Find Us On Social Media :

Tsunami Banten: Kisah Mengerikan saat Tsunami Menerjang Pulau Jawa Akibat Letusan Krakatau 1883, Terjepit di Antara Dua Rumah

By Intisari Online, Minggu, 23 Desember 2018 | 10:47 WIB

Intisari-Online.com – Tsunami Banten menimbulkan dampak mengerikan sekaligus duka mendalam, karena selain jumlah korban jiwa yang tak sedikit, ada beberapa pesohor yang turut menjadi korban.

Gunung Anak Krakatau yang diduga menjadi salah satu penyebab dari tsunami Banten memang memiliki cerita kelam sebagai penyebab tsunami.

Artikel berjudul Letusan Gunung Krakatau Lebih Hebat dari Bom Atom yang dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1983 berikut ini bisa menjadi gambaran betapa mengerikannya tsunami yang terjadi ketika Gunung Krakatau meletus.

---

Baca Juga : (Video) Detik-detik Panggung Seventeen Diterjang Tsunami, Tepat Saat Ifan Minta Penonton Tepuk Tangan

Seorang yang mengalami pribadi kedahsyatan letusan Krakatau dan berhasil mempertahankan hidupnya adalah seorang controleur yang ditempatkan di Beneawang, ibu kota afdeling Semangka, yang letaknya di Teluk Semangka, Lampung.

P.L.C. Le Sueur, pejabat Belanda itu, melaporkan kepada atasannya dalam sepucuk surat tertanggal 31 Agustus 1983 sebagai berikut:

"Pada hari Minggu sore, menjelang pukul empat, sewaktu saya sedang membaca di serambi belakang rumah saya, tiba-tiba saja terdengar beberapa dentuman yang menyerupai letusan meriam.

Saya mengira bahwa residen yang menurut rencana akan tiba besok dengan kapal bersenjata pemerintah mempercepat jadwal kunjungannya.

Baca Juga : Gelombang Pasang di Anyer Diduga karena Erupsi Anak Krakatau, Ahli BPPT: Aktivitas Anak Krakatau Belum Selesai

Saya segera mengumpulkan para kepala adat dan pejabat setempat ke pantai. Tetapi kami tidak melihat ada kapal di laut. Baru saja saya sampai ke rumah, seorang pesuruh melaporkan bahwa air laut mulai naik dan beberapa kampung di pantai sudah tergenang.

Saya segera berangkat lagi untuk menertibkan keadaan di antara rakyat yang mulai panik dan memanggil-manggil nama Allah. Saya menyuruh membawa wanita dan anak-anak ke tempat-tempat yang letaknya lebih tinggi. Air surut lagi dengan cepat, tetapi mulai hujan abu.

Sekitar pukul empat pagi saya dibangunkan oleh orang-orang yang memberitakan bahwa di kaki langit terlihat cahaya kemerah-merahan. Saya merasa khawatir. Pukul enam pagi, hari Senin, saya pergi ke pantai. Permukaan air laut jauh lebih rendah dari biasanya.