Find Us On Social Media :

Menjadikan Borobudur sebagai Destinasi Super Prioritas, Kementerian Pariwisata Mengembangkan Tur Interpretatif Berbasis Storynomic Tourism

By Intisari Online, Jumat, 29 November 2019 | 14:32 WIB

Candi Borobudur

Menggali Cerita Lewat Relief Borobudur

Jika selama ini kita mengenal Candi Borobudur hanya terbatas pada fakta bahwa ia adalah sebuah candi Buddha yang didirikan di abad 9 pada zaman Dinasti Syailendra, maka kita adalah orang-orang yang merugi. Melalui Storynomics Tourism yang dilakukan Kemenpar didukung oleh UGM, wisata di kawasan Borobudur diharapkan tidak lagi sekulit ari itu.

Yang patut kita ingat adalah Borobudur itu serupa perpustakaan, dan relief-relief yang terpatri di sana adalah buku bergambar yang siap untuk dibaca dan diceritakan. Sudah terlalu lama Borobudur dianggap ‘hanya’ sebagai tempat selfie atau tempat menyentuh patung-patung Buddha agar beruntung.

Sudah saatnya Borobudur menjadi destinasi utama yang mampu menjadi pelita (mandala) dan mengajarkan ilmu kebajikan, seperti ketika ia pertama kali dibangun.

Mari kita mulai dengan memahami relief-relief di candi yang pembangunannya memakan waktu sekitar 72 tahun ini. Pada relief-relief di bagian struktur Marga, terdapat kisah-kisah dari berbagai kitab, antara lain Karmawibangga, Lalitavistara, Jataka, Gandawyuha, Badracari, Avadana, dan lain-lain.

Sementara di struktur Pala, tidak ada lagi relief, yang ada hanya stupa—sebab manusia sudah mencapai titik mokhsa.

Relief-relief yang merupakan ajaran dari kitab-kitab Buddha Mahayana dan Tantrayana ini sesungguhnya ada untuk dibaca dan dipelajari.

Seperti misalnya, kisah Jataka Mala yang menceritakan kelahiran Sang Buddha sebelum bereinkarnasi menjadi Siddhartha Gautama atau Lalitavistara yang menceritakan kelahiran Sang Buddha sebagai Siddhartha Gautama hingga mencapai titik pencerahan.

Baca Juga: Ternyata Seperti Inilah Kondisi Borobudur saat Pertama Kali Ditemukan, Menyedihkan