Find Us On Social Media :

Bolehkah Kita Menjual Barang Jaminan Jika Peminjam Uang Tak Kunjung Melunasi Utangnya?

By Ade Sulaeman, Jumat, 30 Maret 2018 | 14:30 WIB

Perlu kami jelaskan, bahwa Hukum Indonesia tidak memperbolehkan ibu selaku kreditur menjual secara langsung barang yang dijadikan jaminan oleh debitur (teman ibu), baik itu barang yang memiliki hak istimewa sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UU 42/1999) maupun yang tidak memiliki hak istimewa.

(Baca juga: 7 Foto Ini Beritahu Kita Agar Jangan Mudah Percaya Dengan Foto Profil di Media Sosial)

Yang dimaksud dengan hak istimewa adalah hak yang memberikan kedudukan kepada kreditur pemegang hak tersebut lebih diutamakan dari kreditur lainnya atas manfaat barang yang menjadi jaminan dimaksud. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UU 42/1999, yang menyebutkan:

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya

Jika dahulu pada saat awal terjadinya perikatan hutang-piutang antara ibu dengan teman ibu tidak melibatkan lembaga fidusia, yang memberikan hak fidusia kepada ibu sebagaimana diatur dalam UU 42/1999 atas satu buah televisi 29 inch merk Samsung.

Maka untuk menjual jaminan tersebut, ibu harus mendapatkan pengakuan bahwa teman ibu tidak dapat lagi untuk memenuhi kewajibannya dan teman ibu juga harus memberikan persetujuan tertulis secara sukarela untuk pengalihan satu buah televisi 29 inch merk Samsung tersebut.

Namun jika teman ibu tidak bersedia untuk melakukannya, maka ibu harus mengajukan gugatan terhadap teman ibu terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yang isinya adalah sebagai berikut:

Penggantian biaya, ganti rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya

Dimana, apabila gugatan yang diajukan oleh ibu cukup beralasan dan dikabulkan oleh Pengadilan sampai dengan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewesjde), ibu dapat meminta ketua Pengadilan untuk menegor teman ibu supaya ia melaksanakan kewajibannya kepada ibu. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 196 Herziene Indonesisch Reglement (HIR), yang menyebutkan:

Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai memenuhi keputusan itu dengan baik, maka pihak yang  dimenangkan  mengajukan  permintaan  kepada  ketua  pengadilan  negeri  tersebut  pada  pasal 195  ayat  (1),  baik  dengan  lisan  maupun  dengan  surat,  supaya  keputusan  itu  dilaksanakan. Kemudian ketua itu akan memanggil pihak yang kalah itu serta menegurnya, supaya ia memenuhi keputusan itu dalam waktu yang ditentukan oleh ketua itu, selama-lamanya delapan hari

Jika setelah ditegor oleh ketua Pengadilan, teman ibu tetap tidak bersedia untuk memenuhi kewajibannya kepada ibu, maka ibu dapat mengajukan supaya terhadap barang satu buah televisi 29 inch merk Samsung yang dijaminkan kepada ibu untuk disita oleh Pengadilan. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 197 ayat (1) HIR, yang menyebutkan: