Find Us On Social Media :

Soekarno Muda Sejatinya Sangat Ingin Sekolah ke Luar Negeri tapi Ibunya Meyakinkannya Tetap Tinggal di Indonesia

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 23 Januari 2018 | 20:00 WIB

Intisari-Online.com – Garis kehidupan tak pernah ada yang bisa menebak.

Soekarno dan Hatta muda pun tak sadar seperti sudah ditakdirkan bakal tampil bersama di panggung sejarah.

Menimba ilmu di sekolah-sekolah jempolan, membaca banyak buku, berkenalan dengan orang besar, bahkan meringkuk di penjara, menjadi bagian dari proses itu.

Salah satu proses pendidikan yang dilalui oleh Soekarno dan Hatta muda ini dipaparkan oleh P. Swantoro dalam buku Dari Buku ke Buku Sambung Menyambung Menjadi Satu, terbitan KPG bekerja sama dengan Rumah Budaya TeMBI (2002).

(Baca juga: Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak)

(Baca juga: Gara-Gara Pesawat Kepresidenan Kemasukan Orang Gila, Bung Karno Gagal Terbang dari Filipina ke Indonesia)

Selama menempuh pendidikan baik Soekamo maupun Hatta pernah mengalami intervensi dari ibu mereka masing-masing.

Hampir saja Hatta tidak meneruskan ke MULO dan bekerja sebagai pegawai pos.

Sedangkan Soekarno nyaris mengurungkan niat menjadi mahasiswa Technische Hogeschool atau Sekolah Teknik Tinggi (sekarang Institut Teknologi Bandung - Red.) dan belajar di Belanda.

Pada usia 14 tahun, Hatta sudah tamat dari HIS dan telah lulus ujian masuk HBS.

Saat ia tengah bersiap pergi ke Batavia, tiba-tiba ibunya tidak mengizinkannya pergi. Ia dianggap masih terlalu muda untuk tinggal sendiri di sana.

Sependengaran ibunya, anak muda yang dikirim ke "kota pesiar" itu banyak yang putus sekolah di tengah jalan. Lebih baik ia masuk MULO di Padang, baru kemudian melanjutkan ke HBS.

Permintaan itu sangat berat bagi Hatta. Ia rugi satu tahun kalau masuk HBS dari MULO.

Lulusan MULO hanya diterima di kelas tiga HBS karena ilmu kimia tidak diajarkan di MULO, sedangkan di HBS pelajaran kimia dimulai di kelas tiga.

(Baca juga: Gempa Jakarta: Apa yang Menyebabkan Bumi 'Bergoyang'?)

(Baca juga: Gempa Jakarta: Benarkah Hewan Mampu Memprediksi Terjadinya Gempa?)

"Untuk pertama kali aku menghadapi 'krisis pelajaran'. Karena bingung dan patah hati, aku mau berhenti saja bersekolah dan mulai makan gaji," ungkap Hatta.

Jabatan yang ditujunya adalah asisten pos. Di tempat ini gaji permulaannya sudah relatif tinggi.

Meskipun prospek pekerjaan itu cukup menarik bagi Hatta, akhirnya ia menyerah pada bujukan ibu dan pamannya untuk memasuki MULO di Padang.

Ia lulus pada Mei 1919 sehingga dapat melanjutkan ke Sekolah Dagang PHS di Batavia. Mei 1921 ia lulus dari sekolah ini.

Pada 3 Agustus 1921, Hatta sudah berada di Kapal Tambora, dan 5 September 1921 berlabuh di Rotterdam, untuk selanjutnya menjadi  mahasiswa di Handels Hogeschool, Rotterdam.

Seandainya Soekarno diizinkan ibunya meneruskan studi di Belanda setamatnya dari HBS Surabaya 10 Juni 1921, tentu ia akan bertemu dengan Hatta sebagai mahasiswa di Negeri Kincir Angin.

Kalau ini terjadi, barangkali suasana Perhimpunan Indonesia di Nederland bisa jadi berbeda, dan mungkin akan mengubah hubungan Soekarno - Hatta. Kenyataannya, nasib menentukan lain bagi Soekarno.

(Baca juga: (Foto) Masih Ingat Rob? Ternyata Ia adalah 'Orang Ketiga' di Antara Pasangan Selebritas Dunia, Ini Buktinya)

Dalam biografi yang ditulis Cindy Adams, terjadi dialog antara Soekarno dengan ibunya, agar Soekarno tidak berlayar ke Belanda.

"Ibu," kata Soekarno, "semua pelajar yang sudah lulus  HBS, otomatis pergi ke Negeri Belanda. Siapa pun yang ingin mendapat pendidikan universiter, mesti ke Holland."

“Tidak. Sama sekali tidak,"sahut ibunya. "Anakku tidak akan ke Negeri Belanda."

"Tetapi apa salahnya pergi ke luar negeri?"

"Memang tidak ada salahnya. Tetapi banyak kelirunya pergi ke Negeri Belanda. Apa yang menarik kamu? Harapan akan mendapat gelar universiter, atau keinginan akan perempuan kulit putih?"

"Saya mau ke universitas, Ibu."

"Kalau demikian, kamu masuk universitas di sini. Pertama, kita harus mempertimbangkan hal pokok yakni uang. Terlalu mahal pergi ke luar negeri. Lagi pula kamu seorang anak yang lahir dengan darah Hindia. Saya mau kamu tinggal di sini di antara bangsamu sendiri. Jangan pernah lupa, Anakku, tempatmu, tujuan hidupmu, warisanmu, adalah di Pulau ini."

(Baca juga: (Foto) Mayat-mayat Ini 'Dihidupkan' Kembali Justru dalam Acara Pemakamannya, Aneh Sekaligus Mengerikan!)

Lain dengan Soekarno yang tertahan di Tanah Air, Mohammad Hatta dapat meneruskan pelajarannya di Nederland karena memperoleh beasiswa dari Yayasan Van Deventer. Beasiswa itu mula-mula untuk studi selama dua tahun, dan kemudian untuk tiga tahun.

Saat ia berangkat ke Nederland, beasiswa itu belum dia peroleh, karena terlambat mengajukan permintaan.

Untung ia masih mempunyai uang simpanan yang cukup untuk membiayai pelayaran dari Betawi ke Rotterdam: Ongkos pelayaran 1.100 gulden, dan sisa tabungannya kurang lebih 2.500 gulden yang diperkirakan cukup untuk biaya hidup di Rotterdam selama setahun.

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 2002)