Find Us On Social Media :

Kubilai Khan, Pemersatu Kekaisaran Mongol yang Sepak Terjangnya Tersandung di Tanah Jawa

By Ade Sulaeman, Rabu, 7 Februari 2018 | 14:45 WIB

Intisari-Online.com – Menurut konsep mandala yang dianutnya, dia tidak boleh menyeberangi lautan.

Namun, hal itu dilanggarnya. Akibatnya memang buruk.

Ketika Jenghiz Khan meninggal tahun 1227 ia mewariskan kekaisaran yang membentang dari Siberia Selatan sampai Cina Selatan dan dari Polandia sampai Laut Jepang.

Wilayah itu dibagi-bagikan kepada empat dan sekian banyak putranya.

(Baca juga: Bukan Daging, Inilah Menu Makan Siang Paling Enak dalam Pendidikan Komando Marinir yang Sangat Keras Itu)

Salah seorang dari empat anak Jenghiz Khan yang memperoleh kekuasaan adalah Tului.

Namun, selama masa pemerintahan Tului tidak ada kejadian-kejadian yang tercatat dalam sejarah.

Barulah ketika putranya yang bernama Khubilai Khan memerintah, Kekaisaran Mongol dapat disatukan bahkan diperluas.

Lebih hebat dari kakeknya

Khubilai Khan yang dikenal juga dengan nama Shih-tsu lahir di Beijing pada tahun 1241 dan meninggal tanggal 12 Februari 1294.

la berusaha keras membangun kembali kekaisaran yang telah dibangun mendiang kakeknya.

Berbagai peperangan di daratan Asia ia lakukan, sehingga wilayah kekaisaran Mongol menjadi lebih luas dari wilayah yang dibangun oleh  mendiang kakeknya.

(Baca juga: Ditinggal Kekasihnya Karena Tidak Cantik, Perempuan Ini Ubah Penampilannya, Hasilnya Bikin Pangling!)

Kekaisaran Mongol pada masa pemerintahannya membentang dari Polandia sampai Laut Jepang dan dari Siberia sampai Pagan (Birma) dan Champa (Vietnam).

Meskipun ia banyak menaklukkan negara-negara lain, Khubilai Khan tetap menghormati adat-istiadat daerah yang didudukinya, bahkan ia juga mempelajarinya.

Sebagai contoh, misalnya ajaran Konfusius ia terapkan pada sistem pemerintahannya.

Ibu kota kerajaan ia pindahkan ke Beijing, dan dinamakan Khanbalik (= Kota Khan), Tai-tu atau Cambaluk.

Pada tahun 1271 Khubilai Khan mendirikan dinasti Yuan yang berarti "yang besar". Ia sudah tidak lagi hidup di tenda-tenda besar seperti pendahulunya.

Sebuah istana yang megah di Khanbalik menjadi terkenal berkat laporan-laporan Marco Polo, seorang pedagang dari Venesia, yang pernah mengabdi pada kaisar itu antara tahun 1275 - 1292.

Berdasarkan catatan sejarah, Khubilai Khan adalah seorang penganut agama Buddha Tantrayana dari aliran kalachakra. Dalam hal politik perluasan wilayah, ia menganut konsep mandate.

Menurut konsep itu, wilayah kerajaan seharusnya hanya sampai di daratan Asia saja. Tidak  perlu menyeberang laut.

Dalam kenyataannya, ia meluaskan mandalanya sampai ke seberang lautan.

Diselamatkan kamikaze

Di antara tahun 1274 - 1281 ia berusaha menaklukkan kepulauan Jepang di sebelah timur.

Pada mulanya ia mengirimkan utusan yang menyampaikan pesan supaya Jepang mau tunduk mengirimkan upeti dan mengakui Khubilai Khan sebagai penguasa di Asia.

Jepang mengabaikan pesan Khubilai Khan, bahkan kaisar Jepang memenggal kepala utusan itu. Tentu saja peristiwa ini membangkitkan kemarahan Khubilai Khan.

