Cari Kerja, 5 Orang Ini Malah Ditangkap Polisi, Tak Disangka Pelapornya Justru Otak Penipuan Besar-besaran, Korbannya Mencapai 430 Orang

Ade S

Penulis

Demi mendapatkan pekerjaan di tempatyang ‘wah’ maka tidak sedikit orang harus mengeluarkan dahulu ratusan hingga jutaan rupiah.

Intisari-Online.com – Tidak mudahnya mencari pekerjaan seperti sekarang ini membuat orang harus melakukan inovasi demi dapur tetap ngebul.

Kemajuan teknologi masih dapat membantu bagi mereka yang ingin berusaha untuk mendapatkan rupiah demi rupiah masuk ke kantong mereka.

Namun, pernah terjadi, demi mendapatkan pekerjaan di tempatyang ‘wah’ maka tidak sedikit orang harus mengeluarkan dahulu ratusan hingga jutaan rupiah.

Iya kalau akhirnya pekerjaan itu didapat, maka uang yang dipakai untuk nyogok masuk kerja bisa kembali modal, bagaimana bila sebaliknya?

Baca Juga: Perhatikan Hal Ini Jika Ingin Mencari Kerja Setelah Lebaran: Jangan Minta Kenaikan Gaji Lebih dari 20%

Tabloid NOVA edisi April 1988 pernah mengulas penipuan para pencari kerja, yang dituangkan dalam tulisan Janji-janji Tak Bertepi dan Dirayu Lantas Ditipu, berikut ini.

Berdasarkan akte notaris pendiriannya, yayasan itu sebetulnya bergiat di bidang pendidikan dan pengajaran. Tapi pengurusnya menyalahgunakan.

Sebanyak 430 orang colon tenaga kerja pun tertipu. Dn, wanita berparas cantik, mendalangi semua itu.

Pada mulanya, adalah sebuah ide di kepala DRS, SH ingin mendirikan suatu lembaga pendidikan berbentuk yayasan. Ide baik dan mulia ini kemudian diutarakan pada Dn, istrinya.

Baca Juga: Bagi yang Sedang Mencari Kerja, Inilah Jenis Huruf yang Haram Anda Gunakan saat Menulis CV

Gayung bersambut. Dn setuju. Maksud serupa juga diutarakan pada Nur, teman dekatnya. Seperti juga Dn, Nur yang pengangguran itu mendukung. Apalagi, DRS mengajaknya pula bergabung.

Ketiganya lantas mengadakan pertemuan, dan sepakat memberi nama yayasan itu : Yayasan Wawasan Nusantara.

DRS sendiri menjadi ketuanya, sementara Dn dan Nur masing-masing menjabat sekretaris dan bendahara. Ditambah tujuh orang lagi sebagai anggota, makin lengkaplah susunan kepengurusan yayasan.

Tanggal 11 Pebruari 1987, DRS dan Dn menghadap notaris Ny. Sulami Mustafa, untuk membuat akte. Pada akte bernomor 14 itu, secara jelas disebutkan yayasan bergiat di bidang pendidikan dan pengajaran, dengan modal kerja 1 juta rupiah.

Baca Juga: Sedang Mencari Kerja? Inilah Empat Industri Berprospek Cerah pada 2016Baca Juga: Sedang Mencari Kerja? Inilah Empat Industri Berprospek Cerah pada 2016

Tidak sampai sebulan, DRS, Dn dan Nur, mengadakan pertemuan lagi di sebuah restoran, tanpa sepengetahuan tujuh personil yayasan lainnya.

Pada pertemuan ini, Dn mengemukakan pikirannya untuk mengubah tujuan awal yayasan, dari bidang pendidikan dan pengajaran menjadi penyalur tenaga kerja.

Alasannya, seperti diutarakan Nur di depan sidang pengadilan Kamis (5/4) pekan lalu, Dn punya banyak kenalan pejabat di berbagai departemen.

Ingat bahwa dengan modal 1 juta rupiah yayasan pasti tak mungkin merealisasikan tujuan'nya untuk mendirikan gedung perguruan tinggi, lebih-lebih setelah melihat adanya peluang mendapat uang banyak tanpa perlu bersusah-susah, DRS menyetujui saja gagasan Dn.

