Awal kemunculannya, adalah pengaruh masyarakat Bugis yang menjunjung tinggi rasa malu, di mana mereka merasa malu ketika harga diri mereka terinjak-injak.
Bahkan mereka rela mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan kehormatan mereka, akhirnya ritual ini tercipta.
Meski terkadang hasil akhir dari pertarungan ini adalah imbang, sama-sama meninggal, atau keduanya sama-sama hidup.
Seiring berjalannya waktu dan kemajuan pendidikan ritual ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bugis.
Meski begitu, ritual ini tidak benar-benar ditinggalkan, melainkan dipentaskan kembali dalam sebuah panggung untuk menjaga kelestarian warisa budaya.