Meski sejarah awal mula tradisi ini muncul tidak pasti, satu teori adalah bahwa pelapisan bibir berasal sebagai penodaan sengaja yang dirancang untuk membuat wanita dan gadis muda kurang menarik bagi para pedagang budak.
Beberapa peneliti mengklaim bahwa ukuran lempeng bibir (semakin besar semakin baik) adalah tanda kepentingan sosial atau kekayaan dalam suku.
Analisis lain menunjukkan bahwa semakin besar ukuran pelat bibir, semakin besar mahar yang akan diterima pengantin wanita pada hari pernikahannya.
Misalnya, semakin besar pelat bibir, semakin banyak sapi yang bisa diminta ayah pengantin perempuan dalam mahar putrinya.
Tetapi beberapa peneliti membantah teori ini, dengan alasan bahwa pernikahan sebagian besar gadis suku, serta ukuran mahar mereka, sudah diatur jauh sebelum bibir mereka dipotong.
Yang lain berpendapat bahwa pelapisan bibir hanyalah sebuah ornamen yang dimaksudkan untuk melambangkan kekuatan dan harga diri seorang wanita.
Praktek ini juga digambarkan sebagai tanda kedewasaan sosial dan mencapai usia reproduksi, sehingga mengindikasikan kelayakan seorang gadis untuk menjadi seorang istri.