Baca Juga: Carrie Kemeling, Perempuan yang Mencari Kerja dengan Cara Membagikan CV Seperti SPG

Yang terbayang di matanya hanyalah tumpukan uang bergepok-gepok. Sementara akibat-akibatnya, tak lagi diperdulikan. Demikian pula halnya dengan Nur.

Langkah berikutnya adalah mencari calon tenaga kerja. Untuk keperluan ini, terlebih dulu dibentuk koordinator-koordinator sebanyak tiga orang. Direkrut dari tujuh anggota yayasan lainnya.

Terpilih sebagai koordinator untuk wilayah Jakarta Pusat adalah Antemas. Jakarta Timur Elly Sumarliyanto. Jakarta Utara Abdul Rachim. Sementara empat anggota yayasan lainnya, memilih bersikap pasif.

Antemas, Elly dan Abdul Rachim nun mnlai heraksi. Dengan menyebut kalau di salah satu departemen atau instansi pemerintah tertentu terdapat lowongan pekerjaan, masing-masing lalu mencoba menawarkan kepada orang-orang yang dikenalnya.

Baca Juga: Sedang Mencari Kerja? Jangan Posting Hal Buruk di Sosmed

Untuk itu, bagi yang berminat, harus mampu menyediakan sejumlah uang. Konon, uang itu akan digunakan sebagai pelicin. Besarnya tergantung departemen atau instansi pilihan peminat.

Untuk departemen atau instansi seperti, Perdagangan, Sosial, Pertanian, Tenaga Kerja, dan DPR, jumlahnya berkisar 500 - 750 ribu rupiah. Sementara untuk Bank Indonesia dan perusahaan penerbangan Garuda, adalah 1 — 1,5 juta rupiah.

Kepada setiap calun tenaga kerja, dijanjikan pula bisa langsung diterima berikut NIP (Nomor Induk Pegawai) dan SK pengangkatan.

Dengan iming-iming muluk seperti itu, tak heran kalau banyak yang tergiur. Apalagi, Elly sebelumnya mempunyai reputasi baik dalam pekerjaan serupa, sementara Abdul Rachim adalah karyawan di Departemen Tenaga Kerja.

Sejumlah calon tenaga kerja, kebanyakan hanya lulusan SMA, semakin yakin saja dan menyatakan berminat.

Baca Juga: Melatih Motivasi Mencari Kerja Akan Meningkatkan Rasa Percaya Diri

Banyak di antara mereka terpaksa menjual tanah, sapi, atau menguras tabungannya, bahkan hutang sana hutang sini, demi pekerjaan yang sudah lama diidamkan. Mereka memang telah menggantungkan harapan bulat-bulat pada Antemas, Elly dan Abdul Rachim.

Tapi apa lacur. Semua itu ternyata angin surga belaka. Harapan tetap tinggal jadi harapan. Pekerjaan yang dijanjikan tak kunjung menjadi kenyataan, sementara uang sudah terlanjur diserahkan.

Para calon tenaga kerja itu mulai resah dan menuntut kepastian. Namun, baik Antemas, Elly maupun Abdul Rachim, selalu meminta mereka bersabar.

Karena Antemas, Elly maupun Abdul Rachim terus saja mengulur-ulur waktu, para calon tenaga kerja yang jumlahnya tidak kurang 430 orang itu, lantas meminta uangnya dikembalikan.

Baca Juga: Amankah Mencari Kerja Pekerjaan Ketika Masih Bekerja?

Antemas, Elly dan Abdul Rachim tentu saja gelagapan. Soalnya, seluruh uang itu telah disetorkan kepada Nur, bendahara yayasan.

Merasa tak bisa berbuat banyak, ketiganya lalu melemparkan persoalan ke kantor Yayasan Wawasan Nusantara di Jl. Kerawang No. 2 Menteng, Jakarta Pusat. Di tempat ini, para calon tenaga kerja yang mulai merasakan adanya ketidakberesan, bertemu dengan DRS.

Diancam

Seperti halnya Antemas, Elly dan Abdul Rachim, DRS pun meminta para calon tenaga kerja itu bersabar.

Sambil menunjukkan daftar nama para calon tenaga kerja yang tertera pada sejumlah surat berkop suatu instansi atau departemen, DRS kembali mengumbar janji, dan mengatakan para calon masih perlu dites.

Untuk itu, DRS meminta agar para calon datang kembali pada tanggal yang sudah ditentukan. "Saudara-saudara akan dibagikan nomor tes," demikian kurang lebih kata DRS waktu itu seperti diungkapkan Nur dalam persidangan.

Baca Juga: Kesalahan Persepsi Saat Mencari Kerja

Kecurigaan para calon tenaga kerja makin menjadi-jadi, karena sebelumnya banyak di antara mereka dijanjikan tanpa tes. Tapi, mereka toh datang juga ke kantor yayasan pada tanggal tanggal yang sudah ditentukan.

Untuk kesekian kalinya, DRS ingkar janji. Karena itu para calon bermaksud mencek sendiri ke kantor departemen atau instansi pilihannya. Tapi DRS berusaha mencegah. Bahkan mengancam akan mencoret setiap calon yang berani melanggar.

Hal ini menimbulkan tanda tanya bagi para calon. Beberapa di antaranya kemudian mencoba mencek, tak mengindahkan ancaman DRS.

Ditemani Antemas, Heru Hermandi SH, Heden, Aliamsyah dan Ny. Sabariah mendatangi Departemen Perdagangan, berusaha meminta keterangan dari Biro Kepegawaian. Tapi karena pejabat bersangkutan sedang rapat, mereka diminta menunggu.

Kepada petugas Biro Kepegawaian Departemen Perdagangan, Ny. Sabariah kemudian menanyakan tentang daftar nama para calon pegawai yang akan mengikuti tes.

Baca Juga: Semangat Para Penganggur dalam Mencari KerjaBaca Juga: Semangat Para Penganggur dalam Mencari Kerja

Dari petugas Biro Kepegawaian, Ny. Sabariah memperoleh jawaban bahwa keterangan dimaksud terdapat pada papan pengumuman di lantai bawah dekat garasi sebelah kanan gedung Departemen Perdagangan.

Antemas, Heru Hermandi, Heden, Aliamsyah dan Ny. Sabariah lalu menuju tempat dimaksud. Di depan pintu masuk mereka berpapasan dengan Dn, tapi tidak saling menegur meski sebelumnya pernah bertemu di kantor yayasan.

Waktu itu Dn menuju ke atas sementara Ny. Sabariah dan kawan-kawan bermaksud ke lantai bawah.

Ditangkap

Ternyata, pada papan pengumuman dimaksud, tak ditemukan nama para calon dari yayasan. Merasa kecewa, Ny. Sabariah dan kawan-kawan kemudian menuju ruang tunggu.

Baca Juga: Tips Mencari Kerja Bagi Fresh GraduateBaca Juga: Tips Mencari Kerja Bagi Fresh Graduate

Ketika itu mereka sempat melihat Dn berada di ruang penjagaan. Tak berapa lama kemudian tiga orang polisi muncul bersama Dn, menghampiri Ny. Sabariah dan kawan-kawan.

Atas petunjuk Dn, ketiga petugas itu menangkap Ny. Sabariah dan ke empat temannya. Tak mengerti duduk persoalan sebenarnya, Ny. Sabariah, Antemas, Heden, Aliamsyah dan Heru Hermandi mengikuti saja perintah polisi.

Pada mulanya kepada polisi Dn mengaku disandera Ny. Sabariah dan kawan-kawannya. Tapi di Polres Jakarta Pusat segalanya terbongkar.

Polisi lalu menahan Dn. Mendengar istrinya ditangkap, DRS lantas menyerahkan diri kapada polisi. Dn dibebaskan.

Tetapi, belakangan, wanita ini ditangkap lagi, setelah terbukti dari pengakuan DRS, bahwa iapun tersangkut dalam kasus ini. Bahkan lebih dari itu, wanita inilah otak dari semua tindak penipuan terhadap ke-430 orang calon tenaga kerja itu.

Baca Juga: Pencari Kerja di JPO Grogol: ‘Jakarta Itu Gila Jadi Aku Harus Lebih Gila Lagi Untuk Bisa Dapat Pekerjaan’

Cerita mereka yang dirayu lantas ditipu

Mereka ditawari pekerjaan. Syaratnya gampang. Cukup menyediakan sejumlah uang, pekerjaan itu pun diperoleh tanpa perlu repot ikut seleksi macam-macam.

Lebih 200 juta rupiah berhasil digaet DRS, Dn dan Nur dari praktek penipuan ini.

