Penulis
Intisari-Online.com – Ada sebuah kasus pada akhir Februari 2019 lalu di Tiongkok.
Dilansir dari Daily Mail pada Senin (26/8/2019), seorang wanita yang bernama samaran Xiao Ju mengaku telah melakukan aborsi sebanyak 17 kali selama 6 tahun terakhir.
Hal ini dikarenakan dia dan pasangannya tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Dan dia juga mengaku tidak siap menikah dan tidak mampu membesarkan anak.
Oleh karenanya, dia memutuskan untuk melakukan aborsi.
Belum lagi fakta bahwa setiap bayi yang lahir di luar nikah di Tiongkok tidak akan diberi ID, yang berarti mereka tidak akan mendapat hak dan tunjangan negara.
Akibat dari kejadian ini, dokter mengatakan bahwa rahim Xiao Ju bermasalah karena keseringan aborsi.
"Saya menemukan uterusnya tipis seperti selembar kertas. Hal ini karena aborsi berulang, yang dilakukannya," kata Zhao.
"Rahimnya sangat terluka."
Apa yang terjadi pada Xiao Ju merupakan contoh kasus dampak jika seorang wanita terlalu sering melakukan aborsi.
Sementara efek samping yang umum dan bisa terjadi pasca aborsi termasuk sakit perut dan kram, mual, muntah, diare, dan bercak darah.
Selain itu, ada beberapa dampak lainnya, antara lain:
1. Infeksi
Infeksi adalah efek aborsi yang terjadi pada 1 dari setiap 10 kasus.
Infeksi bisa terjadi karena leher rahim akan melebar selama proses aborsi yang diinduksiobat aborsi (baik resep dokter maupun yang didapat secara ilegal).
Kemudian bakteri dari luar masuk ke dalam tubuh dan memicu timbulnya infeksi parah di rahim, saluran tuba, dan panggul.
2. Perdarahan vagina berat
Perdarahan vagina berat adalah efek aborsi seriusyang umumnya disertai dengan demam tinggi dan gumpalan jaringan janin dari rahim.
Biasanya, kondisi ini terjadi pada 1 dari 1000 kejadian aborsi.
Jika pendarahan vagina sangat berat, maka kasusnya bisa berujung pada kematian. Apalagi jika aborsi dilakukan secara ilegal dengan metode yang seadanya.
3. Kerusakan rahim
Kerusakan rahim adalah dampak yang terjadi pada Xiao Ju.
Biasanya kondisi ini terjadi pada sekitar 250 dari seribu kasus aborsi dan biasanya dilakukan pada usia kehamilan 12-24 minggu.
Kerusakan rahim termasuk kerusakan leher rahim, perlubangan (perforasi) rahim, dan luka robek pada rahim (laserasi).
4. Endometritis
Endometritis adalah kondisi peradangan pada lapisan rahim, dan biasanya karena infeksi.
Endometritis adalah risiko efek aborsi yang mungkin terjadi pada semua, namun lebih terutama untuk remaja.
Remaja perempuan dilaporkan 2,5 kali lebih mungkin untuk mengalami endometritis setelah aborsi dibandingkan wanita usia 20-29.
5. Kanker
Ketika seorang perempuan pernah sekali menjalankan aborsi, maka mereka harus siap menghadapi risiko 2,3 kali lebih tinggi terkena kanker serviks daripada perempuan yang tidak pernah aborsi.
Angka risiko tersebut semakin tinggi jika aborsi dilakukan lebih dari sekali.
Jenis kanker lainnya antara lain kanker hati dan kanker payudara.
6. Kematian
Dari segala jenis dampak yang telah disebutkan di atas, dampak paling mengerikan dari aborsi adalah kematian.
Seperti yang kita tahu, melahirkan adalah proses hidup-mati seorang ibu, tak heran aborsi juga berisiko sama.
Apalagi jika aborsi menyebabkan pendarahan hebat hingga masalah infeksi.
Sebuah studi pada tahun 1997 di Finlandia melaporkan perempuan yang aborsi berisikoempat kali lipat lebih mungkinuntuk meninggal
Wah, mengerikan bukan dampak aborsi?
Selain masalah kesehatan, ada juga beberapa dampak lainnya dari aborsi seperti depresi hingga perasaan bersalah kepada si bayi.
Bagaimana pun orang yang melakukan aborsi dengan sengaja artinya ‘membunuh’ anaknya sendiri. Benar bukan?