Penulis
Intisari-Online.com – Penyakit kanker masih menjadi momok menakutkan bagi banyak orang.
Tak mengenal usia, ia bisa menyerang siapa saja, bahkan orang yang merasa sudah menjalani hidup sehat.
Jangan takut, penyakit ini masih bisa diobati asalkan kita dapat mendeteksi sejak dini dan rajin melakukan perawatan seperti yang dianjurkan oleh dokter.
Hal tersebut dialami Fakhry (24), seorang pengusaha yang harus berjuang melawan penyakit Kanker Limfoma (Kelenjar Getah Bening) di usia masih muda.
Baca Juga : Waspada, Pasien Kanker yang Jalani Perawatan Perlu Memantau Kesehatan Jantungnya, Rawan Terdampak Buruk
Namun alih-alih bermuram durja, Fakhry lebih memilih melakukan sesuatu, meski awalnya tak mengetahui tubuhnya menyimpan Kanker Kelenjar Getah Bening (Limfoma) stadium 4.
“Awalnya yang saya alami gejala biasa seperti demam dan mudah kelelahan, tapi setelah mengunjungi rumah sakit terdekat barulah disebut gejala Limfoma,” ujar Fakhry kepada Kompas.com.
Sebagai informasi, merujuk data yang dirilis Globocan, platform bagian dari organisasi kesehatan dunia (WHO), menyebut di Indonesia terdapat 35.490 orang terdiagnosis mengidap limfoma selama 5 tahun terakhir. Diantaranya lebih dari 7.500 tutup usia.
Mirisnya, penyebab tingginya kasus tutup usia mayoritas diakibatkan dari keterlambatan deteksi sehingga penyakit kanker sudah berada pada stadium lanjut.
Baca Juga : Sementara Syahrini Masak Ikan Buat Reino Barack, Luna Maya Malah Buka Puasa dengan Makanan Pemicu Kanker
Beruntung bagi Fakhry, berbekal pengalaman dari kerabat dekat yang berhasil sembuh dari ganasnya penyakit kanker, dirinya langsung berangkat ke China untuk mengunjungi St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou.
Di rumah sakit inilah, Fakhry memutuskan untuk melakukan pengobatan. “Sebelumnya pada 2012 tante saya mengalami kanker nasofaring stadium 4 dan berhasil membaik setelah berobat di sini,” papar Fakhry.
Mengejar kesembuhan di negeri tirai bambu
Petuah para suksesor mengatakan jika pengalaman orang adalah guru terbaik. Fakhry bercerita jika keputusannya mengikuti jejak dari kerabat dekat merupakan langkah yang tepat.
Meski tak pernah menduga harus mengejar kesembuhan hingga ke China.
Baca Juga : Tak Hanya Dapat Berkah, Puasa Juga Cegah Kanker Hingga Tingkatkan Fungsi Otak Lho
“Saya memulai sejak November 2017 dan lepas dari pengobatan Maret 2018, ini melebihi ekspektasi saya pribadi,” ucap Fakhry.
Berbicara soal pelayanan, Fakhry juga mengungkapkan kalau ia mendapatkan perlakuan menyenangkan selama menjalani pengobatan.
Berbeda dengan rumah sakit lain, tenaga medis di St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou rutin menebar energi positif kepada pasien.
Sehingga diakui Fakhry dapat terus menjaga perasaan optimis untuk segera mendapatkan kesembuhan.
Baca Juga : Setiap Makanan Bisa Picu Penyakit Kanker, Ini Tips Untuk Mencegahnya!
“Ada agenda jalan-jalan juga untuk pasien dan keluarga yang disediakan rumah sakit ini. Jalan-jalannya ke tempat-tempat wisata di Guangzhou. Sudah seperti melancong, padahal sedang berobat,” sambung Fakhry.
Menilik proses pengobatannya, Dr Muliono, selaku Health Advisor di kantor perwakilan cabang Jakarta, menyebutkan jika pasien yang bertolak ke St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou diharuskan menetap kurang lebih 2 minggu.
Hal tersebut dilakukan sebagai langkah pertama dan penting demi memberikan penanganan yang berfokus serta metode pengobatan yang tepat untuk pasien.
Mengenai metode pengobatan, lanjut Dr Muliono,St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou memiliki 16 metode pengobatan yang jarang ditemui rumah sakit umumnya.
Baca Juga : Ternyata Penyintas Kanker, Okke Rajasa Sarankan Ani Yudhoyono Konsumsi Bawang Ini
"Prinsip metode pengobatan di sini adalah tertuju ke pusat kankernya, sehingga efek sampingnya tidak banyak dirasakan pasien" tuturnya.
