"Untungnya Lis orangnya judes. Coba kalau gampangan, pasti sudah diembat," kata WP dengan geram. "Siapa yang tidak akan kesal, anak sendiri mau dikerjai juga. Biarlah cukup saya yang hancur, jangan anak-anak saya,"- tambahnya.
Tanggal 21 September 1987, dengan membawa dendam dan sakit hati, akhirnya WP menjemput Marhaenis dari tempat kerjanya dan menghabisi nyawanya bersama-sama tiga orang lainnya.
Akhirnya WP memang terbebas dari kekejaman pria asal Padang itu, tapi tak berarti bebas dari ancaman hukuman mati atau seumur hidup pasal 340 jo 55 KUHPidana.
Kini, WP hanya bisa menyesali perbuatannya di tahanan, sambil menanti putusan dari majehs hakim PN Jakarta Timur pimpinan Hakim Djaenal Hakim SH atas tuntatan jaksa A.Hamid Thahir S.SH. Ia scndin didampingi oleh tim penasehat hukum dari dua kantor pengacara, Palmer Situmorang SH dan Posbakum Jakarta Timur.
"Dalam kasusnya sendiri masih banyak keganjilan. Nanti akan terbukti dalam pemenksaan persidangannya," ucap Sitor Situmorang SH, salah satu pengacaranya.
Bukan pembunuh
Dalam persidangan yang berlangsung pada 8 Agustus 1988 (setahun setelah peristiwa pembunah berlangsung), WP justru menyangkal sebagai pembunuh.
"Saya bukan pembunuh... Saya hanya disuruh," ujar WP (37) terisak-isak di bahu seorang kerabatnya. "Sony yang menyuruh saya membunuh Marhaenis," lanjutnya. Tangisnya semakin menjadi ketika Sulistyowati (18), putri sulungnya, tiba. Mereka berdua menangis berpelukan.