Dalam perjalanan kembali ke Surabaya untuk menghindari segala kemungkinan buruk, KRI Irian dikawal oleh sebuah destroyer milik Uni Soviet.
Namun, tidak lama kemudian suasana politik di Indonesia pun berubah dari Orde Lama pimpinan Soekarno menjadi Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto.
Pemerintahan Orde Baru ternyata tidak begitu menaruh perhatian pada KRI Irian dan mulai jarang dioperasikan serta malah cenderung terlantar sehingga mengalami kemunduran.
Dengan alasan biaya perawatan yang sangat besar akhirnya KRI Irian dibebastugaskan dan dijadikan besi tua.
Pada tahun 1970 kondisi KRI Irian sudah sangat parah dan sedikit demi sedikit mulai kebanjiran air laut.
Laksamana Soedomo yang saat itu menjabat sebagai KSAL lalu memerintahkan agar KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.
Menurut penjelasan Kolonel Laut Purnawirawan Soepono yang pernah menjadi staf Soedomo, untuk membawa KRI Irian ke Taiwan yang tidak berfungsi mesinnya, kapal perang yang pernah berjaya ini ditarik menggunakan kapal tunda dan diawaki oleh sejumlah personel ALRI.
Dalam perjalanan sebuah kapal perang Uni Soviet sempat mencegat pelayaran KRI Irian dan sejumlah perwira militer Uni Soviet memasuki kapal untuk melakukan inspeksi apakah semua persenjata di KRI Irian sudah dicopot.
Setelah memastikan KRI Irian sudah ‘dilumpuhkan’ (disabled) persenjataannya, dengan ditarik kapal tunda, KRI Irian tida di Taiwan dan menjalani nasib tragis untuk di-scrap serta dijadikan beragam produk otomotif.