Find Us On Social Media :

Heli TNI AU Dihantam Sniper GAM di Bagian yang Sangat Berbahaya, Pilot Baru Sadar Saat Mendarat

By Ade Sulaeman, Minggu, 25 Maret 2018 | 13:00 WIB

Intisari-Online.com - Ketika pemerintah RI melancarkan Operasi Pemulihan Keamanan di Aceh, Sumatera (2003) perlawanan dari kelompok bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM) masih sering terjadi.

Untuk memberikan dukungan baik keperluan angkut logistik maupun pasukan, TNI AU mengirimkan heli jenis Sikorsky S-58T Twin Pac ke Aceh.

Heli milik Skadron Udara 6 yang dikirim ke Aceh bernomor registrasi H-3451 dan para awaknya dipimpin oleh Kapten Pnb Handaka.

Suatu kali pada Jumat 21 Februari 2003. Kapten Pnb Handaka dan para awak heli Twin Pac mendapat perintah terbang dari Pangkoops TNI.

(Baca juga: (Foto) Usai Menyantap Induknya, Singa Ini Lakukan Hal Tak Terduga pada Seekor Bayi Kera)

Tujuan penerbangan yang berisiko diserang pasukan GAM itu untuk melaksanakan misi dukungan Pusat Komando Pengendalian Operasi (Puskodalops) TNI.

Rute penerbangannya adalah Komando Pengendali ( KP) 3-Langsa-Iderayuek-KP3.

Pesawat take off dari KP3 pukul 10.45 WIB dengan ketinggian 3000 kaki, sementara laporan cuaca dari posko di Langsa menyatakan bahwa cuaca cerah dan kondisi aman untuk pendaratan.

Setelah mendarat di Langsa pukul 11.30 WIB, pesawat heli melanjutkan misi ke Iderayuek pukul 11.35 WIB.

Dalam penerbangan pilot heli mendapat laporan dari  radio pasukan di Iderayeuk yang melaporkan bahwa  cuaca mendung.

Demi menghindari cuaca buruk pesawat heli di arahkan untuk datang dari pantai (mengikuti alur garis pantai).

Namun baru lebih kurang 10 nautical miles (lebih kurang 18 kilometer) tertbang dari Langsa, di daerah Sungai Raya cuaca memburuk dan turun hujan yang mempengaruhi jarak pandang (visibility) pilot.

Pilot memutuskan melakukan ground contact dan turun ke ketinggian 1500 kaki dengan maksud melihat kondisi cuaca di depan.

(Baca juga: 8 Foto Ini Diambil Tepat Sebelum Terjadi Tragedi Mengerikan. Nomor 8 Paling Tragis!)

Pada ketinggian sekitar 500 meter itu pesawat heli sebenarnya rawan oleh serangan dari darat karena bisa dijangkau oleh tembakan senapan musuh.

Cuaca di depan ternyata kurang memungkinkan untuk dilalui sehingga diputuskan melakukan dog leg (mengambil rute melambung) ke arah yang lebih terang tepatnya di atas Sungai Raya.

Tapi di cuaca yang terang itu heli menjadi gampang dilihat dan ternyata telah diincar oleh sniper GAM yang kemudian menembakkan senapannya.

Saat itulah mekanik di kabin mendengar suara “Dekk..!”

Mendengar suara ganjil itu, dua mekanik yang berada di dalam Twin Pac segera memeriksa kabin secara cermat.

Tapi mereka tidak menemukan kelainan apapun. Sementara pilot terus berkonsentrasi pada cuaca dan penerbangan berlangsung normal hingga mendarat di Iderayeuk pukul 12.05 WIB.

Pukul 12.10 WIB pesawat melanjutkan misi kembali ke KP3 dengan ketinggian 2500 kaki dan penerbangan berlangsung normal hingga mendarat di KP3 pukul 12.40 WIB.

Setelah engine shut down (mesin dimatikan) , dilakukan post flight inspection (pemeriksaan sesudah terbang) dan refueling (pengisian bahan bakar).

Saat itulah mekanik menemukan adanya kebocoran pada fuel cell tanki BBM bagian belakang.

Setelah diteliti lebih jauh ternyata terdapat lubang di fuel cell tersebut dengan diameter sekitar 5 cm dan diidentifikasi sebagai bekas tembakan peluru.

Dilihat dari tembakkannya yang tepat menghantam tanki bahan bakar, penembaknnya jelas seorang sniper.

Kemungkinan suara tembakan itulah yang terdengar oleh mekanik di atas Sungai Raya,

Namun mujur pesawat tidak mengalami kebocoran bahan bakar yang fatal dan tetap dapat menjalankan misinya bagi negara.

Risiko seperti itu ternyata kerap dialami para pilot heli TNI AU dan sudah menjadi bagian yang selalu meleka dalam setiap penugasan helikopter Skadron Udara 6.

Terutama di daerah konflik  seperti Aceh dan Papua.

(Baca juga: Setelah Berjam-jam Bedah Tengkorak, Dokter Ini Baru Sadar Telah Operasi Pasien yang Salah)