Find Us On Social Media :

Saat Keris (Masih) Menjadi Lambang Kesempurnaan dan Kejantanan para Pria Jawa

By Ade Sulaeman, Selasa, 30 Januari 2018 | 16:00 WIB

Sepuh, Wutuh, dan Tangguh

Bagi kalangan masyarakat Jawa, keris atau bahasa sakralnya curiga, merupakan salah satu dari lima simbol kesempurnaan yang harus dimiliki seorang lelaki zaman dulu.

Lima simbol itu adalah wisma (rumah), wanito (istri), kukila (burung), turangga (kuda) dan curiga (keris).

Oleh karena itu keris sering-juga dipakai sebagai simbol jati diri sang pemilik. Tak heran, dalam pesta perkawinan zaman dulu, kalau si pengantin pria beralangan datang, ia sah saja mengirimkan kerisnya sebagai ganti untuk bersanding dengan mempelai wanita.

"Sebenarnya keris itu juga lambang kejantanan. Rahasia lelaki ada di tulang punggung. Karenanya keris dipakai di belakang agar tulang punggung tegak berdiri di atas penyangga ilmu yang terkandung di dalam keris tersebut," ujar Damardjati Supajar, ahli filsafat Jawa, UGM.

Begitu pentingnya benda ini sehingga untuk memilih sebuah keris yang bagus orang harus memperhatikan tiga tuntunan yakni sepuh, wutuh dan tangguh.

Sepuh, atau tua. Maksudnya perlu diyakini kepastian tua tidaknya keris. Jangan sampai terbeli keris yang sebetulnya muda, tapi hanya karena proses kimiawi nampak kelihatan tua.

Dari segi filosofinya, sepuh dalam kehidupan manusia adalah saat seorang lelaki dan wanita berjanji untuk bersatu dalam hidup perkawinan.

Pertemuan ini dilambangkan dengan konsep nitis, netes dan netesing wiji manusia. Dari sini nampak bahwa seks dalam konsep Jawa yang  tercermin dalam kualitas sebuah keris tinggi sekali derajadnya.

Wutuh, keris yang baik harus utuh tanpa cacat sedikit pun. Meski bahan baku keris itu bagus, ukirannya indah, kalau ada aus terutama di bagian bilahnya, jangan dibeli.

Keris yang dianggap tidak utuh menurut pakem perkerisan, antara lain telah patah atau tergores bilahnya, patah kembang kacangnya, ujung ganja atau pesinya (bagian dari tangkai keris).

Dari sisi filsafatnya, terkandung makna bahwa keris itu harus bisa memelihara keutuhan persatuan pria dan wanita tersebut. Jangan sampai terbawa pengaruh angin barat (budaya Barat yang paham seksualnya lebih liberal).

Tangguh, artinya keris harus jelas dari mana asal muasalnya dan siapa pemiliknya. Perlu diketahui juga kenapa keris itu dijual. Kalau mau beli, selidiki latar belakang keluarga si pemilik sebelumnya.

Bila ternyata keluarga pemilik keris itu berantakan, sebaiknya urungkan pembelian keris tersebut. Sebab, bisa jadi keluarga Anda akan terbawa susah. Ingat kisah keris Empu Gandring yang kesohor.

"Tangguh itu artinya baik. Kalau orang berani menyimpan dan memakai keris, perbuatannya ya harus baik agar selamat,” ujar Damardjati.

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 1991)

(Baca juga: Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak)