Find Us On Social Media :

Kisah Kapten Budi Soehardi, Pilot yang Beralih Jadi Petani Sekaligus Asuh Ratusan Anak Korban Konflik

By Nieko Octavi Septiana, Minggu, 3 November 2019 | 06:00 WIB

Budi Soehardi berpose di tengah-tengah murid Bina Bangsa School, Kebon Jeruk, Jakarta usai memberikan pengalaman yang menginspirasi

Panti Asuhan Roslin dirintis dengan menyewa sebuah rumah pada 1999, ketika awal dibuka, ada 4 bayi yang dirawat.

Bayi-bayi tersebut terlantar dan tidak ada yang mau mengurus. Kondisi mereka mengenaskan.

Makin hari bayi yang diasuh makin bertambah hingga pada tahun 2002 mereka harus memutuskan untuk membangun sendiri tempat permanen panti yang dananya diambil dari sebagian gaji pilot yang rutin ia sisihkan.

Makin hari PA Roslin makin berkembang, bahkan pernah jumlah anak mencapai hingga 150 orang.

Sebelumnya saat awal merintis Panti Asuhan, Budi tetap bekerja sebagai pilot.

Baca Juga: Ini 4 Tanda Ketika Anda Perlu Mencari Pekerjaan Baru, Salah Satunya Merasa Lelah Berkepanjangan

Ia pernah jadi juru mudi Garuda Indonesia (19767-1989), Korean Air (1989-1998) hingga Singapore Airlines (1998-2015).

Sejak dini, Budi berusaha memperlengkapi anak asuhnya dengan life skills, menanamkan semangat juang, kerja keras, kepercayaan diri, tanggung jawab, kejujuran dan sikap saling mengasihi.

Permasalahan pasangan suami istri ini tak hanya di situ saja, mereka juga harus berpikir keras ketika Budi berhenti dari pekerjaan yang telah menjadi mata pencahariannya berpuluh-puluh tahun.

Tidak hanya membekali anak-anak dengan ilmu pertanian, Budi juga mewajibkan anak-anak asuhnya untuk bersekolah.

Ia yakin benar, akses pendidikan yang berkualitas merupakan jalan terbaik untuk meretas kemiskinan.

Demi menghidupi idenya ini, pada 2013, Budi mendirikan Sekolah Roslin.

Tak ada pungutan biaya untuk murid sekolah itu, bahkan mereka diberi susu dan makanan gratis setiap hari.

Pada tahun 2015 sesaat setelah ia memutuskan berhenti sebagai pilot, pasangan suami istri ini harus memutar otak bagaimana bisa menghidupi keluarga sekaligus dengan Panti Asuhan yang berisi 100 anak lebih.

Untuk menjadi seorang petani di sekitar Panti Asuhan itupun susah sebab unsur tanah yang ada disana tidak dapat mendukung untuk bercocok tanam.