Find Us On Social Media :

Dari ‘Keluar Rumah dengan Kaki Kiri Dul’ hingga ‘Jangan Potong Kuku di Malam Hari’, Apalagi Jenis Pamali dari Orangtua Dulu yang Masih Anda Ingat?

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 3 Maret 2018 | 18:30 WIB

Intisari-Online.com – Dalam sebuah acara di TVRI menyajikan sebuah acara lagu kanak-kanak yang dibawakan oleh penyanyi cilik Diana Papilaya. Salah sebuah nyanyian itu dimeriahkan pula oleh pelawak, Hamid Arif, dalam peran sebagai tamu yang datang berkunjung.

Ia diberitahu oleh Diana (sambil menyanyi) bahwa ayah Diana yang akan dikunjunginya, tidak ada di rumah.

Kontan Hamid berpaling kepada Suratmi (yang berperan sebagai isterinya) dan berkata dalam langgam Betawinya yang khas serta dalam nada menyesal: "Nah, ini die! Kalo keluar rumah tidak ngelangkah dengan kaki kiri duluan, begini 'nih jadinya! Orang yang mau diketemuin tidak ada di rumah!"

Sudah tentu, itu hanya lelucon belaka dari pelawak "anak Betawi" itu.

Namun sekaligus pun membayangkan bahwa di zaman Apollo dan Soyuz ini, masih ada orang-orang dalam masyarakat kita yang percaya "alamat-alamat" (bukan dalam artian alamat rumah atau adres, melainkan pertanda atau isyarat tentang akan dialaminya hal-hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan).

(Baca juga: Hidup Borju dari Hasil Menipu: Menengok Kisah Hidup Angela Lee, Cak Budi, hingga Anniesa Hasibuan)

Mereka pun masih percaya benar akan "tabu" atau pantangan-pantangan yang bisa membawa nasib buruk.

Tentang hari-hari yang kurang baik

Tiada ubahnya dengan bangsa Timur lain pada umumnya, juga pada bangsa kita, alamat atau pantangan itu sampai kini ada pengaruhnya pula dalam kehidupan sehari-hari. "Orang-orang modern", yang tidak percaya akan hal-hal demikian, bisa saja menolaknya sebagai takhyul belaka.

Tetapi faktanya adalah bahwa masih ada orang-orang di antara kita yang — misalnya — bagaimanapun tidak mau mulai sesuatu usaha atau kerja pada hari-hari tertentu yang dianggapnya kurang baik atau bisa membawa sial.  Apakah itu hari Selasa, Jum'at, Sabtu atau hari-hari lain.

Dalam omong-omong dengan seorang petugas yang berwenang dari salah sebuah rumah sakit swasta di ibukota, kepada saya diceriterakan tentang seorang pasien yang datang berobat di sana.

la diberitahu supaya mulai besoknya sebaiknya diopname saja. Si pasien atau keluarga yang mengantarnya menolak. Bukan karena tidak mau tinggal di rumah sakit.

Melainkan karena besoknya adalah hari Sabtu. Hari kurang baik menurut anggapannya. Maka ia mohon supaya opname ditunda sampai hari Senin berikutnya.