Find Us On Social Media :

Wow, Sekolah Anak Para Petinggi Google dan iPhone Ini Ternyata Malah Mengharamkan Gadget

By Yoyok Prima Maulana, Minggu, 18 Februari 2018 | 12:45 WIB

Cathy Waheed, yang bekas insinyur komputer, mencoba membuat belajar menjadi sangat menarik dan menyentuh perasaan. Tahun sebelumnya ia mengajarkan soal pembagian dengan meminta anak-anak untuk memotong buah menjadi bagian-bagian yang diinginkan, misalnya seperempat, separo, atau seperenam belas.

“Selama tiga minggu, kami memakan makanan sambil belajar pembagian. Ketika saya membagi kue sehingga semua anak kebagian, apakah Anda berpikir saya memperhatikan mereka?” Beberapa pakar pendidikan menyatakan bahwa menyediakan komputer di ruang kelas bukan sebuah jaminan sebab penelitian tidak secara jelas menunjukkan bahwa hal itu membuat nilai ujian lebih baik atau parameter lain membaik.

Apakah model pembelajaran seperti pembagian kue dan merajut tadi lebih baik? Sulit untuk membandingkan sebab sebagai sekolah swasta Waldorf tidak mengadakan tes standar di tingkat dasar. Mereka juga jujur mengakui bahwa murid tingkat dasar mereka (mungkin) akan memiliki skor yang jelek dibandingkan dengan sekolah umum sebab Waldorf tidak mengikuti kurikulum standar matematika dan membaca.   Teknologi justru menganggu

Apa yang dilakukan Waldorf memang masih bisa diperdebatkan. Akan tetapi, Asosiasi Sekolah Waldorf di Amerika Utara merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh afiliasi sekolah ini. Penelitian itu mengungkapkan bahwa 94% murid lulusan SMA Waldorf di AS antara 1994 dan 2004 masuk ke lembaga bergengsi seperti Oberlin College, Ohio, AS; University of California, Berkeley, California, AS; dan Vassar College, New York, AS.

Bisa jadi Anda menyergah keberhasilan tadi dengan menyodorkan alasan bahwa murid-murid di Waldorf berasal dari keluarga mapan yang cukup punya dana untuk memasukkan anak-anak mereka ke sekolah swasta bergengsi. Jadi, agak susah untuk memisahkan pengaruh model pengajaran minim teknologi dari faktor-faktor lain. Di sisi lain, banyaknya guru-guru yang berlatih secara ekstensif model pendekatan Waldorf ini mengindikasikan bahwa ada yang kurang di sekolah-sekolah non-Waldorf.

BACA JUGA: 

Karena belum ada bukti jelas, perdebatan pun merambah ke subjektivitas, pilihan orangtua, dan perbedaan pendapat atas dunia yang tunggal: keterlibatan. Pendukung sekolah berteknologi berpendapat bahwa komputer dapat menarik perhatian siswa. Pada kenyataannya, anak-anak yang dihentikan interaksinya dengan peralatan elektronik tidak akan “tune in” tanpa peralatan tadi.

Ann Fynn, direktur teknologi pendidikan di Asosiasi Dewan Sekolah Nasional, yang mewakili dewan sekolah seluruh negeri AS, menyatakan bahwa komputer penting. “Jika sekolah memiliki akses ke sebuah peralatan dan dapat mengusahakan keberadaan alat tersebut, namun tidak menggunakannya, mereka telah membohongi murid-murid.”

Paul Thomas, bekas pengajar dan associate professor bidang pendidikan di Furman University, South Carolina, yang telah menulis 12 buku tentang metoda pendidikan publik, tidak setuju.

“Pendekatan berjarak terhadap teknologi di ruang kelas akan selalu memberi keuntungan belajar. Mengajar adalah pengalaman manusia. Teknologi adalah gangguan ketika kita membutuhkan literasi, numerasi, dan pemikiran yang kritis,” kata Paul Thomas.

Ibarat memakai pasta gigi

Mereka yang kontra dengan sistem Waldorf berpendapat bahwa anak-anak butuh mengenal komputer untuk bersaing di dunia modern. Pendapat itu disanggah orangtua murid Waldorf. Apa gunanya terburu-buru, sementara sangat mudah untuk memperoleh kemampuan itu? Begitu elak mereka.