Find Us On Social Media :

Cerita Penanganan Banjir Jakarta dari Masa ke Masa, dari Raja Tarumanegara, Orde Baru, Jokowi-Ahok, hingga Anies Baswedan

By Mentari DP, Jumat, 3 Januari 2020 | 09:20 WIB

Cerita penanganan banjir Jakarta dari masa ke masa.

Dikutip dari arsip Harian Kompas, 14 Januari 1994, disebutkan bahwa Pemerintah kolonial Belanda membentuk Burgelijke Openbare Werken (BOW) pada 1854.

BOW merupakan cikal bakal Dinas Pekerjaan Umum (PU). Namun, dinas tersebut sering dipelesetkan menjadi Batavia Onder Water atau 'Batavia di bawah air'.

Pada 1911, ahli tata air Belanda, Ir H van Breen, membuat banjir kanal yang melintang dari timur ke barat. Kemudian, membuat pintu air di Manggarai.

Selain itu, dibuat pula kali-kali sodetan di Krukut, Grogol. Beberapa kawasan perumahan memang bebas banjir, tetapi di kapung-kampung masih juga tergenang.

Masa Soekarno

Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, Jakarta tetap belum merdeka dari banjir. Bahkan, Presiden Soekarno sampai turun tangan.

Soekarno membuat dinas khusus untuk mengatasi banjir pada 1965. Namanya Komando Proyek Banjir (Kopro Banjir). Namun, belum juga mampu membebaskan Ibu Kota dari banjir.

Orde Baru

Pada 1972, pemerintah membentuk Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya. Proyek ini meneruskan Kopro Banjir.

Rencananya, agar tiga sungai besar di Jakarta memiliki banjir kanal. Tujuannya mencegat luapan air masuk kota.

Akan tetapi, rencana ini gagal terlaksana karena masalah pembebasan tanah. Penyebabnya, sudah kadung banyak rumah dan kantor besar berdiri.

Selang 20 tahun kemudian, pemerintah kembali merancang Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Cisadane-Ciliwung (PWS-CC).

Tugasnya mengupayakan agar 40 persen wilayah Jakarta yang berada di bawah permukaan laut tidak semakin tergenang.

 

Baca Juga: Kasus Ayah Nikahi Anak Kandungnya Sendiri: Begini Efek Samping Perkawinan Sedarah Secara Sains