Sudah cukup lama juga Nano menganggur. Sejak meninggalkan kota asalnya Yogyakarta tiga tahun lalu, entah mengapa ia tak juga memperoleh pekerjaan tetap di Jakarta.

Padahal, boleh dibilang anak muda ini memiliki keterampilan cukup. Paling tidak, selembar sertifikat akuntansi ada padanya sebagai bukti ia dapat diandalkan.

Baca Juga: Industri Perbankan dan Retail Masih Jadi Primadona Pencari KerjaBaca Juga: Industri Perbankan dan Retail Masih Jadi Primadona Pencari Kerja

Karena itu, tak terkira betapa gembira hatinya ketika seseorang menawarkan pekerjaan padanya sekalipun untuk hal tersebut ia terpaksa mengeluarkan uang dalam jumlah tidak sedikit. Orang itu adalah Elly Sumarliyanto, dari Yayasan Wawasan Nusantara.

"Saya mengetahuinya dari seorang teman. Katanya, Pak Elly itu selalu berhasil kalau mencarikan pekerjaan. Saya lalu diajak ke rumah Pak Elly di daerah Klender," kata Nano, menceritakan latar belakang pertemuannya dengan Elly.

Di rumah Elly, Nano mendapat penjelasan. "Saya diharuskan membayar 850 ribu rupiah untuk bisa masuk di Depsos," tambahnya, menyebut jumlah uang yang harus ia bayar. Dan, jumlah itu tidak kecil bagi Nano.

Tetapi, "karena yakin Pak Elly bisa mengusahakan saya masuk di Depsos, saya kirim berita ke orang tua di Yogya untuk mengusahakan dananya. Bapak saya menjual dua ekor sapinya seharga 500 ribu rupiah. Sedang kekurangannya dari empat kakak saya yang tinggal di Jakarta," tutur anak muda berkulit hitam ini, lebih lanjut. Gurat kecewa nampak tegas di wajahnya.

Baca Juga: Inilah 10 Perusahaan yang Paling Didamba oleh Pencari Kerja di Indonesia (2)

Hal yang kurang lebih sama, terjadi pula pada diri Hertinah Rositawati (22). Seperti halnya Nano, gadis ini pun begitu berharap mendapat pekerjaan secepatnya setamat dari SLTA.

Namun, setelah susah payah mencari ke sana ke mari, yang diharapkan itu tak kunjung dapat. Sampai ia mengenal Elly melalui saudara iparnya.

Khabarnya, "sudah banyak sekali yang berhasil mendapatkan pekerjaan atas pertolongan Pak Elly.

Malah saya sempat ditunjuki beberapa daftar nama berikut foto orang yang pernah ditolong Pak Elly di rumahnya," kata Ita, panggilan akrab gadis ini.

Melihat bukti-bukti itu, Ita pun mendaftar. Apalagi, katanya, saat itu ia tidak sendiri. Belasan orang setiap hari datang kc rumah Elly.

Baca Juga: Inilah 10 Perusahaan yang Paling Didamba oleh Pencari Kerja di Indonesia (1)

"Malah ada yang sarjana. Paling banyak sarjana hukum. Waktu itu saya memilili Departemen Perdagangan," tambah gadis hitam manis ini.

Tapi, semangatnya nyaris pupus mendengar jumlah uang yang harus ia bayarkan, sebanyak 1 juta rupiah.

Jumlah itu, menurut Ita, cukup tinggi untuk ukurannya. Hanya karena saudara-saudaranya terus mendorong supaya ia lekas bekerja, semangatnya timbul kembali.

"Dan lagi, hampir setiap hari Pak Elly menelpon saya. Apalagi uang sebesar itu dijanjikan bisa mendapat NIP," ujarnya tertawa tipis.

Maka, tanggal 16 Juni 1987, Ita menyetor 400 ribu rupiah pada Elly. Dua hari kemudian, ia menyetor lagi sebanyak 100 ribu rupiah disertai tiga materai masing-masing bernilai Rp. 500.

Baca Juga: Saat Profesi Lain Kebanjiran Pencari Kerja, Profesi Ini Justru Sangat Kekurangan Orang

Tanggal 19 Agustus 1987, Ita menyetor lagi. Kali ini 250 ribu. Total seluruhnya 750 ribu, dari jumlah 1 juta rupiah yang harus disetorkan.

