Intisari-Online.com -Kekurangan obat-obatan membuat kehidupan orang Mesir yang sulit menjadi lebih sulit.
Sejak tahun lalu, banyak orang Mesir harus berjuang keras mendapatkan kontrasepsi, terutama pil antihamil. Beberapa berusaha mendapatkannya di pasar gelap. Salah satu pil antihamil yang populer di kalangan masyarakat yakni Yasmin, buatan perusahaan obat Bayer asal Jerman, perlahan menghilang dari pasaran. Begitu pula dengan berbagai merek lain.
Mulai 1955, pemerintah menerapkan kebijakan harga tetap untuk obat-obatan. Kebijakan tersebut saat itu sukses menjadikan Mesir destinasi bagi pariwisata medis. Namun pada saat ini, kebijakan itu—ditambah lagi faktor birokrasi karena pengaturan impor, manufaktur serta penjualan obat ditangani oleh beberapakementerian—menghalangi perusahaan obat untuk menjual dengan harga lebih tinggi kepada konsumen sehingga timbul persoalan ini.
IMF terus mendesak Pemerintah Mesir meninggalkan kebijakan harga tetap. Tatkala akhirnya pemerintah menyepakati untuk menaikkan harga obat pada bulan Januari,95% pabrik lokal yang membuat obat telah menghentikan produksinya.
Menurut penuturan apoteker, sebagian besar obat yang ditarik sudah mulai ada kembali di pasaran. Meski demikian, obat-obatan terbatas dalam kuantitas. Khususnya kontrasepsi, tiap orang hanya dapat membeli satu pak.
Tak terkontrol
Memang pil antihamilbukan hal hidup-dan-mati, sebagaimana obat kankermisalnya(pengobatan kanker di Mesir juga masih terbatas). Namun, ketiadaan pil ini berdampak signifikan terhadap pertumbuhan populasi tak terkontrol.
Dengan pertumbuhan populasi 2,4% per tahun, penduduk Mesir sudahberada di angka hampir 93 juta jiwa—dengan Kairo menjadi kota di dunia dengan laju pertumbuhan tertinggi. Ibu kota Mesir itu memiliki populasi 22,8 juta sekarang, diperkirakan akan bertambah500.000 lagi sepanjang tahun ini.
Peningkatan pesat populasi membuat Pemerintah Mesir kewalahan dalam menyediakan sejumlah kebutuhan dasar, antara lain makanan dan tempat tinggal. Mesir tercatat merupakan negara importir gandum nomor satu, dan dengan adanya pertumbuhan populasi akan terus dan terus mengimpor bahan pangan.
Masalah lain adalah ketersediaan air bersih. Berdasarkan studi dariGeological Society of America, masyarakat Mesirkebanyakan hidup di wilayah subur di lembahdan delta Sungai Nil. Maka dengan ledakan manusia keadaan Nil juga terdampak. Deltanya tidak lagi berfungsi secara baik dan alami. Diketahui hanya 10% kurang air Nil yang tersisa sampai ke laut kini, karena sejumlah besar mengendap terperangkapdi wilayah delta akibat kanal tumpat dan sistem irigasi. Intrusi garam pun kini mencapai lahan-lahan pertanian di sektor tengah delta.
(Benarkah Tahun 2100 Negeri Mesir Lenyap?)
Jikaangka kelahiran masih seperti sekarang,proyeksi demografi menunjukkan bahwa total populasi Mesir akan mencapai 150 juta pada 2050.
Umumnya orang Mesir cenderung tidak memakai kondom, tetapi setelah kesulitan itu sebagian dari mereka terpaksa mulai beradaptasi. Ada pula yang terpaksa harus mengambil jalan aborsi ilegal.
Dahulu kala Mesir malah dikenal sebagai bangsa yang terdepan dalam hal kontrasepsi. Mesir disebut-sebut pelopor kontrasepsi tertua. Pada wanita Mesir zaman kuno biasa menggunakan pasta yang terbuat dari kotoran buaya dan memasukkannya dalam vagina. Ini dilakukan untuk mencegah kehamilan.
(Mesir Kuno Menggunakan Campuran Kotoran Hewan dan Madu Sebagai Alat Kontrasepsi)