Advertorial
Intisari-Online.com - Pasukan Gerak Tjepat (PGT) AURI yang diterjunkan ke bumi Irian Barat (Papua) pada Mei 1962 setelah bertempur melawan pasukan Belanda makin terdesak dan membentuk kelompok kecil untuk meneruskan perang gerilya.
Kelompok-kelompok kecil pasukan itu kemudian melanjutkan perang gerilyanya sambil berusaha menghindari pertemuan dengan pasukan Belanda.
Sebagai pasukan gerilya mereka memang tidak bertempur melawan pasukan dalam jumlah besar tapi melaksanakan taktik “serang dan kemudian menghindar” (hit and run).
Setelah berjalan beberapa hari kelompok pasukan Prajurit Udara (PU) I Roedjito berhasil bertemu kelompok pasukan Kopral Udara ( KU) I Samingan beserta dua anggotanya, sehingga jumlah total kelompok kecil itu menjadi tujuh personel.
(Baca juga: Kisah Pasukan Kostrad Selamatkan Tim Ekspedisi Lorentz di Belantara Papua yang Masih Perawan)
Pada 28 Mei 1962, kelompok pasukan ini sedang berupaya mencari makanan dan bertemu penduduk setempat. Si penduduk setempat menyanggupi untuk mencari makanan.
Akan tetapi saat menunggu kedatangannya bukan makanan melainkan sekitar satu kompi pasukan Belanda yang langsung menembakkan senjatanya dari daerah ketinggian.
Pertempuran sengit kembali berlangsung dan mengakibatkan gugurnya dua personel PGT AU, salah satunya adalah KU I Samingan.
Sedangkan PU I Roedjito bersama tiga anggota PGT AU lainnya berhasil melarikan diri.
Sementara itu kelompok PGT AU yang dipimpin oleh Sersan Muda Udara (SMU) Mengko juga menghadapi sergapan dari pasukan Belanda.
Akibat gempuran sengit pasukan Belanda, empat anggota PGT gugur.
Empat anggota PGT lainnya termasuk SMU Mengko sekali lagi berhasil meloloskan diri dari kepungan pasukan Belanda.
Akibat terkena tembakan sniper yang mengincar kepalanya, telinga kanan SMU Mengko robek.
(Baca juga: Blitzkrieg, Serangan Kilat Legendaris Jerman yang Bikin Prancis Mengakui Kehebatan Jerman)
Kendati peralatan medis yang dibawa sangat terbatas, prajurit PGT lainnya bisa menjahit telinga SMU Mengko hingga utuh kembali.
Dalam perjalanan selanjutnya pasukan SMU Mengko kembali bertemu kelompok pasukan lainnya sehingga memiliki kekuatan yang cukup kuat.
Tetapi ada kendala utama yang harus dihadapi yaitu kekurangan bahan makanan.
Pada 8 Juni 1962, kelompok pasukan SMU Mengko didatangi oleh empat orang penduduk setempat yang mengajak ke kebun untuk mengambil bahan makanan dengan cara menyeberangi sungai.
Tetapi SMU Mengko tidak ikut berangkat dan memerintahkan SU Madrawi bersama sejumlah anggota PGT lainnya berangkat dengan perahu.
Posisi pasukan yang berada di perahu dan di tengah sungai sebenarnya merupakan sasaran empuk bagi musuh mengingat tiadanya perlindungan.
Rupanya empat orang yang menawarkan makanan sengaja dirancang oleh pasukan Belanda yang saat itu berada di seberang sungai.
Ketika sudah berada pada jarak tempak efektif pasukan Belanda pun melancarkan serangan setelah empat orang penduduk yang merupakan mata-mata melompat ke sungai.
Akibat serangan sergapan itu sejumlah personel PGT AU pun gugur termasuk Sersan Udara (SU) I Madrawi.
Sedangkan sisa anggota pasukan SMU Mengko lainnya yang rata-rata telah terluka, kembali menghindar masuk hutan dan melanjutkan perang gerilya.
Tak berapa lama kemudian pasukan yang kelelahan itu bertemu dengan kelompok pasukan yang dipimpin oleh PU I Roedjito.
Sejumlah personel yang masih sehat kemudian berusaha mengobati rekan-rekannya sekaligus mencari makanan dengan memanfaatkan pohon sagu yang tumbuh di sekitarnya.
Tiba-tiba saat mengumpulkan sagu ada anjing kecil yang melintas dan SMU Mengko langsung berkesimpulan posisinya telah diketahui oleh musuh.
Untuk itu SMU Mengko memerintahkan anak buahnya mengumpulkan sagu sebanyak mungkin dan cepat-cepat meninggalkan lokasi.
Tapi sebelum pasukan beranjak pergi, datang serangan udara dan darat yang dilancarkan Belanda.
Pertempuran sengit kembali berlangsung dan karena sudah berada dalam kondisi terkepung, SMU Mengko dan beberapa anak buahnya, termasuk mereka yang cedera berhasil ditawan Belanda.
Sementara tiga personel lainnya, yakni PU I Roedjito, PU I Gunarso dan PU I Istat yang terluka tembak pundak kanannya berhasil meloloskan diri.
Sisa personel PGT yang berusaha menghindar itu diburu pasukan yang bergerak dengan formasi tempur Letter L.
Dalam upaya meloloskan diri sambil bertempur tiga anggota PGT yang sudah kehabisan bekal secara tak sengaja menemukan parasut putih dan jasad manusia yang masih terikat.
Setelah diteliti jasad tersebut ternyata merupakan salah satu anggota PGT, KU I Sudjono yang gugur sewaktu melaksanakan penerjunan udara.
Kerangka KU I Sudjono pun segera dikuburkan dan bekal yang dibawa Sudjono seperti senjata G-3, nasi kaleng, rokok, dan lainnya ternyata masih utuh.
Bekal itu kemudian dimanfaatkan oleh ketiga anggota PGT untuk bertahan hidup dan melanjutkan perang gerilya.
Tapi karena makin terdesak dan pasukan Belanda terus mengepung, setelah melalui pertempuran sengit dan terluka, ketiga anggota PGT berhasil ditawan.
Mereka baru bebas ketika Irian Barat kembali ke pangkuan RI pada 1 Mei 1963.
(Baca juga: 4 Manfaat Paling Luar Biasa dari Daun Jambu Biji, Obat dari Banyak Penyakit Mematikan)