"Uang itu dari tabungan saya," kata Ita.

Jika Nano maupun Ita menyetor uangnya ke Yayasan Wawasan Nusantara lewat perantara Elly, tidak demikian halnya dengan Ny. Sabariah, yang mengaku mencari kerja untuk anaknya Anna Lestari. Sabariah langsung menghadap Nur, bendahara yayasan.

"Karena saya langsung bayar ke kantor yayasan tanpa melalui koordinator, jadi saya bisa murah. 500 ribu rupiah!" jelasnya.

Kepada Hakim Ketua Eddy Djunaedi SH di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (5/4) pekan lalu itu, lebih lanjut Sabariah mengemukakan kepercayaannya terhadap Yayasan Wawasan Nusantara dan DRS, berkat penampilan DRS.

Baca Juga: 6 Hal yang Harus Diketahui Pencari Kerja

"Saya melihat penampilan Pak Ketua cukup meyakinkan. Apalagi dia sebagai seorang sarjana hukum. Dan lagi, sudah ratusan yang mendaftar, mosok sih mau menipu," tutur Sabariah seraya menunjuk DRS.

Sabariah sendiri mengaku mengetahui adanya Yayasan Wawasan Nusantara melalui teman suaminya yang bekerja di Kanwil Departemen Tenaga Kerja DKI Jakarta, Abdul Rachim, koordinator yayasan untuk wilayah Jakarta Utara.

Setelah berkenalan, Sabariah kemudian diminta datang ke kantor yayasan di Jl. Kerawang No. 2, Menteng, Jakarta Pusat, untuk penentuan biaya. Tanggal 15 Juni 1987, Sabariah membayar 200 ribu, sementara sisanya dibayar tanggal 25 Juni, sepuluh hari kemudian.

"Setelah melunasi biaya administrasi itu, saya dijanjikan untuk datang lagi ke kantor yayasan membawa ijazah asli, surat kelakuan baik, surat keterangan berbadan sehat dari dokter, untuk dikirim ke Departemen Perdagangan, dan anak saya langsung dapat bekerja berikut SK dan NIP," Sabariah menjelaskan lebih lanjut.

Baca Juga: Tips Bagi Pencari Kerja dalam Membangun 'Networking'

Namun, setelah Sabariah datang lengkap dengan surat-surat dimaksud, DRS malah menyatakan sudah terlambat.

"Karena calon pegawai di Departemen Perdagangan terbatas, sebaiknya putri Ibu melalui tes saja," ujar Sabariah menirukan ucapan DRS. Sabariah pun diminta menunggu panggilan.

Dan setelah ditunggu beberapa lama tak juga ada kabar, Rusman, suami Sabariah, akhirnya mengirim surat pada DRS menanyakan perihal penerimaan anaknya.

Lewat surat, DRS memberikan jawaban, meminta Sabariah datang pada tanggal 28 Agustus ke kantor yayasan untuk mengambil nomor tes. Tetapi, sebelum tanggal tersebut, pihak yayasan mengirim surat lagi, menyatakan Anna Lestari lulus dan diterima.

"Karena saya senang sekali, tidak lihat lagi kalau tanggal surat itu 23 Mei 1987. Tapi saya curiga, surat berkop Departemen Perdagangan itu nggak ada stempelnya," Sabariah menambahkan.

Baca Juga: Facebook Bisa Berguna Sekaligus Berbahaya Bagi Pencari Kerja

Kecurigaan inilah yang kemudian mengantarkan Sabariah untuk mendatangi lagi kantor Yayasan Wawasan Nusantara, hingga akhirnya ia ditangkap polisi di kantor Departemen Perdagangan

Menyusup di Yayasan

James Marpaung, lain lagi ceritanya. Alumnus Fakultas Ilmu Pendidikan dan Kemasyarakatan Universitas Atmajaya ini, boleh dibilang sedikit beruntung dibanding korban lainnya.

Mengetahui adanya Yayasan Wawasan Nusantara dari Abdul Rachim, James, yang ingin masuk bekerja di Badan Urusan Logistik (BULOG) itu, sempat berkenalan dengan DRS ketika ia datang ke kantor yayasan membayar biaya sebesar 900 ribu rupiah.

