Penulis
Intisari-Online.com - Ada sebuah pepatah lama yang mengatakan bahwa 'kita tidak bisa memilih lahir dari rahim siapa, kapan, dan di mana'.
Mungkin itulah pepatah yang bisa menggambarkan kisah anak-anak yang lahir dan besar di penjara.
Kita semua setuju pasti bahwa penjara jelas bukan tempat yang ideal untuk membesarkan anak.
Namun sebanyak 12 anak di bawah usia dua tahun tinggal di balik jeruji Lapas Perempuan Malang, Jawa Timur, bersama ibu mereka yang menjadi narapidana.
Bocah laki-laki itu berdiri di samping pintu berjeruji, berusaha untuk keluar. Di belakangnya tampak petugas perempuan sigap membimbing.
Sementara di belakang mereka, seorang perempuan sedang menggendong bayi, tampak melongok dari balik pintu, ingin tahu dengan apa yang terjadi di dunia luar.
Pada saat-saat tertentu, pintu berterali besi ini dibuka agar anak-anak yang tinggal di balik jeruji, bisa menikmati udara segar dan bermain layaknya anak-anak kebanyakan.
Damar (bukan nama sebenarnya), bocah laki-laki berusia 17 bulan itu, sejak lahir tinggal di dalam Lapas Wanita Kelas IIA Sukun di Malang, Jawa Timur, bersama ibunya yang menjadi narapidana karena terjerat kasus narkoba.
Dia dan 11 anak lainnya di bawah usia dua tahun terpaksa tinggal dengan ibu mereka di penjara.
Oleh negara, mereka disebut sebagai 'anak bawaan'.
Ibu Damar, YS, yang sudah menjalani 20 bulan masa tahanannya di penjara, mengaku terpaksa mengasuh Damar di balik jeruji.
Namun, menurutnya, pilihan membesarkan anak di penjara jauh lebih baik ketimbang menitipkan anak kepada keluarga.
"Memang kasihan kalau anak tinggal di sini. Tapi dengan kebutuhan khusus anak, seperti ASI, [diasuh] di sini, biar ada temannya buat mainan, ada yang jagain," ujar YS kepada BBC News Indonesia seperti dilansir dari kompas.com pada Sabtu (13/7/2019).
Sehari-harinya, perempuan berusia 21 tahun itu tinggal bersama Damar dan ibu-ibu lain yang juga terpaksa harus mengasuh anak mereka di dalam penjara.
Ruang ibu dan anak yang terletak di blok satu hanya memiliki daya tampung maksimal 10 ibu dan anak.
Namun kini, terdapat 12 anak yang tinggal dengan ibu mereka di Lapas Perempuan Malang, jumlah terbanyak sepanjang sejarah lapas khusus perempuan yang mulai beroperasi sejak 1969.
Salah satu teman bermain Damar adalah Upik (bukan nama sebenarnya). Bocah perempuan itu sudah delapan bulan menghabiskan waktu di dalam penjara.
Ibunya, KF, yang berasal dari Sidoarjo, mengatakan dia mengetahui dirinya hamil ketika ditahan oleh polisi karena kasus narkoba.
Pada saat itu, dia sudah hamil dua bulan. Dia lantas divonis penjara empat tahun satu bulan.
"Kita jalani di [Lapas] Medaeng dan akhirnya ketika hamil besar di Medaeng nggak ada fasilitas ibu dan anak, jadi kita ditaruh di sini, di Malang," jelasnya.
Lapas Perempuan Malang memang menjadi rujukan bagi tahanan dan napi perempuan yang hamil dan membesarkan anaknya di penjara.
Kepala Lapas Kelas IIA Malang, Ika Yusanti, mengatakan saat ini Lapas Perempuan Kelas IIA Malang yang berdaya tampung 164 orang, diisi 668 orang, atau lima kali lipat dari kapasitas.
"Memang tidak semuanya warga Malang, warga Malang itu kisaran hanya 150an, tapi karena ini satu-satunya lapas perempuan di Jawa Timur maka penghuni kami adalah rujukan lapas-lapas yang ada di Jawa Timur," ujar Ika.
Kementerian Hukum dan HAM mencatat, saat ini ada 67 'anak bawaan' yang tersebar di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Pernah Jadi Hidangan Upacara dan Masuk dalam Prasasti , Ini Sejarah Ikan Asin di Indonesia
'Sengsara di dalam perut, masa anaknya di luar disia-siakan'
D baru saja melahirkan anaknya tiga pekan lalu. Jati (bukan nama sebenarnya), adalah anak ketiganya yang berjenis kelamin laki-laki.
Siang itu, Jati tengah tertidur pulas, sementara ibunya mengelus-elus anaknya sambil sesekali mengipasinya.
"Sebenarnya ini mau dibawa pulang tapi saya juga kasihan, kan nggak nyusu, nanti kalau nggak minum ASI gimana."
"Saya juga dosa, udah anaknya sengsara di dalam perut, masa anaknya di luar disia-siakan?" ujar D mengawali kisahnya.
D mengaku tertekan harus mengasuh Jati di dalam penjara. Namun dia tidak memiliki pilihan lain karena suaminya kini kerepotan mengasuh dua anak mereka yang lain.
"Sebenarnya ya nggak mau melahirkan di sini, tapi bagaimana lagi, memang terpaksa. Ya dijalani saja dengan ikhlas biar bisa cepat pulang," tuturnya.
Namun, harapan D itu masih lama akan tercapai. Pasalnya dia harus menghabiskan vonis lima tahun yang dijatuhkan kepadanya di dalam penjara.
"Lama juga vonisnya di sini, lima tahun. Kalau saya sudah bisa ngerawat anaknya dua tahun, nanti kan tinggal tiga tahun saja. Tapi kan sudah bisa merawat anaknya," kata dia.
Sesuai peraturan, anaknya harus dipisah dengan sang ibu saat ia tepat berusia dua tahun nanti.
Namun, D mengaku tak rela harus berpisah dengan anaknya.
"Ya jelas keberatan, kan soalnya ini anak laki-laki satu-satunya. Kasihan," ujarnya sambil menitikkan air mata. (Rachmawati)
(Artikel ini telah tayang di kompas.comdengan judul "Kisah Anak-anak yang Dibesarkan Ibu di Penjara: Tak Ada Pilihan hingga Semua Pria Dipanggil Bapak (1)")