Find Us On Social Media :

Pemanasan Dulu Biar Olahraga Tidak Jadi Petaka

By T. Tjahjo Widyasmoro, Senin, 28 Oktober 2019 | 18:15 WIB

Patokan pemanasan, badan hangat dan mulai berkeringat.

Olahraga bisa diibaratkan seperti table manner. Dalam table manner ada tata atau urutan makan yang baik dan benar. Pertama appetizer, main course, dan terakhir dessert.

Nah, olahraga pun demikian. Latihan utama tak akan berjalan efektif tanpa pemanasan dan pendinginan yang benar. Bahkan, keliru atau abai melakukannya bisa berakibat fatal.

Fakta menarik soal cedera olahraga pernah diungkap dalam buku Pustaka Kesehatan Populer.

Di dalamnya disebutkan setiap tahun dinas kesehatan Amerika Serikat menangani lebih 10 juta kasus cedera yang berhubungan dengan olahraga. Yang mencengangkan, 3,5 juta di antaranya terjadi pada anak-anak di bawah 15 tahun.

Dari fakta itu, jelas kita tidak boleh mengabaikan penerapan olahraga yang tepat. Dalam olahraga kita dianjurkan melakukan tiga tahapan: pemanasan, latihan utama, dan pendinginan.

Namun, dengan alasan malas dan tak ada waktu, sebagian orang justru sering langsung melakukan latihan utama tanpa pemanasan. Dan puluhan alasan lain untuk melewatkan pendinginan usai berolaraga.

Padahal, menurut studi American College of Sports Medicine pemanasan bisa mempersiapkan tubuh seperti meningkatkan denyut jantung dan aliran darah ke otot-otot.

Tak hanya itu, pemanasan juga bertujuan untuk menyiapkan mental sebelum berolahraga.

Tiga aspek penting

Selama bertahun-tahun di bangku sekolah tentu kita tak asing mendengar kata “pemanasan” yang selalu dijumpai saat mata pelajaran olahraga. Pak atau Bu Guru Olahraga pasti mengatakan inilah tahapan yang penting.

Pertanyaannya, apa Anda masih melakukannya hingga saat ini saat hendak berolahraga? Kalau masih tentu baik, tapi kalau sering melewatkannya sebaiknya perlu harap-harap cemas.

Menyoal pemanasan ini mungkin banyak yang tak tahu kalau sebenarnya setiap jenis olahraga punya tata cara pemanasan sendiri.

Ibarat kata, tak ada gerakan pemanasan yang universal untuk setiap olahraga. Jadi, idealnya gerakan pemanasan mengarah kepada menu latihan utama.

“Pemanasan enggak baku juga, boleh aja apa saja, tapi kita lihat bentuknya mengarah ke latihan kita atau tidak, sebaiknya mengarah fungsi geraknya ke arah latihan kita,” terang Rachmat Rukmantara, private trainer di Jakarta.

Rachmat mencontohkah, olahraga badminton dan futsal, misalnya. Saat hendak memulai olahraga badminton pemanasan sebaiknya difokuskan pada tubuh bagian atas. Gerakannya bisa berupa “tepak-tepok” (memukul) seperti halnya dalam latihan.

Sedangkan futsal bisa dimulai dengan, jogging, passing dan dribling. Contoh lainnya seperti push up untuk olahraga jenis bodyweight.

Pemanasan sebenarnya tak hanya menyiapkan tubuh sebelum bergerak. Contohnya meningkatkan sirkulasi darah ke otot, tendon, dan ligamen, yang boleh dibilang menyiapkan unsur fisik.

“Sebenarnya olahraga itu ada tiga aspek yang ingin kita aktifkan dalam tubuh. Fisik, mental, dan kimiawi tubuh, yaitu hormonal dll.

Tiga aspek itu harus dikondisikan dulu. Pemanasan sebenarnya menyiapkan tiga aspek itu” jelasnya.

Pemanasan memang tak sesederhana yang kita pikirkan.

Pemanasan yang keliru bisa saja menyebabkan hormonal tubuh tak siap menghadapi menu latihan utama. Ujung-ujungnya bisa menyebabkan kram yang selama ini orang mengira penyebabnya adalah dehidrasi.

Kalau sekadar kram saja, mungkin masih bisa terbilang beruntung. Sebab ada cedera lain yang menghantui dan lebih parah.

“Karena pemanasan tidak bagus unsur kimia tubuh enggak siap, bahkan bisa menyebabkan tendon putus,” ungkap Rachmat.

Sedangkan soal mental, lain lagi ceritanya. Pemanasan juga ditujukan untuk menyiapkan mental saat hendak memulai menu latihan utama.

Andaikan menu latihannya berat, terkadang bisa saja menurunkan nyali seseorang. Takut cedera, misalnya. Nah, pemanasan inilah yang membuat mental seseorang siap menyingkirkan pemikiran seperti itu.

