Find Us On Social Media :

Begini 'Mengobati' Gajah yang Masuk Angin

By Agus Surono, Senin, 29 Juli 2019 | 16:15 WIB

Ilustrasi kawanan gajah.

Sesulit apa pun, gangguan gajah harus diatasi. Salah satu caranya dengan menangkapi gajah-gajah yang dianggap nakal untuk dijinakkan di PLG. Dalam penggerebekan itu, para petugas dipersenjatai senapan bius. Bukan untuk membunuh, tetapi melumpuhkan.

Celakanya, obat bius pun acap kali tidak efektif menjinakkan mereka. Ketahanan tubuh setiap gajah berbeda-beda. Ada yang langsung teler dan ambruk begitu kena tembak. Tetapi tak jarang ada yang masih kuat berlari, bahkan balik mengejar si penembak. Petugas tidak mau ambil risiko menambah dosis obat bius. Bisa-bisa mereka malah mati kelebihan dosis. Makanya, mereka harus menerima risiko dikejar jika gajahnya tahan obat bius.

Orang dikejar gajah bukan barang aneh. Pernah, seorang penduduk desa di kawasan Aceh Besar tewas mengenaskan dibanting gajah. Ceritanya, begitu dikejar, ia segera memanjat pohon dengan harapan tidak bakal dijangkau. Harapannya meleset. Sebelum sempat naik ke bagian pohon yang lebih tinggi, belalai si gajah keburu menggaet kakinya. Sekali banting, gajah kalap itu membunuh penduduk naas itu. Binatang sadis itu akhirnya ditembak petugas karena dianggap berbahaya.

Hampir semua petugas pernah merasakan dikejar gajah. Termasuk saya. Kejadiannya di Subulussalam, Aceh Selatan. Saat gajah menyerang, kami sibuk mencari pohon terdekat. Saya sempat diusir ketika memanjat sebatang pohon. Ternyata di atas pohon sudah nangkring tiga orang teman saya sambil berpelukan. Mereka takut pohonnya tidak muat jika ditambah satu orang lagi. Saya harus cepat menemukan pohon lain. Sambil berlari ketakutan, saya lempar semua barang bawaan saya, termasuk kamera, ke semak-semak. Sandal saya pun hilang, saking paniknya. Terkadang, karena panik, tanpa sadar yang dipanjat pohon yang terlalu kecil, biasanya pohon rambung atau karet. Begitu sadar kalau pohonnya kelewat kecil, kami harus cepat-cepat mencari pohon lain.

Suatu kali beberapa lady mahout ikut bergabung menangkap gajah pengganggu. Ketika terdengar peringatan ada bahaya serangan gajah, para lady mahout buru-buru memanjat pohon. Satirin, salah satu pawang, membantu mendorong mereka ke atas pohon. Karena tergelincir, salah seorang lady mahout merosot ke bawah, menimpa Satirin.

"Mau menolong malah ketiban broti (balok kayu)!" kelakar teman saya yang lain.

Memanjat pohon memang cara paling umum dipakai untuk menyelamatkan diri dari kejaran mereka. Namun, ada teman saya yang memilih cara lain. Peristiwanya terjadi di Teunom, Aceh Barat. Saat itu teman saya yang dokter hewan, dikejar gajah kalap. Postur tubuh dokter yang tergolong jumbo, itu menyulitkannya memanjat pohon. Ketika semua orang sudah nongkrong di atas pohon, dokter itu belum ketahuan nasibnya. Kami semua khawatir.

Begitu situasi terlihat aman, kami segera turun mencarinya. Syukurlah, Pak Dokter gendut itu berhasil menyelamatkan diri. Ternyata ketika, gajah itu lewat, spontan ia merunduk diam di bawah akar pepohonan. Namun, belakangan ketahuan, yang sempat ia sembunyikan Cuma mukanya. Sedangkan pantatnya masih kelihatan. Untung saja si gajah tidak memergokinya, lalu menyenggol pantat Pak Dokter Hewan yang nongol dari balik akar pohon.

Baca Juga: Kisah Para Gajah Beriringan Membawa Jenazah Gajah yang Mati untuk Lakukan Upacara Pemakaman

Melatih babi hutan?

Dalam menjalankan tugas, kami menggunakan berbagai pendekatan, mulai dari melakukan riset, mendirikan pusat pelatihan gajah, hingga menggiring gajah. Kami juga berusaha memperkenalkan program konservasi gajah kepada penduduk sekitar agar mereka mendukung usaha pelestarian hewan liar ini.

Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan mengadakan penyuluhan keliling ke kampung-kampung. Suatu ketika saya melakukan penyuluhan di Desa Linge, sekitar 95 km dari Kota Takengon. Sedang asyik-asyiknya menerangkan pusat pelatihan gajah dan kegiatannya, seorang peserta mengangkat jarinya sambil nyeletuk, "Di sini juga banyak gangguan babi hutan, Pak. Bagaimana kalau babi hutan itu juga ditangkapi dan dilatih seperti gajah?"

Saya geli mendengarnya, tidak bisa membayangkan bagaimana caranya melatih babi hutan. Pekerjaan saya memang mengasyikkan. Apalagi keluar-masuk hutari sudah lama saya geluti sejak SMU. Apalagi pemandangan Aceh yang elok dan tidak saya temui di daerah lain membuat saya betah. Namun, ada halangannya, yakni soal keamanan. Saat itu keadaan Aceh sedang gawat-gawatnya. Pekerjaan saya juga terganggu karena saya tidak dapat leluasa lagi keluar-masuk hutan.

Karena kondisi keamanan makin memburuk, saya terpaksa pulang kampung ke Malang. Saya tidak tahu lagi bagaimana nasib gajah-gajah saya dan teman-teman pawang lain. Kabarnya, sebagian binatang itu dipindahkan ke Sumatra Utara. Sebagian pawangnya juga minta dipindahtugaskan karena alasan keamanan. Praktis kegiatan berurusan dengan gajah di Aceh harus ditinggalkan.

Sedih juga rasanya, saya masih menyimpan banyak kenangan indah bersama kaum gajah. Saya berharap, suatu saat saya dapat menemui gajah-gajah kesayangan dan teman-teman saya lagi. Tapi entah kapan, saya tidak tahu.