Dengan  segera ia memerintahkan penyerangan ke Jepang dengan mengerahkan seribu buah kapal perang.

Penyerangan itu mengakibatkan Jepang mengalami kerugian besar.

Namun, suatu keajaiban melindungi Jepang. Langit yang semula cerah tiba-tiba  menjadi gelap, dan arus air yang kuat membelah lautan.

Angin topan menenggelamkan banyak kapal angkatan laut Khubilai Khan.

Orang Jepang menamakan arus dan gelombang air pasang kamikaze yang berarti "angin dewa", yang melindungi negaranya dari ancaman Khubilai Khan.  Gagallah usaha Khubilai Khan menguasai Jepang.

Utusannya diusir Kertanegara

Peristiwa kegagalan di Jepang rupa-rupanya tidak membuat jera Khubilai Khan.

Ia mengirim utusan ke Singasari di Jawa Timur, meminta agar Kertanegara mau mengakui kekuasaannya.

Memang Kertanegara berani menentang kebesaran kaisar. Dengan tegas ia mengharuskan kapal-kapal Tiongkok bayar pajak di Pelabuhan Melayu yang letaknya di Jambi.

Pada waktu itu, sekitar 1275, Melayu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Singasari.

Pengiriman utusan dimulai tahun 1280. Lebih tiga bulan mereka mengarungi samudra dan daratan, maka tibalah mereka di tanah Jawa.

Utusan itu diusir oleh Kertanegara. Namun, Khubilai Khan mengulanginya pada tahun 1281, 1286, dan yang terakhir tahun 1289.

Tujuh ratus tahun yang lalu itu, saking berangnya membaca surat dari Khubilai Khan,  Kertanegara menyuruh melukai muka utusan itu.

Lalu diusirnya pulang ke negerinya. Nama utusannya Meng-chi.

Kini giliran Khubilai Khan yang marah besar. la memerintahkan tiga orang panglima perangnya: Shih-pi, I-heh Mishih, dan Kao Hsing untuk menyerang Jawa.

Kertanegara tewas

Tiga tahun setelah peristiwa Meng-chi, pasukan balas dendam Khubilai Khan tiba di tanah Jawa.

Namun, di Kerajaan Singasari telah terjadi perubahan kekuasaan.

Adalah Jayakatwang, raja bawahan Kerajaan Singasari, melakukan kudeta berdarah pada Kertanegara.

la saudara sepupu Kertanegara, tetapi di masa yang lampau leluhur Jayakatwang yang bernama Kertajaya dibinasakan oleh nenek moyang Kertanegara, Ken Angrok.

Menurut Prasasti Mula Malurung( 1255), Jayakatwang diangkat menjadi penguasa Gelang Gelang oleh Wisnuwardhana, ayah Kertanegara.

Jayakatwang menyerang Singasari karena hasutan Wiraraja, bupati Sumenep (Madura) yang tidak senang atas pemerintahan Kertanegara.

Keraton dikepung dari dua jurusan, Utara dan Selatan dengan strategi yang matang, sehingga Kertanegara terlambat mengantisipasi keadaan.

la sempat mengirimkan menantunya, Wijaya dan Ardharaja, untuk menghalau serangan yang datang dari Utara.

Pasukan Jayakatwang yang datang dari Selatan, berhasil menyerang keraton.

Saat itu Kertanegara sedang melakukan upacara keagamaan sekte Bhairwa, dengan cara minum minuman keras sampai mabuk.

Raja Singasari itu mati terbunuh bersama patih dan pembesar kerajaan, demikian kisah dalam Kitab Pararaton.

(Baca juga: Miris, di Balik Harga Produknya yang 'Wah', 4 Merek 'Branded' Ini Bayar Buruhnya Sangat Kecil)

(Ditulis oleh Bambang Budi Utomo. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 1989)