Find Us On Social Media :

Saat Keris (Masih) Menjadi Lambang Kesempurnaan dan Kejantanan para Pria Jawa

By Ade Sulaeman, Selasa, 30 Januari 2018 | 16:00 WIB

Langkah awal Hardjonagoro untuk membangkitkan lagi budaya perkerisan adalah dengan mendirikan perkumpulan Bowo Rasa Tosan Aji (1957) dengan dukungan Pangeran Hadiwidjoyo dari Keraton Surakarta.

(Baca juga: Sepertinya Indonesia Belum Siap Menerima Orang Super Cerdas, Buktinya 'Anak Ajaib' dari Surabaya Ini Justru Pernah Dibawa ke Dokter Jiwa)

Selanjutnya dengan bantuan Ford Foundation, Hardjonagoro membangun besalen (bengkel kerja pandai besi) Empu. Jeno di Yogya, diikuti dengan besalen-besalen lain di kawasan Surakarta.

Bowo Rasa Tosan Aji semula adalah satu-satunya perkumpulan peminat keris di Jawa saat itu sebelum kemudian diikuti Pametri Wiji di Yogya (1980-an), dan disemarakkan dengan kegiatan Alm. H. Mas Agung di Jakarta.

Meski tak mampu membangkitkan lagi masa kejayaan keris, paling tidak upaya di atas bisa mengingatkan lagi eksistensi keris sebagai salah satu bentuk budaya bangsa.

Meskipun di lain pihak dalam konteks kekinian, keris adalah suatu senjata biasa ciptaan   manusia  yang karena karunia Allah memiliki bakat, ilmu dan keterampilan teknologi yang tinggi.

Seperti kata Budayawan Dr. Umar Kayam, keris adalah alat profan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan si pemilik (Citra Yogya, Juli – Agustus 1989).

Apalagi dalam perkembangannya kemudian,  benda ini semakin bergeser fungsinya, tak lagi sebagai pusaka melainkan sudah menjadi semacam barang komoditi cendera mata.

Bukan hal yang gampang memilih cara untuk menyelamatkan keris. Barangkali cara yang menarik dan efektif untuk menumbuhkdn apresiasi generasi muda terhadap keris, adalah dengan memusatkan pada informasi tentang kecanggihan dan keindahan teknologi keris, tanpa harus diembel-embeli  lagi dengan aspek magis atau mistik terhadapnya.

Agar informasi itu menarik tentu harus lengkap dan ilmiah, bahkan secara implisit mengandung strategi untuk menanamkan kesadaran bahwa keris adalah warisan budaya yang cukup tinggi nilainya untuk tetap dipelihara.

Karena upaya apresiasi keris lewat mistik apalagi klenik hanya akan membuat apresiasi itu menemui jalan buntu.