Find Us On Social Media :

Tanaman Gandarusa untuk Kontrasepsi Pria, tapi Jarak 100 Hari Sudah Subur Lagi

By Moh Habib Asyhad, Rabu, 28 Februari 2018 | 07:00 WIB

Intisari-Online.com – Pil KB pria hampir terwujud. Salah satunya dari tanaman obat asli Indonesia: gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f). Penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya sejak 1987 ini di ambang uji klinis pada manusia.

Kontrasepsi pria selama ini lebih bersifat mekanik, dan kebanyakan para suami emoh menggunakannya. Seperti senggama terputus, selain sulit mengontrol juga mengurangi kenikmatan.

Sedangkan soal penggunaan kondom, banyak yang berkilah tidak alamiah, di samping ada beberapa wanita yang alergi dengan kondom.

Ada yang manjur, vasektomi, tapi harus menjalani operasi. Belum-belum sudah bikin ngeri. Sudah begitu, reversibility (tingkat pemulihan kesuburan) vasektomi diragukan dan malah diduga dapat memicu kanker prostat di kemudian hari.

Jadi, agar dilirik, kontrasepsi khusus pria haruslah dapat menjaga fisiologi (fungsi organ tubuh), psikologi, dan libido tetap normal. Ya, mirip-mirip dengan kontrasepsi hormonal, entah susuk atau suntik. Akan lebih disukai berbentuk pil atau tablet sehingga bisa digunakan secara oral.

(Baca juga: Bisa Sebagai Alat Kontrasepsi Alami, Inilah 8 Manfaat Biji Pepaya yang Jarang Diketahui)

Yang dilakukan oleh Fakultas  Farmasi Universitas Airlangga adalah menggali dari obat tradisional.

Dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Andrologi dan Perhimpunan Dokter Spesialis Andrologi Indonesia, April 2006, terungkap ada 18 tanaman obat di Indonesia yang berpeluang menurunkan kesuburan pria. Salah satunya, gandarusa.

"Cara kerja senyawanya lebih mudah diterapkan dan berpeluang berhasil, serta tingkat untuk subur kembali setelah tidak memakainya tinggi," tutur Dr. Bambang Prajogo EW dari Jurusan Farmakognosi (cabang ilmu yang mempelajari tumbuhan sebagai obat), Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga.

Tanaman beracun

Cara kerja gandarusa tidak melawan alam, dengan menghentikan produksi sperma misalnya. Kondisi sperma tetap normal secara bentuk, kepekatan, daya hidup, dan geraknya. Bahkan libido pun tak terusik oleh gandarusa.

Semua berkat senyawa gendarusin A dan B yang terkandung dalam gandarusa. Diduga kuat senyawa ini dapat menghambat kinerja enzim hyaluronidase, sebuah enzim yang dikeluarkan oleh kepala sperma untuk menerobos rintangan kumulus ooforus.

(Baca juga: Tidak Perlu Albothyl, Tanaman Obat Berikut Ini Mampu Mendepak Sariawan, Tentunya dengan Aman)

Kumulus oofurus merupakan benteng di sekeliling sel telur yang terdiri atas rangkaian folikuler yang tertanam dalam matriks ekstraseluler. Si kumulus yang tak ada hubungannya dengan awan ini kaya senyawa asam hyaluronat.

Untuk menerobosnya, sperma akan mengeluarkan enzim hyaluronidase yang ternyata bisa ditangkal oleh senyawa gendarusin A dan B. Ini sudah terbukti pada uji coba dengan mencit, kelinci, sapi, dan manusia secara in vitro (pembuahan dalam tabung percobaan).

Bambang mengaku, ia terilhami oleh informasi dari "Laporan Perjalanan ke Jayapura Sentani (Irian Jaya)" tulisan S. Moeso dan P. Agus dari Fakultas Biologi UGM pada 1985.

Ada dua tanaman yang digunakan oleh penduduk setempat untuk menjarangkan kelahiran, yaitu Endospermum mollucanum Becc. dan gandarusa. Berhubung tidak mengenal tanaman yang pertama, maka Bambang memilih gandarusa.

"Yang harus diingat, gandarusa adalah tanaman beracun kalau dikonsumsi oral (dikunyah atau diminum rebusannya)," Bambang Prajogo mengingatkan. Di Papua gandarusa diseduh seluruh bagian tanamannya.

Akan tetapi, menurut Bambang, zat aktifnya ternyata banyak ditemukan di daun. Mungkin orang Papua punya enzim pencernaan yang mampu menaklukkan racun gandarusa.

(Baca juga: Akhirnya Terkuak Misteri Kapal 'Hantu' Penuh Mayat dari Korea Utara yang Terdampar di Jepang!)

Kenyataannya, "Orang Papua anaknya sedikit. Tapi harus ditelaah lagi, karena bukan sekadar pakai KB alami, tapi apakah tingkat kesuburannya rendah karena gizi rendah dan faktor lain."

Gandarusa merupakan tanaman semak liar di dataran rendah hingga 500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini banyak tumbuh di hutan, tanggul sungai, atau dipelihara sebagai tanaman pagar dengan stek batang.

Tumbuh tegak, tingginya bisa mencapai 2 m, percabangan banyak dari dekat pangkal batang. Cabang-cabang yang masih muda berwama ungu gelap, bila tua menjadi cokelat berkilat.