“Mental itu ciri-cirinya (berpikir) kayanya saya harus berhenti deh, takut cedera. Banyak yang ditakutkan, padahal fisik kuat,” ujarnya pria tegap itu ketika ditemui Intisari di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan.

Selain itu, berdasarkan studi yang dipublikasikan oleh US National Libray of Medicine – National Institutes of Health, pemanasan bisa mengurangi risiko kemungkinan cedera muskuloskeletal (sendi, ligamen, otot, saraf dan tendon, serta tulang belakang).

Keringat pertama

Ada pemanasan, ada juga stretching (peregangan). Namun, tak sedikit orang yang menganggap keduanya serupa dan memiliki tujuan yang sama, yaitu menyiapkan fisik untuk memulai berolahaga. Padahal, kedua jelaslah sangat berebda.

Stretching sendiri bertujuan untuk membuat otot agar lebih siap menghadapi menu latihan dengan mobilitas dan fleksibilitas tinggi. Melalui stretching-lah otot-otot yang tadinya mengeras bisa meregang kembali.

Stretching sebelumnya dibagi menjadi dua, yaitu statis dan dinamis yang keduanya punya kegunaan masing-masing. Saat hendak berolahraga stretching dinamis sangat dianjurkan ketimbang statis. Apa pasalnya?

Ternyata stretching statis bisa menurunkan tingkat adaptasi otot setelah melakukan pemanasan. Sedangkan stretching dinamis justru sebaliknya, membuat otot lebih mantap untuk memulai olahraga. Yang tak boleh keliru, sebaiknya stretching ini dilakukan setelah melakukan pemanasan.

Gerakannya bisa macam-macam, alias tidak baku seperti halnya pemanasan. “Kalau saya biasanya point to point, misalnya jarak 10 meter kita bergerak dari point A ke point B, bergerak sambil mengangkat kaki ke arah dada terus melangkah, jadi ada beberapa gerakan yang dinamis tapi memerlukan jangkuan tubuh yang panjang,” jelas pria lulusan pascasarjana Ilmu Olahraga dari Universitas Negeri Jakarta itu.

Rachmat menegaskan, setiap olahraga sebenarnya membutuhkan stretching, tapi tidak dianjurkan statis. Sebab, selain mengurangi adaptasi otot, stretching jenis itu juga bisa menurunkan denyut jantung.

Yang perlu dipahami, bagi seseorang yang memiliki tingkat fleksibilitas yang baik, contohnya mampu menyentuh lutut menggunakan dahi, sebaiknya harus tetap melalukan stretching sebelum berolahraga. Sebab tingkat adaptasi saat berolahraga hanya bertahan selama 48 jam.

Artinya, setelah lewat batas waktu itu otot akan kembali ke keadaan semula. Kesimpulannya, tanpa pemanasan dan peregangan, Anda tak hanya berisiko cedera, tapi juga membatasi rentang otot- otot yang pada akhirnya berujung pada nyeri dan kaku otot.

Nah, selain tata cara pemanasan dan stretching yang tak boleh keliru, durasinya pun perlu diperhatikan. Misalnya jangan sampai terlalu lama atau terlalu cepat saat melakukan pemanasan.

Jangan pula terlalu berat atau sebaliknya. Selidik punya selidik, sebenarnya masalah durasi ini tak memiliki batasan waktu yang pasti karena kebugaran seseorang yang berbeda satu sama lain.

Ambil contoh, atlet. Makin bugar seorang atlet, tentu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menaikkan denyut jantungnya. Maka dari itu mereka punya patokan sendiri untuk pemanasan.

“Patokannya keluar keringat pertama, kalau belum keluar keringat pertama berarti belum dapat pemanasannya,” ungkapnya sambil tersenyum.

Usut punya usut, patokan ini ia dapati dari seorang dokter senior di bidang Spesialis Kedokteran Olahraga, dr. Sadoso Sumosardjuno.

Patokan ini menurut Rachmat juga bersifat umum, jadi juga bisa dijadikan tolok ukur “panas”atau tidaknya pada tubuh orang biasa yang bukan atlet.

Rachmat juga menyarankan, sebaiknya jangan sampai melakukan pemanasan terlalu lama dan berat. Sebab kedua hal ini justru akan menguras stamina yang semestinya dibutuhkan untuk menu latihan utama.

“Nanti main menu-nya jadi kurang gereget dan cepat kelelahan gara-gara terlalu lama di pemasanannya,” ujar coach for Adventure Sports itu.

Pemantik relaksasi

Setelah usai berolahraga, sebagian dari kita kadang sering melupakan aspek pendinginan. Rachmat pun membenarkan hal tersebut. Sepanjang pengalamannnya menjadi private trainer tak jarang ia melihat hal tersebut.

“Alasannya macam-macam, ada agenda lain, buru-buru pulang atau makan, jadi kebanyakan miss di pendinginan,” ceritanya.

