Penulis
Intisari-Online.com – Masih ingat kasus Muh Aris (20) yang memperkosa 9 anak?
Pengadilan Negeri Mojokerto sudah menjatuhkan hukuman 12 tahun kurungan penjara dan kebiri kimia kepadanya.
Namun pro dan kontra soal hukuman kebiri kimia masih diperbincangan.
Kini, tersangka sendiri ingin menyampaikan pendapatnya soal hukuman kebiri kimia.
Seperti dilansir dari Tribunnews pada Selasa (27/8/2019), dia mengaku lebih memilih dihukum mati daripada dikebiri kimia.
"Saya keberatan dengan hukuman suntik kebiri kimia. Saya menolak karena efek kebiri berlaku sampai seumur hidup.”
“Mending saya dihukum dua puluh tahun penjara atau dihukum mati. Setimpal dengan perbuatan saya," ujarnya di Lapas Mojokerto, Jawa Timur, Senin (26/8/2019).
Apa yang disampaikan Aris lantas menjadi pembicaraan.
Benarkah mati masih lebih baik daripada dikebiri kimia? Seberapa bahayanya kebiri kimia sendiri?
Dilansir dari kompas.com pada tahun 2016 silam, dengan tingginya kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini turut mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Sanksi yang diatur berupa kebiri secara kimia (kimiawi) serta pemasangan alat deteksi elektronik sehingga pergerakan pelaku bisa dideteksi setelah keluar dari penjara.
Hukuman kebiri telah ada di Eropa sejak abad pertengahan.
Pada zaman sekarang, hukuman kebiri juga masih dilaksanakan di berbagai negara.
Misalnya Ceko, Jerman, Moldova, Estonia, Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia, serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat.
Sebenarnya, ada dua macam teknik kebiri, yaitu kebiri fisik dan kebiri kimia.
Kebiri fisik dilakukan dengan cara mengamputasi organ seks eksternal pemerkosa, sehingga membuat pelaku kekurangan hormon testosteron.
Kurangnya hormon ini akan banyak mengurangi dorongan seksualnya.
Sementara itu, kebiri kimia dilakukan dengan cara memasukkan zat kimia anti-androgen ke tubuh seseorang supaya produksi hormon testosteron di tubuh mereka berkurang.
Hasil akhirnya sama dengan kebiri fisik.
Menurut Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Wimpie Pangkahila, pada era modern, kebiri memang tak lagi dilakukan dengan membuang testis, tetapi secara kimia.
Baca Juga: Pro dan Kontra Kebiri Kimia, Hukuman yang Diberikan Kepada Pelaku yang Perkosa 9 Anak di Mojokerto
Prosesnya bisa melalui pemberian pil ataupun suntikan hormon anti-androgen.
"Hormon anti-androgen itu adalah anti-hormon laki-laki.”
“Pemberian obat anti-androgen tidak akan memunculkan efek pada seorang pria akan menjadi feminin,"kata Wimpie kepada Kompas.com.
Namun, kebiri kimia menimbulkan efek negatif berupa penuaan dini pada tubuh.
Cairan anti-androgen diketahui akan mengurangi kepadatan tulang sehingga risiko tulang keropos atau osteoporosis meningkat.
Anti-androgen juga mengurangi massa otot, yang memperbesar kesempatan tubuh menumpuk lemak dan kemudian meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Satu hal yang perlu diketahui, kebiri kimia tidak bersifat permanen.
Artinya, jika pemberian zat anti-androgen dihentikan, efeknya juga akan berhenti dan pemerkosa akan mendapatkan lagi fungsi seksualnya, baik berupa hasrat seksual maupun kemampuan ereksi. (Bestari Kumala Dewi)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Ini Efek Hukuman Kebiri Kimiawi pada Tubuh")