terhadap bakat dan daya kemampuan Lanny.
Hal yang sama kiranya berlaku juga untuk kedua rekannya, Wullur dan Budiman, dan untuk semua pemain-pemain muda Indonesia yang berbakat, untuk diberikan kesempatan sebaik-baiknya dalam mengembangkan bakatnya.
Pintu masa depan yang cemerlang di gelanggang tenis internasional terbuka lebar-lebar bagi Lanny dan melalui dia juga bagi Indonesia.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 1967)
Baca juga:Yuk, Kenali Motif Indah Batik Papua, Seperti yang Dipakai Salah Satu Maskot Asian Games 2018