Pemilihan metodenya pun tak sembarang, harus diputuskan oleh tim dokter onkologi tergantung kondisi dan tingkat penyakit si pasien.
Tak terkecuali Fakhry yang menerima metode pengobatan Penanaman Biji Partikel (Brachytherapy).
“Pada tubuh Fakhry, dokter menanamkan partikel yang terbuat dari titanium yang hanya berukuran setengah biji beras. Radiasi yang dipancarkan adalah sinar Gamma jarak pendek (radius 1,7 cm) selama 2 bulan berturut-turut. Fungsinya adalah mematikan sel tumor lewat sinar Gamma yang dipancarkan itu dengan minim rasa sakit,” papar Dr Muliono.
Baca Juga : Disarankan Dikonsumsi Penderita Kanker Seperti Ani Yudhoyono, Apa Sebenarnya Bawang Putih Hitam?
Tak hanya penanaman biji partikel, metode pengobatan lain yang diterima Fakhry adalah Metode Intervensi (Kemo Bertarget).
Metode tersebut adalah pengobatan kanker minimal invansif melalui proses kateterisasi lewat pembuluh darah langsung pada pusat kanker.
Di bawah alat pencitraan DSA, obat anti-kanker kemudian dimasukkan lewat kateter, dari pembuluh darah arteri di pangkal paha langsung menuju pusat tumor sehingga membuat sel tumor 'mati kelaparan'.
Adapun obat bekerja pada pusat tumor tanpa merusak sel-sel jaringan normal di sekitarnya. Setelah melakukan metode ini, tumor pada tubuh Fakhry mengecil secara signifikan.
Baca Juga : Dapat Perlambat Pertumbuhan Kanker, Ini 4 Cara Optimalkan Penyerapan Manfaat Kunyit
Selain metode itu, pada dasarnya Rumah Sakit tersebut juga punya metode lainnya, yakni Metode Pembekuan (Cryosurgery).
Metode itu merupakan metode minimal invasif atau minim luka menggunakan jarum khusus dan alat pencitraan DSA dan perbedaan suhu gas.
Menggunakan gas Argon dengan suhu kurang lebih -160 derajat Celcius untuk membekukan kanker sampai seperti bola es dan menggunakan gas Helium dengan suhu kurang lebih 40 derajat Celcius untuk memanaskan tumor atau kanker.
Dengan perbedaan suhu yang ekstrim ini, sel-sel kanker dapat mati dengan sendirinya tanpa harus mengangkatnya melalui pembedahan besar.
Baca Juga : Benarkah Stres Bisa Sebabkan Kanker? Ini Jawaban dan Peringatan dari Para Ahli
“Menggunakan metode pengobatan seperti ini juga dapat mencegah sel kanker tumbuh kembali,” lanjut Dr Muliono.
Lebih dari satu tahun selesai menjalani pengobatan, Fakhry bercerita, jika kondisi fisiknya 100 persen bugar dan tak ada halangan menjalani aktivitas sehari-hari. Termasuk melakoni hobi diving.
“Alhamdulillah sekarang sudah tak ada masalah,” sambung Fakhry.
Menjadi contoh bukti keberhasilan terlepas dari Kanker Kelenjar Getah Bening (Limfoma) stadium 4, lanjut Fakhry, dirinya menitipkan pesan kepada penderita kanker di luar sana untuk jangan pernah menyerah untuk melawan kanker.
“Jangan dibawa stres, happy selalu dan tetap positif karena segala penyakit pasti ada jalan keluarnya,” tutup Fakhry.
Untuk diketahui, St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou adalah rumah sakit kanker terbesar di China bagian selatan.
Terbuka untuk pasien manapun, rumah sakit ini memiliki kantor perwakilan di beberapa negara.
Di Indonesia sendiri, terdapat 3 kantor perwakilanya itu di Jakarta, Surabaya, dan Medan.
Di Kantor perwakilan ini, pasien akan dibantu keperluan dalam menjalani pengobatan seperti pelayanan pengurusan visa, tiket dan penjemputan dari bandara ke rumah sakit.
Selain itu, di rumah sakit juga turut menyediakan layanan penerjemah 24 jam, laundry, dan lainnya.
Untuk kemudahan informasi, pihak rumah sakit menyediakan layanan konsultasi online yang bisa diakses di sini dan call center di nomor +6281297897859 yang juga bisa dijangkau melalui Whatsapp. (Mico Desrianto)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Fakhry, Selamat dari Limfoma Berkat Sigap Deteksi Gejala Kanker",
Baca Juga : Sering Kentut dalam Sehari Benarkah Bisa Jadi Pertanda Menderita Kanker?