Ia ingin memberikan pelajaran pada suaminya yang telah menggunakan alat vitalnya untuk nyelewerg dan mengkhianati istri.
Lebih dari itu, katanya, selama menjadi istrinya ia tidak pernah hidup bahagia. Ia didera dan disiksa.
Dua kali minta diceraikan, tak diberikan.
Hingga, upaya untuk menempuh segala cara guna mengakhiri kemelut keluarganya, bagaikan sudah tertutup.
Baca Juga: Nodai Reputasinya Sebagai Makanan Sehat, 5 Sayuran Ini Pernah 'Membunuh' Manusia, Kok Bisa?
"Dengan membakar berarti melenyapkan sesuatu. Melenyapkan sumber bencana bagi terdakwa yang ingin mencari kebahagiaan hidup," kata tim pembela lima orang dari Biro Bantuan Hukum Universitas Satya Wacana.
Kasar
Kemelut dalam keluarga Ida yang berakhir tragis itu disebabkan berbagai hal. Tekanan ekonomi, terus menerus tinggal serumah dengan orangtua, dan adanya "pacar gelap" suami.
Tumini Ida alias Ida lahir di Palembang 27 Oktober 1955, paling tua dari empat bersaudara anak buruh bangunan Makruf. Buruh pabrik tekstil ini kenal dengan Djunedi, guru SD berpostur gemuk-pendek, sejak 1972.
Hubungan mereka semakin intim dan meningkat ke jenjang perkawinan pada 1976. Pemikahan yang direstui orangtua kedua belah pihak ini kemudian membuahkan tiga anak, Deky Raditya Lubis, Farid Bahtiar dan Pramasto Herlambang.
Konon sejak menikah hingga beranak tiga mereka dompleng tinggal di rumah orangtua Ida di Jalan Ngentak I/174B, Kelurahan Kutowinangun, Salatiga.