Find Us On Social Media :

Kerusuhan 22 Mei: Mengapa Seseorang Mudah Terprovokasi saat Berada dalam Kerumunan?

By Tatik Ariyani, Kamis, 23 Mei 2019 | 14:00 WIB

Massa terlibat bentrok dengan petugas kepolisian di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019). Bentrokan antara polisi dan massa terjadi dari dini hari hingga pagi hari.

2. Kerumunan mengutamakan solidaritas

Sebetulnya tindakan massa yang memicu kerusuhan belum tentu perilaku yang membabi buta.

Ada juga yang masih memikirkan nilai dan norma pribadinya sendiri. Namun atas dasar solidaritas, mereka berpikir bahwa masalah yang mereka serukan itu adalah masalah banyak orang.

Sehingga, mereka menuntut agar persoalan itu tidak diabaikan, namun diselesaikan.

3. Dipandang negatif oleh orang lain di luar kerumunan

Dalam kerumunan, orang-orang bertindak berdasarkan satu pemahaman kelompok.

Tapi sayangnya, tidak semua orang menerima pemahaman yang sama mengenai sebuah aksi itu. Istilahnya, ada perbedaan interpretasi.

Baca Juga: Tertua di Permukaan Bumi, Jamur yang Ditemukan Ilmuwan Ini Berumur Satu Miliar Tahun

Misalnya unjuk rasa damai dinilai oleh pihak kepolisian (pihak lain) berpotensi mengganggu masyarakat.

Penilaian itu justru dapat menyulut emosi massa. Apalagi polisi berhak untuk menghentikan aktivitas demo dengan segala cara.

Nah, kadang-kadang peserta demo berpikir bahwa hal ini adalah bentuk penindasan, sehingga mereka bereaksi dengan lebih keras.

Namun sayangnya, akibat perbedaan interpretasi tadi, pesan yang dikomunikasikan bisa ditanggapi berbeda, dan inilah yang memicu kerusuhan.

Ada orang yang tetap pada tuntutan, namun ada pula yang melakukan penentangan dengan penjarahan bahkan kekerasan lainnya.

(