Nuraini lalu menyerahkan bayi tersebut. Bayi itu kemudian dikembalikan ke boks.
Dan itulah awal dari segala keributan ini. Bayi itu ditaruh dalam boks yang bertuliskan Ny. Kartini dan bukan Nuraini.
"Inilah yang membuat Kartini yakin, bahwa bayi itu anaknya," kata Furqon pada Kompas.
Pihak Puskesmas pun berusaha menengahi. Caranya, mengukur panjang dan berat badan bayi lalu dicocokkan dengan keterangan dokter dan bidan yang menolong persalinan.
Dua kali "pengujian" ini dilakukan. Dan hasilnya tetap saja buntu. Kartini tetap menolak mengakui bayi tak bernama itu sebagai anaknya. Ia tetap "ngotot", Dewilah anak kandungnya.
Dan Nuraini pun teguh pada pendiriannya. Ia tak mau Kartini merebut Dewi yang berada di tangannya.
Seminggu kemudian Nuraini dipanggil Polsek Cilandak sebagai tersangka.
Urusan tak selesai juga. Sampai kemudian ditangani Polda Jaya juga Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Juga belum tuntas hingga hari ini.
Dokter tutup mulut
Ditemui pada hari yang sama, Ny. dr Mursiamsih, tak bersedia memberi keterangan. "Masalah itu kini sudah dilimpahkan ke Polda dan Dinas Kesehatan.
Silakan tanya ke pihak-pihak itu saja," katanya pada Nova.
Dewi cantik tetap merana dan diperebutkan. Sementara Cipluk yang ayu tak jelas nasibnya.
Haruskah Dewi dibelah dua macam kisah Nabi Sulaiman itu hingga Cipluk juga punya ibu kandung. (Asita Suryanto, Sutardjo)
Pada akhirnya, pengadilan pun menarik sebuah keputusan pasti.
Dewi yang selama ini diperebutkan secara sah diputuskan merupakan anak dari Kartini.
Bersyukur Nuraini pada akhirnya mau mengambil Cipluk, yang saat itu sudah 'terlantar' selama 1,5 tahun.
Namun, Nuraini tetap menganggap bahwa sebenarnya Dewilah anak yang telah dilahirkannya.