Find Us On Social Media :

Begini 'Mengobati' Gajah yang Masuk Angin

By Agus Surono, Senin, 29 Juli 2019 | 16:15 WIB

Ilustrasi kawanan gajah.

Penyakit lain yang tidak kalah gawat yaitu dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh. Kondisi itu lazim diderita anak-anak gajah. Kalau sudah demikian gawatnya, hanya ada satu cara yang bisa ditempuh, yaitu diinfus.

Lagi-lagi kulit gajah yang tebal menyulitkan dokter hewan menemukan pembuluh darahnyq. Denyut nadinya pun nyaris tidak terdeteksi. Karena sulit meraba pembuluh darahnya, dokter biasanya secara untung-untungan menancapkan jarum infus di sekitar daerah yang diperkirakan ada pembuluh darahnya. Usaha itu belum tentu berhasil. Terbukti, selama berada di PLG, tidak satu pun anak gajah terselamatkan.

Pernah, semalaman saya bersama dokter hewan harus menunggui seekor anak gajah yang sedang diinfus karena mengalami dehidrasi. Setiap kali kulitnya membengkak, jarum infus cepat-cepat dicabut untuk dipindahkan ke bagian tubuh lain. Puluhan kali jarum infus harus digeser-geser. Kalau mulai membengkak, berarti sudah terlalu banyak cairan infus yang menumpuk di bawah kulitnya. Itu gara-gara. cairan infus tidak mau mengalir ke peredaran darahnya. Apa daya, gajah muda itu pun tak tertolong jiwanya .

Baca Juga: Foto Mengerikan Sekaligus Menyedihkan dari Seekor Gajah yang Dimutilasi, Bukti Sadisnya para Pemburu Gading Gajah

Dikejar gajah ngamuk

Selama saya berada di PLG, beberapa mahasiswa pernah dilibatkan dalam proyek ini. Sejumlah gadis Aceh jug direkrut sebagai lady mahout (kelak salah satu dari perempuan muda itu menjadi pendamping hidup saya). Kami juga sering dibantu beberapa orang dokter hewan dan calon dokter hewan. Tugas rutin mereka menanggulangi gangguan gajah dan merawat hewan besar di PLG itu. Setiap ada laporan soal gangguan gajah dari masyarakat, kami harus segera turun ke lokasi kejadian. Laporan biasanya datang dari daerah di sekitar permukiman.

Gajah memang masih suka mengganggu permukiman penduduk yang berdekatan dengan kawasan hutan. Maklum, daerah itu dulunya daerah jelajah mereka. Ketika fungsi kawasan itu diubah menjadi daerah pertanian dan permukiman, gajah tetap bergeming. Mereka tidak ambil pusing dan tetap melintasinya. Namanya juga jalur tetapnya. “Siapa suruh bikin kampung di jalur kami?” begitu mungkin pikir kaum binatang bertubuh tambun ini.

Selain dekat dengan perkampungan, habitatnya juga berdekatan dengan perkebunan. Ruang habitat yang makin sempit bikin mereka kelaparan. Kalau mereka lantas suka merusak tanaman penduduk untuk mencari sesuap rumput, jangan heran. Melihat serangan makhluk-makhluk liar itu, penduduk pun tidak bisa berbuat apa-apa. Jika melawan, salah-salah malah diserang balik. Banyak kejadian, gajah yang mengamuk juga menyerang penduduk desa.

Susahnya lagi, gajah punya kecerdasan lebih dibandingkan dengan binatang lain. Mereka cepat belajar. Suatu ketika, pihak perkebunan pernah memagari daerahnya dengan kawat berduri yang dialiri listrik. Gajah yang cerdik bukannya cuma mendorong pagar kawat itu, melainkan juga menumbangkan pohon-pohon di dekatnya. Pagar itu pun roboh. Otomatis aliran listriknya terputus. Nah, si gajah dapat berlenggang kangkung tanpa takut kesetrum.

Pernah pula, sejumlah penduduk di kawasan Aceh Besar beserta petugas PLG mencoba mengusir kawanan gajah yang sedang mengamuk. Bola-bola api yang dibuat dari kain dan serabut kelapa dilempar-lemparkan ke arah mereka. Maksudnya, untuk menakut-nakuti. Bukannya lari ketakutan, gajah-gajah itu malah menyerang balik dengan memunguti bola-bola api itu pakai belalainya, lalu melemparkannya ke arah para penyerang. Karuan saja para penyerang lari tunggang-langgang ketakutan.

Pantatnya masih kelihatan