Pendinginan sendiri tujuan untuk merilekskan otot dan tubuh pasca-olahraga. Diharapkan kondisi otot bisa kembali normal. Manfaat lainnya untuk menghindarkan kita dari penumpukan darah di salah satu bagian tubuh.

Pada dasarnya, semua jenis olahraga barang pasti membutuhkan pendinginan. Apalagi ketika usai melakukan olahraga dengan intensitas tinggi yang bisa membuat suhu tubuh dan detak jatung seseorang semakin tinggi. Nah, dengan pendinginan detak jantung dan suhu tubuh pun bisa kembali ke kondisi istirahat.

“Misalnya denyut sebelum latihan 60, setelah latihan sampai 140-160, dengan pendinginan kita harus kembali ke 60 lagi, artinya recovery (pemulihan),” terang pria yang mengantongi sertifikat Strength & Conditioning.

Meskipun pendinginan tak bisa mengembalikan 100% tubuh ke kondisi semula, tapi perannya amat penting sebagai pemantik recovery.

Sebenarnya, masih ada hal yang dibutuhkan untuk proses recovery yang diawali oleh pendinginan, yaitu pasokan nutrisi dan istirahat. Namun, jika nutrisi sudah diasup dengan baik dan benar serta istirahat telah cukup, tanpa pendinginan proses recovery akan berlangsung lama.

“Kalau kita bagus recovery-nya kemampuan tubuh kita akan naik dalam waktu 72 jam. Tapi kalo tidak pendinginan dan melakukan aktivitas lain dia drop terus, nanti kecapaian. Sederhana, dia kaya pemantik kalau tidak dipantik susah recoverynya,” tutur pria yang tercatat sebagai pendaki termuda pertama dari Indonesia yang berhasil mencapai ketinggian 8.000-an meter di Himalaya pada 1990.

Selain itu gerakan-gerakan saat pendinginan tak boleh keliru. Jangan sampai gerakannya justru membuat detak jantung meningkat atau otot mengeras kembali.

Menurut Jennifer Cohen, konsultan fitnes dan kebugaran di Los Angeles, sekaligus penulis No Gym Required: Unleash Your Inner Rockstar, jika gerakan peregangan dinamis amat bagus untuk pemanasan, maka peregangan statis lebih cocok untuk proses pendinginan.

Rachmat memperjelas, stretching statis lebih efektif ketimbang dinamis untuk pendinginan. Sebab stretching dinamis ditakutkan bisa mengembalikan otot dalam kondisi “panas” kembali. Proses pendinginan ini sebenarnya tak hanya melulu soal stretching, tapi juga pernapasan.

“Relaksasi berupa napas dari hidung dan dikeluarkan lewat mulut, itu bisa menurunkan denyut nadi setelah latihan, jadi lebih rileks,” tutur dia.

Yang perlu kita ingat, jangan sekali-kali langsung duduk setelah berolahraga. Sebab, akibatnya kondisi otot akan memendek dan membuat badan terasa pegal keesokan harinya. Sebaiknya, lakukan peregangan seusai berolahraga.

Jika menu latihan bersifat intensitas tinggi, boleh ditambah dengan jogging ringan selama lima menit sebelum pendinginan.

Teknik relaksasi lewat pernapasan dan pendinginan ternyata menjadi kunci utama untuk mengurangi produk limbah berbahaya bagi otot, contohnya asam laktat. Kadar asam laktat bisa meningkat karena pelbagai hal, salah satunya olahraga.

Andai kita langsung berhenti berolahraga, asam laktat akan mudah terjebak dalam otot dan menimbulkan rasa sakit. “Asam laktat ini menyumbat pembuluh darah dan membuat otot pegal-pegal,” jelas Rachmat.

So, buanglah segudang alasan untuk menghindari pemanasan dan pendinginan agar olahraga berjalan aman dan efektif. Jangan sampai ingin bugar, justru cedera yang didapat. Sederhana, bukan?

Siapkan jantung

Pemanasan dalam hal fisik berarti juga menyiapkan unsur kardio. Sederhananya, menyiapkan denyut nadi menuju denyut latihan utama.

Dalam keadaan istirahat atau normal, denyut seseorang berkisar antara 60-80/menit. Nah, saat ingin memulai latihan aerobik, misalnya, seseorang perlu menyiapkan denyutnya setidaknya hingga 120/menit melalui pemanasan.

“Target latihan aerobik 130-140/menit, berarti kita enggak bisa lompat dari 60-80 ke 130-140,” terang Rachmat.

Salah satu cara pemanasan untuk menyiapkan unsur kardio adalah dengan jogging selama lima menit atau jumping jack.

Sebaiknya jangan pernah menganggap remeh unsur yang satu ini.

“Yang bahaya kalau kardio enggak siap, misalnya latihan interval sprint tapi belum pemanasan bisa sudden death kalau jantungnya enggak kuat,” lanjutnya.

*Artikel ini sudah dimuat di Intisari Januari 2018, berjudul Panas dan Dingin Biar Olahraga Tak Jadi Petaka, penulis Ilham Pradipta