Find Us On Social Media :

Bidang Pendidikan Punya Anggaran Rp500 Triliun, Tapi Kok Nadiem Mengaku Hanya Punya Anggaran Rp75 Triliun? Lalu Sisanya Dikelola Siapa?

By Maymunah Nasution, Minggu, 15 Desember 2019 | 14:30 WIB

Mendikbud Nadiem Makarim

Intisari-online.com - Dilansir dari Kompas.com, anggaran pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2020 mencapai angka Rp 75,531 triliun.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, kontradiktif dengan pernyataan Jokowi mengenai RAPBN 2020 untuk anggaran pendidikan sebesar Rp 505,8 triliun pada tahun 2020.

Jokowi menyampaikan hal tersebut saat pidato tentang RAPBN dan Nota Keuangan 2020 di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat (16/8/2019) dilansir dari Kompas.com.

Jika begitu, mengapa Pak Menteri Pendidikan mengaku jika hanya memiliki anggaran dengan angka Rp 75 triliun?

Baca Juga: UN yang Dianggap Turunkan Kemampuan Siswa Akan Dihapus, Ternyata Dana Ratusan Miliarnya Akan Dialokasikan Untuk Ini

Melansir dari Kompas.com, Nadiem menjelaskan jika terdapat dua jenis bantuan sosial pendidikan yang harus dibagikan, yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah serta KIP Kuliah untuk jenjang pendidikan tinggi.

Keduanya harus diberikan untuk memberikan akses menuju layanan pendidikan bagi anak-anak yang berasal dari kalangan ekonomi lemah.

Selain masih perlu juga menunggu terbitnya Peraturan Presiden mengenai struktur organisasi Kemendikbud yang baru, bagi Nadiem juga perlu menekankan urgensi penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang layak di seluruh Indonesia.

Oleh sebab itu, Nadiem menyatakan pada tahun 2020 akan dilakukan sensus untuk mengecek keamanan struktur dari sekolah-sekolah di Indonesia.

Baca Juga: 'Tak Manusiawi', Demi Hal Ini untuk Tahun Depan, Para Petugas PPSU Disuruh Masuk ke Dalam Got Berwarna Hitam Kelam

Dari total anggaran 75 triliun, Kemendikbud telah menetapkan 4 pokok kebijakan bidang pendidikan nasional melalui program "Merdeka Belajar".

Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

"Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia," tegas Nadiem.

Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) nantinya akan dikembalikan ke sekolah.

Baca Juga: Sri Mulyani Jadi Satu-Satunya Perempuan Asal Indonesia yang Masuk Daftar 100 Perempuan Paling Berpengaruh di Dunia Versi Forbes

Sekolah dibebaskan untuk menilai kompetensi siswa dan dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian komprehensif seperti portofolio dan penugasan.

Portofolio ini nantinya dapat dilakukan melalui tugas kelompok, karya tulis, maupun sebagainya. Nadiem menegaskan, tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN terakhir.

"Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," ujar Nadiem.

Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11) sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran.

Baca Juga: Pernah Disebut Sebagai 'Menteri Pencetak Utang,' Sri Mulyani Masuk Daftar 100 Perempuan Paling Berpengaruh di Dunia Versi Forbes

Tekait penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen.

Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP.

Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.

Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.

Baca Juga: Kaleidoskop Intisari 2019: Sering 'Membangkang', Susi Dipastikan Tak Berkutik Jika Tetap jadi Menteri karena Kini Luhut Diberi 'Kesaktian' Ini oleh Jokowi

Menurut Nadiem, komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen.

Jika begitu, ke mana sisa anggaran 500 triliun yang dijanjikan saat pidato RAPBN?

Ternyata, Nadiem menampik jika 500 triliun tersebut dapat digunakan total untuk Program Merdeka Belajar.

"Kebanyakan dana ini langsung ditransfer ke daerah melalui DAU (dana alokasi umum) dan DAK (dana alokasi khusus). Jadi dari 505 triliun, sekitar 306,9 triliun atau 61 persen, mayoritas, itu merupakan transfer ke daerah dan dana desa," ungkap Nadiem dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: Pilot Diduga Kerja Overtime, 2 Pesawat Garuda Indonesia Nyaris Tabrakan

Nadiem menjelaskan kembalinya Pendidikan Tinggi ke dalam Kemendikbud, anggaran Kemendikbud yang semula 35,7 triliun akan ditambahkan 39,2 triliun pada tahun 2020.

"Jadi sekitar 2,3 triliun yang akan tersisa di Kemenristek. Untuk 2020 itu totalnya (yang dikelola Kemendikbud) 75,531 triliun," terangnya."

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bukan 500 Triliun, Anggaran Kemendikbud "Hanya" Rp 75 Triliun, Ke Mana Sisanya? "