Find Us On Social Media :

Hari Buruh 1 Mei: Begini Curahan Hati Mutiari, Salah Satu Terdakwa Kasus Pembunuhan Aktivis Buruh Marsinah

By Tatik Ariyani, Rabu, 1 Mei 2019 | 12:00 WIB

Mutiari bersama suaminya ketika wisuda di Universitas Airlangga Surabaya

Masih dengan suara tertahan, ia mengaku tak kenal Marsinah.

"Memang, saya kepala personalia. Tapi ibarat guru di sekolah, saya enggak mungkin tahu mereka satu per satu. Jumlah buruh di PT CPS kan ada ratusan."

Baca Juga : Kegembiraan Gadis 10 Tahun Karena Bisa Naik Seluncuran Impian Berubah Jadi Petaka, Jantungnya Berhenti Berdetak Saat Ia Tiba di Bawah

Mutiari baru berjumpa Marsinah, saat ada ribut-ribut unjuk rasa buruh PT CPS, 4 Mei 1993 lalu.

"Saya masih ingat, dia menuntut tunjangan tetap Rp550 per hari, terlepas dari masuk atau tidaknya buruh. Besoknya dia absen. Tahu-tahu empat hari kemudian dia dikabarkan tewas."

Kendati demikian, Mutiari berjanji akan memberi keterangan sejujur-jujurnya pada polisi.

"Itu pula yang saya harapkan. Supaya dia lekas bebas," timpal Hari yang percaya istrinya tak bersalah.

"Buktinya, saya dengar sendiri dia berdoa minta agar pembunuh sebenarnya cepat tertangkap."

Meskipun keadaan Mutiari sudah jelas, LBH YPI tidak lalu lepas tangan. Dengan kuasa dari Hari, Jumat, 22 Oktober 1993, diajukanlah gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya terhadap Polda Jatim dengan nomor 06/Pid.Pra/1993/PN Surabaya.

"Masih ada sisi gelap dalam kasus ini. Surat penangkapan dan penahanan polisi memang bertanggal 30 September dan 2 Oktober. Tapi kok baru diserahkan 19 Oktober," papar Taufik Risyah Hermawan.

Keganjilan itulah yang membuat Taufik mengajukan tiga tuntutan dalam gugatannya.

"Pertama, penangkapan dan penahanan terhadap Mutiari harus dinyatakan batal karena tidak ada pemberitahuan sah pada keluarganya. Kedua, surat penangkapan dan penahanan dianggap tak berlaku karena tak ditunjukkan saat menangkap. Dan ketiga, penahanan Mutiari harus ditangguhkan."