Perkenalan ini pun berlanjut. James menjadi akrab dengan DRS. Hampir setiap hari James datang ke kantor yayasan mencari khabar. Karena itu, ia bisa lebih memahami situasi dibanding pencari kerja lainnya.

Baca Juga: Ini 4 Tanda Ketika Anda Perlu Mencari Pekerjaan Baru, Salah Satunya Merasa Lelah Berkepanjangan

Sehingga, ketika situasi semakin tidak menentu, berkat keakrabannya dengan DRS, James berhasil menyusup menyelidiki keadaan yayasan yang sebenarnya.

Dari penyusupan itu, James menemukan sejumlah kwitansi bukti pengeluaran uang yang digunakan Dn dan DRS, foto copy sejumlah surat yang seolah-olah berasal dan berbagai departemen.

Berkat keakarabannya dengan DRS pulalah, James berhasil mendapatkan uang sebanyak 1,7 juta rupiah, sementara yang disetorkannya pada yayasan hanya 900 ribu rupiah.

Menurut Abdul Rachim, uang 1,7 juta itu merupakan komisi karena James telah membawa 17 orang pencari kerja. Sedang menurut kesaksian Nur, uang tersebut adalah uang James sendiri yang dipinjamkan kepada Nur.

Baca Juga: Kehidupan Gelap Para Algojo Abad Pertengahan, Master Pekerjaan 'Kotor' yang Diasingkan

Tapi James membantah kalau la menerima uang sebanyak itu dari yayasan. Kalaupun ia menerima uang dari yayasan, katanya, jumlahnya tidak lebih dari yang telah ia setorkan.

"Goblok benar saya Cuma mengambil 1,7. Kalau saya mau, jumlah puluhan juta bisa saya ambil," kilahnya.

Sementara DRS masih dalam pemeriksaan pengadilan, para korban tak mempunyai tuntutan lain kecuali uangnya dikembalikan.

"Tidak usah seluruhnya. Dua pertiganya saja kami mau terima," kata salah seorang korban.

Sedikit pun mereka tak perduli apakah DRS, Dn dan Nur serta anggota yayasan lainnya akan dihukum atau tidak.

Baca Juga: Kecil-kecil Cabe Rawit, Bocah Ini Sudah Berpenghasilan hingga Rp303 Miliar, Rupanya Ini Pekerjaan Mereka

"Yang penting uang kami kembali," mereka menegaskan.

Tapi menurut Arnold L. Rumayar SH, penasehat hukum terdakwa, uang itu sulit dikembalikan.

"Mengingat bukan DRS saja yang menggunakan uang yayasan. Justru sebagian besar adalah istrinya," kata Rumayar di luar sidang.

Di pihak lain, DRS sendiri menyatakan bersedia mengembalikan uang para korban. Lewat penasehat hukumnya, DRS meminta kepada Majelis Hakim agar ia dapat dipertemukan dengan Dn untuk membicarakan masalah pengembalian uang itu.

Baca Juga: 64 Tahun Menikah, Wanita Ini Tak Pernah Tahu Pekerjaan Suaminya, Kenyataan Mengejutkan Terbongkar Setelah Suaminya Meninggal

Tapi Hakim Eddy Djunaedi, SH menolak permohonan Rumayar. "Eh...nanti dulu dong," sahut hakim.

Dalam surat dakwaan Jaksa Soeryadi WS SH, disebutkan jumlah uang yang berhasil dikumpulkan dari para korban seluruhnya Rp. 258.589.785,-.

Menurut sebuah sumber uang itu sebagian besar telah dipergunakan Dn. Jumlahnya sekitar 143 juta. Digunakan Dn untuk membeli tanah di kota asalnya, Cianjur, Jawa Barat serta sejumlah perhiasan.

DRS sendiri disebut-sebut hanya menggunakan uang sejumlah 12 juta rupiah. Sedang pengurus lain sebanyak lima orang, rata-rata menerima antara 4 sampai 8 juta rupiah.

Baca Juga: Jadi Milyuner Berharta Rp29,4 miliar, Pekerjaan Pria Ini Rupanya Penipu di Aplikasi Pencari Jodoh, Begini ModusnyaBaca Juga: Jadi Milyuner Berharta Rp29,4 miliar, Pekerjaan Pria Ini Rupanya Penipu di Aplikasi Pencari Jodoh, Begini Modusnya

Artikel Terkait