Pasukan elit Nanggala-28 pimpinan Kapten Prabowo Subianto diterjunakn bersamaan dengan Kompi Yonif Linud 700 Kodam XIV, satu kompi Yonif Linud 401 Banteng Raiders dan Batalyon 744 Somodok pimpinan Mayor Yunus Yosfiah.
30 Desember 1978, Kapten Prabowo melapor pada Mayor Yusuf Yosfiah jika anggotanya ada yang memergoki pergerakan sejumlah besar pasukan Fretilin ke arah Selatan.
Hal ini dinilai janggal karena Fretilin amat jarang mengerahkan pasukan besar yang bergerak bersama-sama, dugaan kuat pasti Lobato ada ditengah-tengah mereka.
Laporan ini lantas diteruskan kepada Kolonel Sahala Radjagukguk yang berada di lapangan untuk memperketat pengepungan kepada pasukan Lobato.
Kapten Prabowo juga diberi tugas mengoordinasikan pengepungan dengan seluruh kekuatan yang ada.
Nanggala-28 pimpinan Prabowo Subianto kemudian meluncur ke lokasi pengepungan dan langsung menghujani Lobato dan pasukannya dengan timah panas.
Adu tembak silih berganti antar kedua belah pihak, sengit, semerbak bau mesiu dimana-mana.
Sejumlah pengawal Lobato tewas, namun presiden Fretilin itu tak mau menyerah.
Ia mencoba melarikan diri bersama sisa pengawalnnya.
Namun pelariannya berhasil dicegat oleh Yon 744 Somodok pada 31 Desember 1978.
Pertempuran jarak dekat terjadi antara Yon 744 Somodok dan pasukan Lobato.
Dikutip dari buku 'Timor Timur The Untold Story' karya Kiki Syahnakri, pelarian Lobato berakhir setelah ia ditembak oleh Sertu Jacobus Maradebo, seorang prajurit ABRI asli Timor Timur tepat di dadanya.
Usai dipastikan tewas, Panglima TNI M Jusuf melapor ke Presiden Soeharto jika pentolan utama Nicolao Lobato berhasil dieliminasi. (Putra Dewangga)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Jejak Tempur Prabowo Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf Amin, Buru Bos Fretilin