Daunnya yang banyak mengandung senyawa gendarusin berupa daun tunggal berbentuk lonjong sepanjang 5 - 20 cm dengan lebar 1 - 3,5 cm, tepi rata, ujung daun meruncing, pangkal berbentuk biji bertangkai pendek 5 - 7,5 mm, warna daun hijau gelap. Letak daun berhadapan.

Bunganya kecil berwarna putih, tersusun dalam rangkaian berupa malai/bulir menguncup, berambut menyebar dan keluar dari ketiak daun atau ujung tangkai. Buah berbentuk bulat panjang. Ada yang berbatang hitam atau hijau.

100 hari sudah subur

Dari hasil uji fitofarmaka disimpulkanbahwa gandarusa memenuhisyarat Materia Medika Indonesia. Pada uji fitokimia, dari gandarusa telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid yang merupakan senyawa aktif sekaligus penanda kandungan tanaman itu, yakni senyawa gendarusin.

Sementara untuk uji farmakologi pendahuluan menunjukkan, antara lain, fraksi etil asetat dan n-butanol gandarusa bisa menurunkan daya gerak dan daya hidup spermatozoa manusia in vitro.

(Baca juga: Tak Hanya Jadi Obat Kuat, Viagra Juga Bisa Membantu Menolong Serangan Jantung dan Stroke)

Gandarusa tak berpengaruh pada spermatogenesis. Jadi, produksi sperma tetap normal, hanya mutu sperma, terutama kandungan enzim hyaluronidase-nya melemah.

Uji daya racun dan efek sampingan menunjukkan, bila air rebusan gandarusa diminum tak sesuai dosis aman, yang terjadi adalah muntah tiada henti. Hal ini sudah dibuktikan pada merpati yang mengalami dehidrasi.

 Ada manusia yang muntah-muntah karena mengunyah daun segar untuk obat batuk. Uji sitotoksik fraksi etanol dan fraksi air sampai 5.000 ppm (part per million) tak memicu pertumbuhan sel kanker payudara dan sel limfosit.

Pada uji teratogenik, karsinogenik, dan mutagenik, pemberian bahan uji tak menyebabkan kecacatan pada janin mencit. Untuk mengetahui tingkat reversibility-nya, dilakukan uji pulih kesuburan dengan kelinci percobaan mencit.

Hasilnya, 55 hari baru pulih. Siklus produksi sperma baru mencit sendiri 35 hari (tikus 49 hari dan manusia 72 hari). Jika berpatokan pada pola itu, kesuburan manusia akan pulih dalam 100 hari. Kalau sudah tahu dosisnya, diharapkan peluang kerjanya muncul kurang dari satu siklus.

Dalam persiapan penggunaan pada manusia, dilakukan uji beberapa metode ekstraksi yang efisien dan amat aman bagi manusia. Sebagian besar telah menghilangkan senyawa yang diperkirakan berdaya racun tetapi tetap aktif sebagai kontrasepsi pria.

Ini merupakan jembatan dari skala laboratorium ke skala produksi atau industri. Kini tengah diteliti kadar kandungan senyawa aktif gendarusin A dalam darah kelinci dan ejakulat (sperma).

(Baca uga: Kucai, Daun Bawang yang Ampuh Atasi Masalah Organ Intim Mulai dari Ejakulasi Dini hingga Keputihan)

Tahapnya farmakokinetika, yaitu meneliti ketersediaan obat dalam tubuh untuk mengukur dosis tepat dalam darah yang bekerja efektif sebagai kontrasepsi (pencegah kehamilan).

Kalau minum obat, selalu ada sisa obat yang tak terserap tubuh dan akan dikeluarkan lewat keringat dan air seni. Jadi, yang tersisa di kandungan darah itulah yang aktif.

Jadi, meski obat masuk ke dalam tubuh secara oral, senyawa aktifnya sudah bisa mencapai organ reproduksi pria, termasuk ejakulat. Tikus diberi obat, dikawinkan, tak punya anak.

Begitu pemberian obat dihentikan, lalu tikus dikawinkan, beberapa bulan kemudian hewan coba itu bisa punya anak lagi.

Uji stabilitas bahan untuk persiapan menjadi pil atau tablet sudah pula dilakukan. Uji klinis tak mudah karena harus dilakukan di bawah pengawasan Dewan Penguji Etika untuk memastikan efek sampingannya.

Pasien uji harus rawat inap dan selama itu ia terus dipantau. Idealnya, satu contoh, satu dosis untuk 10 orang rawat inap selama tiga bulan. Kalau hasilnya pada orang per orang sangat bervariasi, berarti jumlah pasien uji mesti ditambah.

(Baca juga: Wahai Wanita Bertubuh Gemuk, Berbahagialah Karena Pria Lebih Menyukai Anda. Ini Alasannya!)

Kalau hasilnya rata-rata, relatif serupa atau sama, cukuplah. Saat ini sedang dicari dana dari kalangan industri dan lembaga penelitian untuk pelaksanaan uji klinis itu.

Sekali lagi, sebagai fitofarmaka kontrasepsi pria harus tetap mengikuti syarat aman-manjur-bermutu.

"Saya berharap, penelitian ini sudah selesai sampai tahap ampuh dan aman digunakan pada manusia sebelum saya pensiun. Umumnya, suatu obat akhimya bisa dikonsumsi perlu (waktu) lebih dari satu generasi untuk meneliti," tutur pria yang sempat empat bulan menjadi associate professor di Koyama University, Jepang, untuk menangani data jamu dan herbal Indonesia ini.

(Ditulis oleh Christantiowati. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 2007)