Find Us On Social Media :

Bukan "Mistik", Kesurupan Bisa Dijelaskan Secara Ilmiah

By T. Tjahjo Widyasmoro, Senin, 30 September 2019 | 16:15 WIB

Ilustrasi kesurupan

Ada daerah lain yang keseniannya juga mempertontonkan atraksi yang dimainkan oleh pemain atau penari yang sedang kesurupan.

Sebut saja debus di Banten, Aceh, Sumut, dan Sumbar. Atau kuda kepang yang di Banyumas disebut jaran ebleg, di Boyolali populer dengan nama jlantur, di Jabar terkenal dengan julukan kuda lumping, dan  di Jatim punya nama panggilan jaran dor.

Ada sejak bayi

Pertunjukan seram di kedua bentuk kesenian daerah itu masih berkisar pada adu kuat antara tubuh manusia dengan benda tajam.

Pada debus umpamanya, orang pastilah merinding saat menonton pemain menyayat lidah, mandi air mendidih, berguling di atas duri, dipukul dengan gada, memanjat tangga golok tajam, atau menginjak pecahan kaca.

Sedangkan pada kuda kepang, pemain mempertontonkan "kesaktiannya" dengan mengunyah atau menelan kaca bola lampu, makan pisau silet, atau dipecut dengan keras.

Semua pemain adegan seram itu saat beratraksi selalu dalam keadaan kesurupan, yang oleh sebagian orang diartikan sebagai "kemasukan setan".

Hubungan antara trance yang dialami pemain dengan kemampuannya yang di luar ukuran orang normal ini ternyata bisa diterangkan secara ilmiah.

Dr. Luh Ketut Suryani, psikolog dari Universitas Udayana, Bali, menyatakan, trance pada galibnya suatu perubahan keadaan kesadaran manusia yang meliputi perubahan kognisi, persepsi, dan sensasi.

Dengan perubahan itu, seseorang akan memiliki kemampuan di luar kebiasaan manusia normal.

Pada prinsipnya semua manusia memiliki bibit untuk bisa mengalami trance. Contoh paling mendasar, bayi tiba-tiba tertawa atau menangis.

Menurut Suryani, fenomena ini muncul karena adanya indera keenam yang memungkinkan dia memiliki kemampuan trance.