Find Us On Social Media :

Sama-sama Berpatokan pada Bulan, Tahun Baru China dan Islam Kok Bisa Beda?

By Yoyok Prima Maulana, Kamis, 15 Februari 2018 | 18:30 WIB

Kalau sistem penanggalan Islam benar-benar berbasis bulan, sistem penanggalan Tionghoa memasukkan unsur matahari.

Penetapan awal bulannya lebih sederhana. Patokannya bukan hilal, melainkan waktu konjungsi antara bulan dan matahari atau saat bulan dan matahari "bertemu" dan terletak segaris dari sudut pandang manusia.

Dalam Islam, masa saat konjungsi bulan dan matahari disebut ijtimak.

Karena mendasarkan pada waktu konjungsi, penentuan awal bulan baru dalam kalender Tionghoa tak perlu pengamatan, tetapi cukup dihitung secara matematis.

"Astronom-astronom China sejak dahulu sudah ahli dalam membuat perhitungan itu," kata Thomas.

Sementara penentuan tahun barunya sederhana, perhitungan tahun dalam penanggalan China sedikit rumit.

"Unsur musim dimasukkan dalam penanggalan," kata Hakim.

Jika memakai unsur bulan saja, tahun baru dalam kalender Tionghoa akan sama nasibnya dengan tahun baru Islam. Bisa-bisa ada tahun baru yang jatuh pada musim dingin.

Masuknya perhitungan musim inilah letak perpaduan unsur matahari dan bulan dalam kalender Tionghoa.

Seperti diketahui, gerak semu tahunan matahari merupakan penentu musim di bumi. Saat matahari berada di 23,5 derajat Lintang Selatan misalnya, belahan selatan akan mengalami musim panas, dan belahan utara akan mengalami musim dingin.

Dengan memasukkan unsur musim, satu bulan dalam kalender Tionghoa tetap berlangsung antara 29 dan 30 hari seperti sistem kalender Islam.

Namun, kemudian, akan ada bulan kabisat atau Lun Gwee.